Part 10

53 13 1
                                    

Selamad membaca 😀

"Hahahahaha ... jadi Abang diusir? Hahahaha." Qiyya terus saja tertawa setelah mendengar curhatan abangnya.

Affan menatap dongkol sang adik. Sudah kesal karena ditolak oleh wanita yang dicintainya ditambah mendapat ejekan dari sang adik. Affan sungguh menyesal telah berbagi cerita pada Qiyya. Adik kurang ajarnya itu benar-benar tidak mau mengerti suasana hatinya yang sedang mendung.

"Tapi ... Qiyya penasaran juga deh dia tuh kayak gimana." ucap Qiyya setelah puas tertawa. "Abang ada fotonya, nggak?"

Affan menggeleng linglung. Dia juga tidak tahu kenapa sampai sekarang belum memiliki foto Farensa. Padahal dia bisa memoto secara diam-diam, bukan?

"Oh Tuhan ... Ab---"

"Allah Qi, Tuhan itu umum!" potong Affan meralat ucapan adiknya.

"Ck, iya-iya Abang bawel!" Qiyya mulai memasang wajah terkejutnya kembali. "Ya Allah ... Abang! Kok bisa sih Abang hmmmmppt," Qiyya memukul mukul tangan Affan yang kini tengah membekap mulutnya dengan kain entah kain apa itu.

"Bisa biasa aja nggak sih kamu, Dek?" Affan benar-benar dongkol melihat Qiyya yang sok drama.

"Hmmmpt, hmmmpt!" Qiyya terus saja memberontak meminta dibebaskan. Gadis itu sudah mulai mencium aroma tak sedap dari kain yang membekapnya.

"Tapi janji, nggak mau mengulangi?"

Qiyya langsung mengangguk cepat dan setelah itu Affan membebaskannya. Mata Qiyya melotot begitu melihat kain apa yang Affan gunakan untuk membekap mulutnya tadi. Itu adalah kain serbet yang sering digunakan untuk mengelap meja makan. Ya, meja makan, kalian tahu?!

Napas Qiyya semakin memburu karena kesal. Dilihatnya sang abang yang tengah menyengir kuda menyadari kesalahannya. Dan Qiyya langsung beranjak berdiri hendak mengejar Affan yang sudah bersiap lari. Qiyya lari dari tempatnya mengejar Affan yang juga sudah berlari. Mereka berlari berkejaran mengelilingi rumah. Qiyya terlihat begitu ganas dengan tongkat sapunya. Tak menyerah mengejar Affan kemana pun.

"Sini kamu, Bang!"

"Ampun, Qi, ampun!"

***

Farensa tengah berjalan melewati koridor kelas. Dia baru saja selesai mengajar kelas XII IPA 3. Sekarang dia akan kembali ke ruang guru.

Namun ditengah perjalanan, Farensa tak sengaja melihat seorang siswi sedang ditarik paksa oleh seorang siswa menuju belakang ... gudang. Seketika Farensa gelisah di tempat. Sebenarnya dia ingin menolong siswi tersebut, tetapi dia bukanlah guru yang memiliki aura menakutkan. Dia justru terkenal pendiam di mata siswa dan guru lain di sekolah. Jadi apa bisa dia melakukan sebuah teguran yang bisa membuat siswa yang kasar itu menuruti perkataannya? Farensa ragu pada dirinya sendiri.

Dengan langkah pelan, akhirnya Farensa memberanikan diri untuk melihat keadaan dua anak itu. Farensa merasa bingung saat dirinya tidak mendengar suara apa pun padahal jaraknya sudah semakin dekat.

"Ayo minum!"

Farensa reflek memegang dadanya. Dia begitu terkejut saat mendengar suara salah seorang siswa yang terdengar sedang memaksa seseorang untuk minum. Ya Allah... Sebenarnya apa yang mereka lakukan.

"Nah, Bagus! Ini hukuman karena elo nggak mau jadi pacar gue!"

Samar Farensa mendengar isak tangis anak perempuan. Farensa yakin itu adalah siswi tadi yang dia lihat. Farensa semakin bingung harus berbuat apa. Lama berpikir, akhirnya dia melemparkan batu cukup besar ke sisi bangunan agar menimbulkan suara yang bisa membuat mereka takut. Lalu Farensa segera menyembunyikan diri.

FARENSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang