¤ Part 26 ( Masih Gagal ) ¤

456 57 14
                                    

Happy Reading 🐒

Rama POV

Panas hati gue panas!
Apakah ini yang dinamakan cobaan backstreet? liat pacar lagi uwu-uwuan sama orang lain, dan gue cuma nahan panas sambil liatin, asu.

"Ma, sorry..." cicit Fajar memegang pundak gue.

Gue menepis tanganya, "bodo ah!" lalu pergi meninggalkan kantin.

Gak kuat mata gue, astagfirullah Dista...
Gue gak tau sama diri gue sendiri, gue mencoba untuk tidak terlalu cemburu akan hal-hal itu karena gue yakinin dalam diri kalo Dista cuma punya gue, tapi, gak bisa, susah. Gue gak mau Dista jadi merasa terkekang pacaran sama gue, Gue gak mau gaya pacaran gue sama kaya Caca dan Deon, tapi sekali lagi, gue gak bisa.

Rasanya susah banget buat hilangin rasa cemburu itu. Gak suka kalo Dista deket sama cowok, terutama Galuh. Astaga, apa gue berlebihan? apa gue terlalu pecemburu? posesif? jika iya, tapi itu kenyataan, kenyataan bahwa Dista itu punya gue, punya gue!

Gue memutuskan untuk pergi ke gudang. Bolos satu mata pelajaran gak akan jadi masalah. Setelah masuk di gudang, gue memetik korek untuk menyalakan rokok. Iya, gue perokok, bahkan Fajar dan Deon tau. Tapi tenang, gue bukan perokok aktif, di saat-saat tertentu kaya gini gue baru ngerokok. Dan Dista belum tau, gue bukan gak mau bilang tapi mungkin nanti ada saat yang tepat untuk ungkapin ini.

Handphone gue berdering, dengan rokok yang masih menyelip di jari, gue mengambilnya. Ternyata Fajar, ah, gue terlalu berharap kalau itu Dista. Gue tolak panggilanya, gak mau diganggu. Fajar berkali-kali memanggil, tapi gue juga berkali kali menolak. Sepertinya Fajar pantang menyerah, buktinya dia masih menghubungi gue, bangsat, gue blok!

Setelah itu sunyi kembali mendatangi, tak lama kemudian berdering kembali, Deon, argh! bukan Dista! sadar, Ma, lo cuma pacar bayangan! hal yang sama terjadi pada Deon, gue blok! sekalian Caca juga, karena Deon dan Caca itu satu paket.

Sunyi kembali, hahaha, gue tertawa miris, Dista gak nelfon gue. Apa yang mengharapkan hubungan ini cuma gue aja? gue yang sayang sama Dista sedangkan dia enggak? Gue yang terlalu berharap sedangkan dia biasa aja?

Enggak! gue menepis semua yang ada difikiran gue sekarang. Gue percaya Dista beneran sayang sama gue. Dista butuh sosok gue, iya gue harus yakinin itu. Gue tau Dista itu sosok yang rapuh, gue gak boleh kecewain dia. Gue gak mau jadi orang yang buat dia sedih.

Waktu terus berjalan, dan gue malah ketiduran. Tahu-tahu sudah bel pulang. Niatnya bolos satu jam tapi malah kelabasan. Yaudah, apa boleh buat?

Gue keluar dari gudang, kembali ke kelas untuk mengambil tas. Saat tiba di kelas ternyata masih ada Fajar yang menunggu, dengan tas gue ditangannya.

"Lo darimana aja sih?!" sambarnya ketika kaki gue baru melangkah masuk.

"Bolos," jawab gue santai.

"Kok gak ngajak?!" marahnya, gue berdecak, malah ditanya kok gak ngajak, setres.

"Di telfon gak diangkat-angkat! mana nomor gue di blok! Caca sama Deon juga di blok! Lo kenapa sih?" Fajar masih sama, banyak omong. Gue tak menanggapi pertanyaannya, acuh saja.

"Lo ngerokok, Ma?!" Fajar menarik lengan baju gue.

"Apaan sih?!" kesal gue.

"Ada masalah apa, Ma? Cerita sama gue, jangan kaya gini."

Gue melirik Fajar malas, "gak penting."

Lalu keluar kelas untuk pulang, ternyata Dista menunggu di parkiran.

"Kok lama, tumben." Katanya dengan buku di tangan kiri.

"Hari ini gak usah les, lo pulang aja." Gue menaiki motor, Fajar dan Dista menatap gue bingung.

Somplak Couple!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang