Farensa sedang menikmati secangkir teh hangatnya di ruang tamu sembari membaca buku pengetahuan, sore ini. Tiba-tiba ponselnya berdering dengan keras, menandakan sebuah panggilan masuk.Farensa mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Lalu membaca nama seseorang di layar dan segera mengangkat panggilan itu.
"Hal--"
"Assalamu'alaikum, Sayangku!!!"
Farensa langsung menjauhkan ponselnya dari telinga begitu mendengar suara Dika yang amat cempreng memekakkan indera pendengarannya.
"Bisa kecilin volumenya dikit?" pinta Farensa sabar.
"Aaaaaaaa!!!! Bodo amat dah, Ca! gue pokoknya lagi penasaran banget! Lo hutang penjelasan sama gue tahu nggak?!"
Masih dengan nada dan volume yang sama Dika berbicara. Membuat Farensa menghela napasnya malas.
"Penjelasan apa emang?"
"Itu loh, itu! Cogan yang kemarin ngejar elo pas kita di resto! Ya Ampunnnn Farensaaa ... elo itu kenapa nggak pernah cerita, sih, kalo elo dikejar cogan? Ya Tuhan, meski Ali pergi ternyata masih ada gantinya! Gue salut sama elo, Ca!
"Nyerocos mulu kayak penyiar radio." komentar Farensa blak-blakan, meski tetap dengan wajah datar.
"Hahahaha... Bagus juga ide lo, Ca. Gue pantes yak jadi penyiar radio? Weih, kita coba ya..
Ehm, ya' kembali lagi bersama saya Mahardika Utami di sania Fm--""Apa-an sih, Dik, berisik tahu nggak?!" dumel Farensa memotong ucapan Dika.
"Wuihiiiyyy, baiklah, baiklah, sekarang kita serius. Lo harus ceritain siapa itu cowok! DENGAN JUJUR! Okay?! Sebagai ganti lo ninggalin gue dengan begitu saja kemaren!" Dika mengalaykan ucapannya.
Farensa yang mendengar, hanya menghembuskan napasnya keras. Dia sendiri bingung harus menjelaskannya dari mana. Farensa memang tidak pernah bercerita apa pun soal Affan pada Dika. Karena baginya, Affan adalah laki-laki jahat yang harus dilupakan. Jadi setelah lulus SMP, Farensa langsung berusaha melupakan kenangan pahit itu. Namun ... yah, begitulah, Allah ternyata mempertemukannya kembali.
"Dia bukan siapa-siapa, Dik."
"Heh, Farensa Si Kutukupret! Lo nggak bakal bisa ya bohongin gue. Gue nggak mau tahu, pokoknya lo harus jujur kalo lo masih mau jadi sahabat cewek yang manisnya ngalahin gula satu ton ini. Titik!"
Farensa mendengar panggilannya terputus. Tersenyum geli dia mendengar perkataan Dika. Manisnya ngalahin gula satu ton, katanya? Berlebihan sekali sahabatnya itu.
Setelah memastikan tak ada lagi sesuatu yang harus diketahui di ponselnya, Farensa berniat meletakkan ponselnya lagi ke atas meja. Namun, sebuah panggilan membuatnya mengurungkan niat. Farensa melihat layar, dan dia langsung lesu begitu mengetahui siapa yang melakukan panggilan.
Farensa memutuskan untuk membiarkannya saja. Ponselnya dia letakkan di meja setelah menekan tombol volume bagian bawah.
Beberapa menit telah berlalu hingga akhirnya ponsel itu tak kembali berdering. Farensa menghembuskan napasnya, lega. Namun beberapa detik kemudian, terdengar sebuah notif pesan chat masuk. Sedikit penasaran, gadis berhijab tosca itu pun membuka pesannya.
From : 0821-xxxx-xxxx
Farensa... Nanti malam aku sekeluarga akan berkunjung ke rumahmu. Aku harap kamu tidak perlu repot-repot menyiapkan hidangan. Kami berniat silaturahmi.
Affan
Farensa menelan paksa salivanya setelah membaca pesan dari Affan. Sengaja tidak dia simpan nomornya, karena memang malas dengan pria itu.
Dengan perasaan gugup, dia pun beranjak dan berjalan mondar-mandir tak tentu arah. Farensa bingung sendiri harus bagaimana. Haruskah dia mengatakannya pada ummi abi? Waktu menunjukkan pukul 4 sore, dan apa yang harus dia siapkan?!
Akh, Farensa benar-benar bingung harus bagaimana.
Dengan nafas yang sedikit berantakan, Farensa berusaha mengendalikan diri. Dia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Berusaha setenang mungkin agar bisa berpikir dengan baik. Ya, sudah lumayan. Jadi pertama-tama apa yang harus dia lakukan?
Farensa menjentikkan dua jarinya menemukan ide. Dia bergegas mencari umminya.
Ditemukannya sang ummi di samping rumah sedang mencabuti rumput liar. "Ummi ternyata di sini, toh. Farensa cariin di dalem nggak ada."
Ummi Wati tersenyum manis, "Tumben cari Ummi? Ada apa?"
Begitu mendengar pertanyaan ummi, Farensa merasa gugup seketika. Dia bingung harus bagaimana mengatakannya.
"Kok diem?" ummi Wati mengamati ekspresi anaknya sesaat. Farensa tampak memikirkan sesuatu sebelum cengengesan tidak jelas.
"Ummi ada bahan makanan apa di kulkas?"
Ummi Wati mengerutkan keningnya merasa bingung mendengar pertanyaan putrinya. Meski demikian, wanita itu tetap menjawab. "Ada telor, kubis, kentang, ati ayam sama ... ikan asap. Kenapa, sih?"
Farensa mengucap syukur dalam hati. Ada bahan makanan yang bisa diolah. Dia hanya perlu membeli sesuatu untuk disajikan di ruang tamu.
"Farensa izin keluar ya, Mi?"
"Eh, mau ke mana?" Sang ummi terkejut mendengar anaknya akan pergi di sore hari seperti ini. Tidak biasanya Farensa pergi di sore hari.
"Farensa mau beli sesuatu, Mi. Nanti Farensa pake ojek deh biar cepet. Yah, Mi?"
Dengan berat hati, ummi Wati akhirnya mengiyakan. Terlihat Farensa bergegas masuk ke dalam rumah, mungkin untuk bersiap-siap.
*****
Thanks,
KAMU SEDANG MEMBACA
FARENSA
General Fiction"Jika bukan karena cinta, maka karena apa kedua insan bisa bersama? Kita mungkin bisa luput dari rencana manusia, tetapi tidak akan pernah bisa luput dari takdir-Nya." - Affan Farensa adalah anak dari seorang tukang becak yang memiliki rupa biasa-bi...