"Apa yang terlihat oleh mata bukan berarti ia nyata.
Dan apa yang tak terlihat oleh mata, bukan berarti ia tak ada"🍁🍁🍁
Kemarin adalah masa lalu yang tak dapat diulang. Esok adalah masa depan yang belum pasti datang. Hari ini adalah hidup yang harus dijalani dengan hati yang lapang.
Masa lalu..
Mudah saja meninggalkan masa lalu jika waktu masih terus berputar. Namun, meninggalkan kenangan beserta luka yang menyertainya, apakah semudah itu?. Butuh usaha lebih meninggalkan kenanganan yang pernah terlaksana. Butuh air mata untuk menghapus luka yang tertinggal di pelupuk mata. Butuh hati yang lapang untuk memaafkan nyonya yang seharusnya menjadi tempat berbagi cerita. Entah mengapa aku tak bisa. Bahkan setelah sekian tahun lamanya. Luka masih menganga terasa begitu nyata, kala aku melihat sang nyonya di depan mata. Merindukan dekapan yang tak pernah kudapatkan. Hingga saat kulihat matanya, diam-diam hatiku memanggilnya "Ibu". Namun lidah terlalu kelu tuk mengatakannya. Dan ternyata, amarah masih menguasai sebagian dari diriku.
Lupakan masa lalu..
Mari beranjak menyelami hari ini. Dibawah teriknya mata hari, aku masih saja merindukan kehangatan dekapan dari sang nyonya. Aku yang menyuruh melupakan, tapi aku yang masih saja menceritakan. Dan itulah aku, Reksa, manusia bumi.
Hamparan rumput yang seharusnya hijau, menguning. Karena paparan sinar matahari yang terus menerus mengenainya. Aku duduk melepas lelah di sana. Mengusap keringat yang bercucuran di pelipis dengan punggung tangan sembari melihat yang lain masih saja berlatih dengan kerasnya. Terlihat dari kejauhan, dua orang perempuan menepi dari tengah lapangan. Satu perempuan masih berjalan dengan tegaknya. Lalu yang satu lagi mengoreksi bila ada salah dari gerakannya. Dan benar saja. Mereka tertawa bilamana sang perempuan yang berjalan ala tentara salah hitungan. Nampak bahagia, meski lelah terus saja menyapa. Setidaknya, itu yang dapat kusimpulkan dari mereka berdua. Entah dari mana asalnya. Yang kutahu, pakaiannya tak seperti pakaianku yang berarti ia bukan dari sekolahku.
Pritt..pritt..pritt..
Mendengar bunyi peluit tertiup, kami semua berbondong-bondong mengikuti sumber suara. Berkumpul di bawah teriknya matahari. Mengingatkanku pada suasana padang mahsyar yang diceritakan sang guru, tempat berkumpulnya semua umat manusia setelah bangkitnya manusia dari alam kuburnya. Menunggu gilirannya mendapat rekapan amal yang dilakukan selama hidup di dunia. Ada yang mengatakan bahwa bumi yang baru terbuat dari perak, sedang matahari berada tepat di atas kepala. Keringat yang bercucuran dapat menenggelamkan dirinya sendiri. Entah bagaimana panasnya suasana kala itu. Mengingat hal itu, bulu-bulu tangan di tubuhku berdiri. Seolah tak ingin merasakan apa yang tengah menggelayuti pikiranku saat itu. Ku langitkan doa, semoga aku, kau dan mereka semua mendapatkan perlindungan dari-Nya.
🍁🍁🍁
Senja datang. Mengantarkan mentari pada peraduannya. Melukis langit dengan awan jingganya. Seandainya aku bisa, aku ingin bertanya pada langit. Apa yang lebih ia sukai. Pagi dengan warna birunya, atau malam dengan kegelapannya?.
Aku berharap seseorang akan memberi jawabannya padaku. Semoga..
Lama kumemikirkan senja, hingga aku lupa jika hari ini, untuk pertama kalinya aku menatap sepasang bola matanya selekat itu. Di parkiran lapangan esok tadi. Ya..dia gadis yang selama satu minggu membersamai, tanpa tegur sapa, tanpa senyum, tanpa kata dan tanpa suara. Kupikir dia apatis. Tapi setelah kulihat matanya yang sayu, ada kehangatan di sana. Kehangatan yang terbalut lara. Jika mata adalah jendela hati, entah apa makna dari setiap kerlingan mata itu. Jika lara terbentuk oleh suatu alasan, entah apa alasan yang mendasarinya. Dan entah-entah lain muncul membersamai tanyaku saat menatap bola matanya. Hingga yang terakhir, entah mengapa kukatakan dalam hati ingin ku mengerti arti sayu matanya. Ingin ku tahu alasannya. Ingin kucabut akar yang menumbuhkan lara yang tergambar di matanya. Saat kutatap matanya, tawanya yang kulihat tadi, seolah ingin membungkam tangis yang ingin keluar dari pita suaranya.
"Tubuhmu menghalangi jalanku".
Saat itu, untuk pertama kalinya aku mendengar suaranya yang begitu tegas. Tapi ketegasan yang menutupi kelembutan"Dan jalanmu menghambat keingintahuanku".
"Apa yang ingin kau tahu?". Dengan penuh telisik ia bertanya padaku.
"Dirimu".
Ia tersenyum kecut. "Apa yang kau pikirkan tentangku, itulah diriku".
"Dan aku memikirkan matamu".
Ia langsung mengalihkan pandangannya. Membuatku semakin yakin bahwa lara yang singgah di matanya."Jangan menelisik bila hanya ingin mengusik".
"Justru karena itu, aku ingin mencari tahu. Setidaknya aku menemukan jawaban dari setiap pertanyaanku".
"Apa yang terlihat oleh mata bukan berarti ia nyata".
"Dan apa yang tak terlihat oleh mata, bukan berarti ia tak ada".
Ia kembali menatapku lekat. Tak ingin aku berbicara lebih lama lagi, ia bergegas pergi menerabasku begitu saja. Mengambil motornya dan menghampiri temannya yang tadi sempat memanggilnya " Hanin".Hanin..
Setidaknya aku tahu namamu hari ini. Walau tak benar tahu matamu terlukis. Namun suatu saat aku pasti tahu. Dan aku akan mencari tahu.
🍁🍁🍁
Orang bilang, mata adalah jendela hati yang tak pernah dusta
Bolehkah ku intip hatimu melalui mata?
Apa yang ada di sana
Siapa yang ada di sana
Dan..
Seberapa besar aku bisa singgah di dalam sana
Semakin ku intip matamu
Semakin ku tatap matamu
Semakin yakin aku percaya
Bahwa aku sedang jatuh cinta
Selasa, 15 Agustus 2017
Reksa.🍁🍁🍁
Apa kau pernah jatuh cinta?.
Saat itu, apa yang kau rasa?.
Apapun itu, semoga kau tetap bahagia.Senin, 31 Mei 2021
senjauni
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Persimpangan Jalan Pulang
RomanceSeperti sebuah jalan, begitulah hidup berjalan. Ada yang datang lalu pergi. Silih berganti