Bagian17

2 1 0
                                    

Hari-hari yang baru lambat waktu aku lalu. Begitu cepat semuanya berganti. Warung kembali dibuka. Sementara kali ini situasinya berbeda. Bapak berada di sana, menjajahkan barang dagangan kepada siapa saja yang berlalu lalang. Aku tidak tahu seperti apa aktivitas itu berlangsung. Entai rampai pengung atau malahan sebaliknya. Apa lagi sudah cukup mala warung itu tidak dibuka. Barang kali sudah sepi peminatnya. Sementara aku tidak menyediakan waktu untuk membantunya. sebab aku masih punya aktivitas dan tanggung jawab sendiri. Aku hanya sempat bertemu dengannya sekali waktu sebelum pergi bekerja. Setelahnya aku tidak tahu lagi apa yang akan terjadi.

Gedung biru itu kembali dipenuhi anak-anak Sekolah Menengah Pertama. Dari dalamnya keluar bunyi gaduh yang menyebar di sana-sini. Seseorang guru datang melihat keadaan, seketika itu juga seluruh siswa menjadi lebih tenang. Gedung biru itu kembali diam dalam ketenangan. Salah satu sebabnya karena banyak materi yang sudah selesai. Apa lagi beberapa hari lagi akan tiba ujian tengah semester. Jadi para guru tidak mempunyai perencanaan apa-apa untuk mengisi kelas. Ya paling-paling hanya sekedar memberikan kisi-kisi dan tugas. Sementara beberapa kelas masih terdengar gaduh. Semua kejadian itu diakibatkan karena ketidak hadiran guru di kelas. Entah, sakit apa yang menimpanya. Bersyukur sekali tubuhku masih sehat berdiri. Dan mudah-mudahan Tuhan selalu baik kepadaku. Sebab aktivitas di luar sana masih sangat banyak. Aku takut kalau suatu saat nanti akan jatuh sakit. Semoga saja hal itu tidak akan pernah terjadi.

Jam kosongku masih berlangsung di sekolah. Beberapa guru memilih untuk mengerjakan tugas administrasi. Sementara aku diam mendengar beberapa lagu. Bukan karena tidak ingin mengerjakan tugas. Tetapi karena tugas-tugas itu sudah diselesaikan. Sebenarnya aku sedang mencari suara iringinan. Aku coba beberapa lagu tradisional yang memiliki stigma horor di mata masyarakat. Seperti lagu-lagu klasik dari jawa misalnya. Bukannya bulu romaku merinding justru malah biasa saja. Mungkin karena aku tahu arti di setiap kalimatnya. Sehingga aku dengan mudah mencerna keseluruhan makna dalam lirik lagu tersebut. lantas aku berpikir, apa sebenarnya yang membuat lagu seperti Lingsir Wengi menjadi begitu menakutkan. Padahal lantunannya begitu teduh dan menenangkan. Aku sendiri sampai ingin tertidur mendengar nada-nada itu. Aku seperti dibuai kembali oleh ibu di atas pangkuannya. Sayangnya hal tersebut tidak mungkin terjadi lagi. Tapi itulah aku dan semua kerinduan ini.

Aku juga tertarik dengan bunyi-bunyi alam semesta. Belakangan ini aku suka mendengarkan suara-suara alam. Dan yang paling baru adalah suara pelanet di tata surya. Mereka memiliki bunyi yang sangat beraneka ragam. Pertama diawali dari bunyi matahari yang menakutkan. Kemudian disusul bunyi-bunyi planet, dari planet pertama hingga pluto. Aku mendengar bumi seperti menangis, bakhan tidak hanya bumi saja. Pelanet yang lain pun terdengar sangat memilukan. Entah kenapa tiba-tiba aku tertarik untuk mendengarkannya lagi. Aku mendapatkan sumber itu dari internet, kemudian coba mencari tahu lebih jauh. Ternyata penelitian tentang bunyi-bunyi alam benda seperti para pelanet memang ada. Kabarnya Nasa melakukan itu dengan teknologi yang sanget canggih. Aku tidak tahu bagai mana cara pastinya. Dalam kitab suci pun disebutkan, bahwa alam semesta ini nenantiasa berzikir kepada-Nya. Hanya saja kita tidak tahu, apa isi zikirnya. Kurang lebih seperti itu bunyinya. Kemudian aku berpikir untuk menggunakan bunyi-bunyi tersebut di pementasan Dhemit. Seketika itu juga aku teringat dengan Banyu. Mudah-mudahan nanti ada sedikit solusi untuk mengatasainya.

Tidak terasa siang sudah berganti sore dengan cepatnya. Lantas aku mempercepat gerakan untuk segera keluar dari gedung sekolah itu. Tidak butuh waktu lama untuk menuju lokasi latihan. Sesampainya tubuh ini di sana, aku disambut dengan hangat oleh Siswanto. Sementara para aktor banyak yang meminta izin untuk datang terlambat. Aku tidak terlalu mempersoalkan hal tersbut, karena mereka memang sedang menghadapi ujian tengah semester. Tapi aku tidak tahu kenapa Siswanto bisa lebih dahulu datang ke lokasi. Aku tidak ingin menyinggungnya. Tiba-tiba saja bocah itu bilang kalau sudah terlambat ikut ujian. Dan ia berkeniatan untuk mengikuti ujian susulan. Mudah-mudahan saja rencananya itu terpenuhi, pikirku. Tahu-tahu Siswanto mengajaku untuk berbicara serius. Ia bilang kalau pementasan terpaksa harus diundur. Aku sebenarnya merasa cukup lega jika benar pementasan harus dimundurkan. Namun aku masih perlu keterangan, kenapa sampai dimundurkan. Ternyata alasannya karena pendanaan. Juga karena perizinan gedung yang sempat merepotkan. Aku tidak tahu seperti apa kerepotan yang terjadi itu sebenarnya. Tapi Siswanto dengan sendirinya bercerita tanpa diminta.

Para Aktor di Jagat KasarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang