Selamat membaca 💕
Farensa baru saja pulang dari sekolah. Masih mengenakan seragam gurunya, dia menemukan sebuah parsel berisi buah-buahan segar di atas meja makan. Tanpa izin, dia langsung mencomot anggurnya yang berada di atas.
"Dari siapa ini, Mi?" tanya Farensa di tengah kunyahannya.
"Dari pacarmu,"
Uhuk!! Farensa tersedak air anggur tiba-tiba. Pacar? Siapa maksud umminya itu?
Farensa berdehem beberapa kali berusaha mengembalikan suaranya. Kemudian dia menatap umminya ragu. Dilihatnya sang ummi yang sedang mengulum senyum membuat Farensa tidak habis pikir. Ternyata umminya berusaha menggodanya, tadi.
Farensa segera mendekati sang ummi dan merangkul dengan penuh kasih sayang. "Siapa, Ummi?" tanya Farensa dengan nada mengancam.
"Hm, kasih tahu nggak, yaa?"
"Ish, Ummi ngeselin deh." kesal Farensa melepas pelukannya.
"Siapa lagi kalau bukan Nak Affan?" ujar ummi Wati tiba-tiba saat Farensa hendak melangkah pergi.
Farensa mengurungkan langkahnya dan berbalik dengan malas. "Dia ke sini lagi, Mi?"
Ummi Wati mengangguk. "Sepertinya ... dia laki-laki yang tidak pantang menyerah."
"Kemana si Fikri, Mi?"
Ummi mengembuskan napasnya begitu Farensa mengalihkan pembicaraan. "Main bola."
"Ck, tuh anak kerjaannya maiiiin mulu." Farensa berbalik hendak pergi menuju kamarnya.
"Ya nggak apa-apa, lebih baik main bola daripada main_ngalihkan pembicaraan." sindir Ummi bercanda.
Farensa menghentikan langkahnya sesaat merasa malu. Namun, ia kembali melanjutkan langkah pura-pura tidak mengerti. Sudah terlanjur juga, yakan??
***
Affan bersiap membuka laptop untuk mengerjakan sesuatu. Baru saja dia menyalakan mesin canggih itu, suara papahnya terdengar memanggilnya dari luar kamar. Affan berseru menjawab sebelum bergegas membuka pintu.
"Hei, My Son!" sapa Adam memeluk putranya. Affan membalasnya dengan erat.
"Apa kabar, Pah?" tanya Affan melepas pelukan.
"Baik, dong!" jawab Adam tersenyum lebar. Dia masih merangkul pundak putranya. "Wah, makin tinggi aja nih anak Papah."
Affan terkekeh, "Apa-an sih, Pah."
Adam hanya tertawa bahagia sebelum menggiring Affan menuju kamar. Sebelumnya, dia memang baru saja pergi ke luar kota selama tiga bulan untuk sebuah pekerjaan. Meski jauh, dia tetap tahu segala hal mengenai putra-putrinya, termasuk tentang kisah cinta Affan. Maka dari itu Adam langsung menghampiri putra satu-satunya itu untuk memberinya support meski dia belum lama sampai di rumah.
"Sini, Papah mau kasih kamu hadiah." kata Adam mengajak Affan duduk di sofa.
"Hadiah? Ulang tahun Affan masih lama kali, Pah." ujar Affan santai.
"Ck, sudah diam saja." Adam kemudian mengambil sesuatu dari saku jasnya. "Ini," dia menyerahkan kotak beludru berwarna biru tua.
Affan menahan tawanya. Merasa lucu dengan perlakuan sang papa. "Papah nggak salah ngasih? Ini Affan loh, bukan Mamah." jelasnya.
"Yeee, kamu pikir Papahmu ini sudah rabun?"
"Bu-bukan gitu, Pah. Maksudnya yang biasanya Papah kasih ginian kan Mamah, bukan Affan." jawab Affan sambil menerima kotak itu.
"Ck, buka dulu aja ...,"
"Jam ya, Pah?" tebak Affan sumringah.
"No! Jam kamu sudah banyak. Untuk apa ditambah-tambah lagi."
Tanpa banyak berbicara lagi, Affan segera membukanya. Dilihatnya sebuah kalung emas dengan bandul yang begitu indah, penuh dengan permata. Affan terkesima sesaat sebelum menatap papahnya dengan perasaan bingung.
"Papah nyuruh Affan make ginian?" tanyanya geli. "Yang bener aja, Pah? Kita kan nggak boleh pake emas! Wah, ini beneran deh mata Papah udah nggak beres. Harusnya Papah kasih ini ke Mamah." cerocosnya sambil mengembalikan kotak itu ke tangan Adam.
Adam menyerahkannya kembali kepada Affan. "Kasih ini ke Farensa." ujarnya lalu tersenyum.
Senyum Adam begitu meyakinkan membuat Affan ikut tersenyum bahagia. Namun beberapa detik kemudian, senyumnya lenyap berganti dengan wajah murungnya. Lalu Affan mengembuskan napasnya berat.
"Farensa bukan tipe orang yang senang diberi seperti ini, Pah. Affan yakin. Bukannya senang, dia malah akan mengira kita merendahkannya. Kalau mau, Affan juga pasti sudah membeli sendiri, Pah, sejak dulu,"
"Hm ..., baiklah Papah mengerti." ujar Adam sambil mengangguk-angguk. "Pertahankan gadis yang seperti itu," lanjutnya menepuk bahu sang anak.
Affan mengangguk. "Terimakasih karena Papah sudah perhatian."
Adam tertawa melihat tingkah putranya yang begitu manis. "Papah hanya ingin kalian bahagia. Dan sebenarnya ... maksud Papah beli ini tuh ya...sebagai ucapan terima kasih Papah sama Farensa. Karena Papah yakin perubahan kamu selama ini tidak terlepas dari pengaruh gadis itu. Dan Papah sebenarnya sudah tidak sabar untuk bertemu dengannya. Jadi, kapan kamu siap?"
Affan langsung tergugup mendengar permintaan Adam yang tiba-tiba itu. Masalahnya, sampai sekarang dia belum juga bisa meluluhkan gadis itu, meski sebenarnya berbeda dengan respon keluarga Farensa yang begitu welcome padanya. Namun mengingat keluarga Farensa yang begitu baik padanya, membuat Affan merasa memiliki peluang. Dia jadi berpikir untuk membawa saja keluarganya ke rumah Farensa dengan tujuan silaturahmi. Affan yakin Farensa tidak akan berani mengusirnya seperti yang sudah-sudah.
"Papah mau mengunjungi keluarganya?" tanya Affan bersemangat.
Adam mengangguk yakin. "Boleeh, kapan? Mau sekalian lamaran?"
"Jangan, Pah," sahut Affan cepat. "Kita niatnya silaturahmi aja dulu, soalnya Affan takut ditolak."
Adam langsung tertawa keras-keras. Begitu geli dirinya mendengar anaknya yang merasa tidak PD seperti itu.
"Hah, haduh, ternyata gadis itu juga sudah menghancurkan sifat PD-mu itu, ya?" gurau Adam di sela tawa.
Affan berdecak kesal, "Dia beda dari yang lain, pokoknya."
"Iya, iya, oke Papah tahu. Buktinya dari jaman SMP sampai sekarang kamu tidak bisa berpindah hati, iya kan?" godanya membuat wajah Affan memerah, bahkan sampai merambat ke telinganya.
"Ah sudah-sudah, lebih baik kamu simpan itu dan berikan pada waktu yang tepat. Papah mau nyamperin mamah kamu, nggak tahan lama-lama di sini lihatin wajah kamu yang merona." Adam beranjak berdiri meninggalkan Affan sambil menahan senyumnya.
Affan langsung melempar bantal ke arah pintu dengan cepat. Tak lama kemudian terdengar tawa papahnya yang begitu menggelegar di balkon depan kamarnya.
*****
Tbc,
![](https://img.wattpad.com/cover/201068976-288-k499468.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FARENSA
General Fiction"Jika bukan karena cinta, maka karena apa kedua insan bisa bersama? Kita mungkin bisa luput dari rencana manusia, tetapi tidak akan pernah bisa luput dari takdir-Nya." - Affan Farensa adalah anak dari seorang tukang becak yang memiliki rupa biasa-bi...