Farensa pulang dengan wajah kesal setelah memberi les privat pada anak didiknya, Rifa. Bagaimana tak kesal, sudah kesekian kali bimbingannya pada Rifa dia selalu diganggu oleh lelaki menyeramkan bernama Aldo itu. Dan sekarang julukan lelaki itu bukan lagi menyeramkan, tetapi menyebalkan tingkat dewa. Lelaki itu memang benar-benar menyebalkan, tidak seram seperti yang dia pikir di awal.
Gadis ABG, itulah panggilan Aldo untuknya. Dan itu masuk ke dalam daftar list nomor satu tingkah menyebalkan lelaki itu bagi Farensa. Farensa juga sadar, dan tahu persis kalau tinggi badannya itu kurang di umurnya yang sudah menginjak seperempat abad ini. Masih saja 147cm dan tidak naik-naik meski BBM selalu saja naik tiap tahunnya. Namun, bisakah lelaki itu diam saja tidak perlu mengejek atau berkomentar apa pun?
Daftar list nomor dua, lelaki itu tidak pernah absen menungguinya dan Rifa yang sedang melakukan kegiatan belajar dan mengajar. Bahkan, sesekali iseng untuk ikut bertanya. Saat Farensa protes pada kehadirannya di sana, dia hanya menjawab 'aku hanya ingin mengawasi, siapa tahu ada kecurangan di sini.'. Itulah jawabannya. Membuat Farensa dongkol bukan main. Memangnya laki-laki itu pikir Farensa tipe manusia yang licik seperti itu?
Dan yang terakhir, lelaki itu selalu kukuh mengantarkannya pulang seusai les, meski Farensa sudah benar-benar menolak. Alhasil, semua berjalan sesuai kehendaknya. Meski demikian, Farensa selalu meminta Rifa untuk menemani.
Sedikit tambahan, lelaki itu juga kerap membangga-banggakan dirinya yang memiliki tubuh tinggi di mana pun dan kapan pun. Farensa paham, bahkan paham betul kalau Aldo memiliki tinggi badan yang lumayan. Bisa dikira-kira sekitar 180cm atau mungkin lebih, membuat Farensa mendongak saat melihatnya seperti tempo hari di kamar mandi. Ya Tuhan ... mengingat kejadian di kamar mandi membuat dia mual. Farensa tidak bisa membayangkan kalau Aldo si lelaki kurang ajar benar-benar mengintipnya waktu itu. Ingin rasanya Farensa congkel matanya kalau sampai itu yang sebenarnya terjadi.
Dengan perasaan lelah, Farensa membuka ponselnya. Ada beberapa notif chat masuk dan dia segera membukanya. Ternyata chat dari grup yang dia ikuti dan satu lagi dari lelaki yang sering dia hindari, Affan.
From : 0821-xxxx-xxxx
• Farensa, sore tadi aku menunggumu pulang, tapi kenapa kamu lama sekali? Akhirnya aku pulang karena keburu Maghrib.
• Oh ya, tolong makan sesuatu yang aku bawa tadi ya?
• Farensa, apa kamu sudah pulang?
Farensa menghela napasnya setelah membaca beberapa pesan dari Affan. Ternyata lelaki itu benar-benar tak kenal menyerah seperti yang umminya katakan.
***
Farensa bangun dari tidurnya jam setengah tiga dini hari. Dia bangkit, lalu menuju jendela kamar dan membukanya. Dilihatnya langit malam yang masih menampakkan kegelapan, Farensa meresapi sejenak rasa hening yang ada.
Sebuah Hadist shahih mengatakan bahwa Allah turun ke langit bumi di sepertiga malam terakhir untuk mendengarkan dan mengabulkan segala doa baik hamba-hamba-Nya. Dan Farensa yakin, sekarang Allah sedang berada di langit sana. Tak lupa juga dengan para Malaikat yang turun ke bumi di sepertiga malam untuk mengaminkan doa-doa mereka para hamba-hamba Allah yang menyempatkan diri terbangun untuk menjalankan salat malam. Farensa ingin merasakan kehadiran mereka juga untuk saat ini.
Rasa pekat yang menyelimuti malam pun terasa hilang seketika membayangkan para Malaikat yang telah datang memenuhi bumi. Farensa justru merasakan keramaian yang mendamaikan. Tak ada kata takut apalagi mengantuk untuk melanjutkan niatnya. Membuka mata, Farensa bergegas mengambil air wudhu setelah menutup kembali jendelanya.
Farensa memulai takbir. Khusuknya salat begitu dia nikmati hingga selesai delapan rakaat. Sesudahnya, Farensa menengadahkan tangan untuk berdoa.
Di awal doanya, Farensa meminta ampunan untuk dirinya, kedua orangtuanya, keluarganya, guru-gurunya, dan untuk orang-orang sudah menyayanginya selama ini. Tak lupa untuk orang yang telah mendzoliminya dan bahkan untuk orang yang ingin berniat buruk padanya. Farensa memohon dengan penuh rendah hati agar Allah mengabulkan doanya.
Farensa juga berdoa agar Allah segera mendatangkan jodoh terbaik dan menjauhkannya dari segala zina. Entah zina apa pun, karena Farensa sadar akhir-akhir ini dirinya sering berinteraksi dengan ikhwan yang bukan mahramnya, seperti Affan dan Aldo.
Mungkin Affan masih bisa ditolerir karena lelaki itu juga sering menjaga pandangan di depannya. Tapi kalau Aldo ... lelaki itu sungguh harus Farensa hindari secepatnya karena tak jarang Aldo suka memindai apa yang ada pada dirinya secara terang-terangan. Farensa sudah pasti risi diperlakukan seperti itu beberapa kali. Oleh karenanya, mulai pertemuan berikutnya Farensa sudah sepakat dengan Rifa untuk les privat di rumahnya saja.
***
Farensa sudah siap dengan pakaian syar'inya. Hari ini hari Minggu, otomatis ia pun libur, dan ia akan isi hari liburnya ini dengan berkunjung ke toko buku.
Kemudian Farensa berniat mencari abinya untuk berpamitan. Kalau umminya tidak ada di rumah, tadi beliau berpesan hendak pergi kondangan di kampung sebelah.
Belum sampai mencari, Farensa sudah melihat abinya yang sedang duduk di kursi ruang tamu dengan sebuah buku di tangannya. Farensa lalu mendekat, "Abi,"
"Mau ke mana, Nduk?" tanya Abi Lukman setelah memindai penampilan putrinya.
"Farensa mau keluar sebentar ya, Bi, ke toko buku."
Bukannya menjawab, Lukman malah terlihat memikirkan sesuatu. Dia melepas kacamatanya sebelum berbicara. "Apa boleh Abi bicara penting dengan Farensa sekarang?" tanyanya berat.
Farensa tergugup. Sedikitnya, dia cukup peka akan apa yang hendak Abinya bicarakan. "Boleh, Abi." jawabnya menunduk seraya meremas pelan tas slempangnya.
"Baiklah, terimakasih atas waktu yang sudah kamu luangkan, Nduk," Abi Lukman mengambil napasnya panjang. "Putri Abi yang salehah," katanya memulai pembicaraan. "Abi minta toloong ... sekali, mengenai permintaan Nak Affan, tolong terimalah dia, Nduk. Abi tidak tega harus mengecewakannya terus menerus saat dia berkunjung ke mari. Ya, Abi tahu Abi tidak bisa memaksamu, tapi tolong kamu pikirkan baik-baik sekali lagi, Affan itu laki-laki baik dan dia punya niat yang baik juga. Jadi, kenapa kita harus menolak sesuatu yang baik itu?"
Farensa langsung merasa cairan bening keluar dari matanya saat itu juga, meski Abinya hanya mengatakan secuil dari banyaknya kata yang harus disampaikan. Farensa tahu persis kalau orangtuanya begitu kecewa selama ini, tapi dia juga tidak bisa memaksakan perasaannya. Farensa sungguh tidak mau menikah karena terpaksa, karena takut hanya akan mendapatkan kehancuran dalam rumah tangga.
"A-abi, maafin Fa-rensa, Bi, ta-tapi Farensa nggak mencintai Af-fan," jawab Farensa dengan tangisnya yang mulai tersedu.
"Nak, cinta itu bisa kamu dapatkan setelah menikah. Banyak di luar sana yang sudah mengalaminya,"
Farensa menggeleng dalam tunduknya, lalu berusaha menelan rasa sesak yang ada dan menghela napas panjang agar bisa bersuara dengan baik.
"Bi ... Affan itu laki-laki kasar. Dia dulu menyakiti Farensa dengan begitu buruk, bahkan sangat buruk. Jadi, apa Abi tega jika Farensa harus jatuh di tangan laki-laki seperti itu?"
"Kalau Affan benar-benar sudah berubah, bagaimana, Nduk? Kita sebagai manusia tidak patut untuk menghakimi kesalahan seseorang."
Farensa diam dalam tangisnya. Dia sendiri tidak tahu mengapa di hatinya masih saja ada keraguan. Padahal dia sudah memaafkan Affan sejak dulu.
"Abi tidak tahu, kemana putri Abi yang dulu. Putri Abi yang selalu memaafkan kesalahan orang lain, yang selalu baik dan rendah hati, tidak sombong seperti ini. Abi rasa ... hati putri Abi ini sudah sedikit tertutup oleh rasa suudzonnya. Dia mendahului sesuatu yang Allah belum gariskan. Padahal jika dia berdoa meminta yang terbaik pun, Allah akan kabulkan. Ingat, Nak, Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya yang takwa berada dalam kesusahan."
Setelah mengucapkan itu, Lukman bangkit dari duduknya. Segera Farensa menghambur memeluk kaki abinya dengan penuh derai air mata.
"Abii ... tolong maafkan Farensa Abi .... Tolong jangan marah ...."
"Abi tidak marah pada putri Abi. Abi hanya kecewa." pelan namun tegas Lukman melepaskan tangan Farensa dari kakinya lalu pergi begitu saja meninggalkan putrinya yang menangis tergugu meminta maaf.
*****
TBC,💕💕💕

KAMU SEDANG MEMBACA
FARENSA
Ficción General"Jika bukan karena cinta, maka karena apa kedua insan bisa bersama? Kita mungkin bisa luput dari rencana manusia, tetapi tidak akan pernah bisa luput dari takdir-Nya." - Affan Farensa adalah anak dari seorang tukang becak yang memiliki rupa biasa-bi...