CH. 02| Second Meet

482 75 8
                                    

Sebenarnya baik Seokjin maupun Jungkook

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya baik Seokjin maupun Jungkook. Mereka berdua sudah tidak terkejut lagi akan pilihan Sena yang tidak ingin kuliah. Mereka hanya sempat berpikir bahwa itu tidak mungkin. Tidak mungkin adik perempuan satu-satunya ini tidak ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

Namun jika sudah seperti ini baik Seokjin maupun Jungkook─mau tidak mau harus percaya bahwa Sena benar-benar sudah yakin akan pilihannya.

Mereka juga tahu Sena itu tipe manusia yang malas berpikir, terlebih jika hal tersebut adalah sesuatu yang berat dan juga sulit. Jadi Sena hanya melakukan sesuatu yang ia senangi saja, tidak ribet, tidak sulit dan tidak bertele-tele. Hal itu sudah Seokjin lihat sejak Sena masih kecil, ketika disuruh menyelesaikan PR matematika saat SD, Sena merengek meminta untuk tidak memaksanya mengerjakan angka-angka konyol menurutnya, baginya angka-angka tersebut tidak ada gunanya dimasa depan. Hingga akhirnya Seokjin-lah yang menyogok Sena dengan es krim melon agar gadis itu mau menyelesaikan tugas sekolahnya.

Sementara jika dilihat dari sisi Jungkook, perangai Sena semakin menjadi-jadi ketika gadis itu minta dimasukkan ke kelas seni bela diri Taekwondo saat masih berada di bangku sekolah dasar. Hal itu membuat Jungkook semakin jengkel karena jika berkelahi dengannya Sena akan menerjang tubuh Jungkook sampai pria itu terjerembap, hingga akhirnya ayah juga memasukkan Jungkook ke kelas Taekwondo agar perkelahian mereka seimbang.

Terpaut jarak usia 3 tahun antara Jungkook dan Sena, membuat mereka seperti kucing dan anjing. Jadi Seokjin-lah yang selalu menengahi keduanya, anak-anak nakal keluarga Shin.

Gadis bersurai pendek itu masuk ke dalam kamar setelah pertengkaran kecilnya dengan Jungkook yang berakhir dengan Seokjin yang akan membeli susu pisang dan beberapa camilan untuk mereka. Sebenarnya Sena tidak pernah kekurangan hal-hal sederhana seperti itu, apalagi tentang makanan. Mereka selalu berkecukupan. Tapi Sena memang begitu, karena baginya sesuatu yang diberikan oleh saudara-saudaranya adalah hal yang sangat berharga. Jadi jika dihadapkan susu pisang yang dibeli ahjumma dengan susu pisang yang dibeli Jungkook, maka Sena akan memilih opsi kedua, milik Jungkook. Karena ada nilai tersendiri baginya, entahlah Seokjin pun tidak ingin ambil pusing karena begitulah adiknya. Mau bagaimana lagi.

Ia membanting tubuhnya ke atas ranjang bersamaan dengan pikiran yang terus diselimuti oleh reaksi Seokjin. Kakaknya itu terlihat kecewa, namun apa boleh buat. Sena tahu, Seokjin hanya berusaha untuk mengerti adiknya. Jadi pria itu tak banyak menuntut Sena.

Saat pikirannya terus mengawang di dalam kepala, sebuah ketukan pintu kamar pun terdengar. "Aku masuk."

Sena sudah bisa menebak siapa itu, lalu Sena segera menarik selimut, enggan untuk meladeni kakak keduanya yang menyebalkan.

"Kau tidur?" Tanya Jungkook saat pria itu sudah masuk ke dalam kamar Sena.

Tidak ada sahutan, Jungkook lantas duduk di bibir ranjang sembari memandangi Sena yang bergulung di dalam selimut.

"Yak, aku tahu kau berpura-pura tidur."

Sena hening, ia tetap tidak peduli.

Jungkook yang tidak sabaran lantas menarik selimut dan membuangnya ke lantai.

"Aishh! Kenapa tanganmu usil sekali. Kemarikan selimutku!" Ucap Sena jengkel. Ia menatap sebal pada Jungkook yang menatapnya serius.

"Apa menyenangkan bagimu hidup tanpa tujuan?"

"Mwo?"

"Jika kau perlu bantuan, aku akan membantumu mencari program studi yang sesuai dengan bidangmu. Asal kau mau kuliah." Saran Jungkook perhatian.

Namun sayang Sena terlalu malas dengan Jungkook. Karena Sena tahu Shin Jungkook sangat berbakat, bahkan ia di beri julukan golden oleh orang-orang terdekatnya termasuk ibu. Karena Jungkook bisa melakukan banyak hal. Jadi Sena pikir Jungkook tidak perlu peduli dengan apa yang Sena ingin lakukan. Cukuplah menjadi golden pada bidang yang selama ini ia kuasai tidak usah berusaha menjadi golden untuk menasihati orang lain.

"Bukan urusanmu." Jawab Sena ketus.

"Tentu saja urusanku, karena kau adikku." Sahut Jungkook tak terima.

"Ck! Tidak usah sok akrab."

"Yakk!"

Sena lantas berbaring lagi, menutup kedua telinganya dengan bantal. Ia tidak mau mendengarkan Jungkook.

Jungkook yang tidak punya pilihan karena kehabisan cara untuk lebih dekat dengan Sena lantas mengambil opsi yang menurutnya paling bisa membuat Sena lebih baik atau mungkin lebih jengkel dari ini, salah satunya dengan menggelitik tubuh gadis itu hingga ia menitikkan air mata karena menahan geli pada permukaan kulitnya.

"Yak! Shin Jungkook! Jang─" Sena tertawa geli namun hatinya kesal setengah mati. "Jangan ganggu aku! AAA... OPPA...!" Sena merengek dengan lantang agar Seokjin mendengar Jungkook yang tertawa karena penderitaannya.

"OPPA!!"

"Oppa di sini... Rasakan! Aku akan menggelitik perutmu sampai kau terpingkal-pingkal." Sahut Jungkook kelewat senang.

Sedari tadi mereka terus bermain dengan keusilan Jungkook. Seokjin yang mendengar kedua adiknya bergelut lagi lantas membuka tuas pintu kamar Sena.

Pria itu lantas menggeleng di ambang pintu, dengan helaan nafas maklum. Jungkook memang usil. "Shin Jungkook, hentikan itu." Perintah Seokjin tenang.

Merasa terpanggil, Jungkook lantas berhenti menggelitik perut Sena dengan air mata dan sisa tawanya yang tadi meledak. Ia pun mengelap sisa air mata dengan ujung kain lengan bajunya.

"Maaf Hyung." Ucapnya sembari membenahi tawanya yang semakin menipis.

Sementara Sena kehabisan tenaga untuk berhambur ke arah Seokjin mengadukan semua perlakuan Jungkook padanya.

"Sena-ya bangunlah, pizza-nya sudah datang." Ajak Seokjin pada kedua adiknya tersebut.

**

Seoul, 2020

Sepeda motor matic dengan seri yang masih terbilang baru, kira-kira lima tahun yang lalu tampak asyik menyusuri jalanan kota. Meski tampak usang kelihatannya namun kondisi sepeda motor tersebut masih bagus seperti saat pertama kali dibeli. Untung saja Seoul tidak punya permukaan jalan yang buruk apalagi bergelombang seperti jalan raya menuju rumah Yoongi beberapa tahun yang lalu. Beruntungnya dunia sudah berkembang dengan baik kendati Yoongi tidak berkembang sebaik itu.

Semilir angin menyapu permukaan wajah Yoongi yang semakin hari semakin manis saja, dengan pipi yang sedikit membulat, bibir tipis merah muda, tak lupa kulit wajahnya yang seputih salju. Tidak hanya sampai di situ, baru saja ahjumma janda tanpa anak—pelanggan setia Samore Chicken mengedipkan mata sembari tersipu malu dengan pipi semerah ceri saat Yoongi tersenyum nyaris membuat mata kecilnya tertutup, tatkala berterima kasih pada ahjumma yang baru saja memesan melalui delivery—tiga kotak ayam goreng dengan enam botol minuman bersoda. Mungkin ia akan berpesta.

"Ahjumma, masuklah. Nanti ayam gorengmu dingin." Suruh Yoongi pada ahjumma itu agar segera masuk ke dalam rumah dan berhenti menatapnya. "Melihat wajahku tidak akan membuatmu kenyang. Hanya jantungmu saja yang berdebar. Kalau begitu aku permisi." Pungkasnya. Lalu melangkahkan tungkai kaki yang tak pernah lelah itu untuk kembali bekerja, namun saat Yoongi baru saja berbalik pergelangan tangannya ditahan oleh ahjumma tadi, membuat Yoongi sedikit terkejut lalu menepis dengan kuat jemari ahjumma tersebut.

Hampir saja ahjumma itu jatuh ke permukaan lantai.

"O-oh, maafkan aku." Ahjumma itu pun tersadar dari tingkah lakunya yang membuat Yoongi terkejut. Pria itu bahkan langsung mematung karenanya.

Yoongi meneguk salivanya berkali-kali, jantungnya berpacu lebih cepat bukan karena dia jatuh cinta. Namun lebih rumit dan sulit dari itu. Rahangnya mengeras, mungkin jika dilihat dengan tidak teliti Yoongi tampak seperti sedang menahan amarah yang hendak meledak keluar.

Menyadari dengan teramat sadar ahjumma itu terus meminta maaf sembari berulang kali merendahkan tubuhnya, seperti seekor ayam hidup yang mematok makanan.

Yoongi bergeming, pria itu hanya tersenyum canggung lalu pergi begitu saja. Untuk meraih kesadarannya dengan persentase 100%—Yoongi pun menggeleng kilat agar kesadarannya naik sampai ke ubun-ubun. "Agresif sekali." Keluhnya.

Sejauh ini Yoongi baik-baik saja menjalani kehidupan yang cukup panjang menurutnya selama 24 tahun, kendati demikian sesungguhnya ia tak pernah benar-benar baik apa lagi sejak ia ditinggalkan. Kecuali paman Sa Daeho, satu-satunya keluarga yang dimiliki Yoongi saat ini. Kalau nenek, Yoongi sedikit sulit untuk menceritakan sosok paling berharga itu menurutnya, karena tepat satu tahun setelah ibu meninggalkan mereka, nenek harus dikremasi karena penyakit tua yang semakin memburuk dipicu oleh perasaan rindu dan juga bersalah yang mendalam pada putri semata wayang yang meninggalkan beliau dan juga Yoongi.

Ya, kini hanya ada paman Daeho yang membawanya hidup bersama. Paman Daeho bilang meski kakaknya yang merupakan ayah kandung Yoongi bersikap begitu buruk pada Yoongi dan ibunya, paman tidak ingin melupakan keponakannya itu. Mau berpisah bagaimana pun keluarga tetaplah keluarga, jadi tepat saat Yoongi hendak masuk SMA paman Daeho membawanya ke Seoul. Paman tinggal di sana seorang diri sembari membuka restoran ayam goreng.

Yoongi masih ingat beberapa tahun yang lalu tatkala sang paman pusing memikirkan salah satu karyawannya yang bertugas untuk mengantar pesanan online mendadak berhenti bekerja karena harus pindah keluar kota. Maka sebagai seseorang yang menumpang hidup, Yoongi sadar tak selamanya ia harus bergantung pada sang paman. Karena seharusnya paman sudah menikah di usia kepala tiga tapi paman malah membesarkan Yoongi seorang diri—bertanggung jawab sebagai ayah sekaligus ibu untuknya. Jadi Yoongi mengatakan bahwa ia membutuhkan uang saku alih-alih menawarkan diri untuk mengurangi beban paman.

Awalnya paman menolak karena Yoongi harus fokus pada sekolahnya dan mempersiapkan diri sejak dini untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun Yoongi meyakinkan paman bahwa ia tidak ingin melakukan apa pun, Yoongi hanya ingin membantu paman dan mengembangkan restoran ayam goreng ini meski ia hanya lulusan SMA. Jadi Yoongi sempat belajar memasak, ya... hitung-hitung menambah pengalaman. Mungkin suatu hari nanti ada yang menyukai masakannya dan ia hebat dalam bidang itu. Meski hingga kini tidak ada yang memujinya selain paman sembari mengatakan "kau pandai memasak tapi lebih baik fokus saja pada satu pekerjaan."

Sebenarnya Yoongi tahu paman hanya mengatakan itu untuk menghiburnya, namun bahasanya saja yang halus. Paman benar-benar tidak ingin Yoongi terluka meski hanya karena hal-hal kecil.

Terima kasih paman Daeho.

Setibanya Yoongi di Samore Chicken ia tampak takjub ketika mengedarkan pandangan ke seluruh sisi restoran, pelanggan mereka memenuhi meja serta kursi yang sempat kosong pagi tadi.

"Yoongi-ya," Panggil paman yang tampak sibuk dengan apron yang masih melekat pada tubuhnya.

Yoongi pun menghampiri paman Daeho, "Ya paman,"

"Tolong antarkan satu kotak ayam dan tiga botol soda ini ke Sky Village. Paman sudah kirimkan alamatnya. Ini, hati-hati ya." Ucap paman sembari memberikan pesanan tersebut pada Yoongi.

Yoongi pun mengangguk sembari tersenyum, "Aku pergi paman."

"Hati-hati!" Teriak paman Daeho saat Yoongi berjalan setengah berlari menuju sepeda motor.

Beberapa saat kemudian setelah melalui pemeriksaan pada gerbang utama untuk masuk ke dalam kawasan Sky Village, akhirnya Yoongi sampai di sebuah rumah yang tidak bisa disebut rumah biasa karena desain arsitekturnya mewah sekali. Fasad-nya saja unik dan bernilai estetika. Untuk masuk ke kawasan ini pun harus melewati pemeriksaan keamanan yang ketat.

"Oh, itu ayam gorengnya," Sahut salah seorang penghuni rumah. Ia pun membuka pintu lalu menerima ayam goreng tersebut yang sudah di bayar sebelumnya.

"Terima kasih." Ucap Yoongi saat pria yang menerima ayam goreng itu tersenyum manis sekali, mengalahkan senyum ahjumma agresif beberapa yang waktu lalu.

Sesaat Yoongi melirik arlojinya, hampir pukul tujuh malam, sepertinya ia harus bergegas kembali ke restoran. Pasti paman dan satu karyawan yang lain sedang butuh bantuan ekstra karena pelanggan ramai hari ini. Ia lantas melangkahkan tungkainya lebih besar agar segera pergi dari sana. Namun saat ia hendak turun dari undakan tangga rumah tersebut Yoongi menoleh selama satu detik ke arah wanita berambut pendek yang juga melewatinya dari arah berlawanan.

Jangan lupakan bahwa Yoongi juga sedikit cuek apalagi pada orang-orang yang tidak ia kenali. Kecuali orang-orang tersebut butuh bantuan atau dalam kesulitan. Yoongi tidak setega itu meski ia sendiri sering menjaga jarak agar tak bersentuhan dengan perempuan.

Namun hari ini sepertinya hari sial Yoongi.

"Tunggu!" Wanita bersurai pendek tadi merentangkan kedua tangannya ketika ia memutar arah dan menghadang jalan Yoongi.

Sontak saja Yoongi melonjak kaget karena jarak mereka sangat dekat nyaris menabrak tubuh gadis tersebut. "Oh astaga, hampir saja." Ucap Yoongi dengan suhu tubuh yang berubah menjadi dingin.

Gadis itu kini memperhatikan Yoongi dari ujung kepala sampai ujung kaki, sedikit menelengkan kepala untuk memperhatikan wajah Yoongi lamat-lamat. Sepertinya ia sedang berusaha mengingat sesuatu namun kotak memorinya terasa jauh sekali tertimbun di dalam sana.

Yoongi yang merasa tidak nyaman pun bergeser untuk menghindari gadis aneh menurutnya. Menghadang jalan orang yang tidak dikenal sembari memperhatikannya tidak sopan.

Namun belum dua langkah Yoongi menghindar tangannya lagi-lagi dicekal seperti perlakuan ahjumma tadi. Sial!

Yoongi lantas menepis dengan kuat namun tidak sampai membuat gadis itu bergeser dari posisinya, pijakannya kokoh sekali.

"Siapa kau?" Ketus Yoongi tak suka. Beberapa kali jakunnya tampak naik turun. Suhu tubuhnya tidak stabil. Yoongi benci situasi ini.

Tak segera menjawab, gadis itu bergeming sesaat dengan mata yang menyipit ragu lantas meminta maaf sembari menundukkan tubuhnya. Yang Yoongi tidak habis pikir kenapa ia harus bertemu dengan orang-orang aneh hari ini. Hari yang sial.

"Maaf." Ucapnya singkat lalu melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Yoongi yang termangu bingung.

**

"Ada apa dengan wajahmu?"

"Tidak, aku hanya ragu."

"Tentang?"

"Ada apa Sena Sayang?" Tanya salah seorang dari mereka yang langsung duduk di sebelah Sena seraya menangkup kedua pipi gadis bersurai pendek itu.

"Yak!" Salah satu dari mereka lantas menepis tangan pria berbibir tebal yang mereka kenal bernama Jimin.

"Jangan menyentuhnya." Titah pria berbibir kotak tersebut sembari bersiap akan baku hantam jika Jimin tidak mengindahkan ucapannya.

"Diamlah, aku harus memperhatikan Sena-ku." Lagi-lagi kedua tangan Jimin menangkup pipi Sena.

"Yakk!" Protes Taehyung.

"Aishh! Apa kalian tidak bisa diam?!" Ucap Sena sembari mendorong dua makhluk aneh di kedua sisinya, Sena mulai kesal berada ditengah-tengah Taehyung dan Jimin membuat separuh nyawanya hilang karena emosi.

Dua manusia alien itu lantas bergumam saling melempar umpatan dengan nada rendah membuat bibir mereka bergerak acak seperti bocah ingusan.

"Apa sesuatu mengganggu pikiranmu?" Tanya Taehyung.

"Apa ayam ini dari lelaki berhelm merah tadi?" Tanpa menjawab, Sena lantas balik bertanya.

Lalu Taehyung menjawab dengan anggukan pasti. "Ini kali pertama aku memesan di sana. Dilihat dari beberapa ulasan pelanggan sepertinya ayam goreng ini enak. Mau coba?" Tawar Taehyung.

Sena lantas menggeleng menolak karena bukan hal itu yang membuat ia berpikir setengah mati. Rasanya ia pernah bertemu lelaki itu. Tapi rentetan kejadian pertemuan mereka tidak ada di dalam kotak memorinya, atau mungkin masih terbenam? Entahlah.

Jimin pun berpindah dari tempat duduknya lalu duduk berhadapan dengan Taehyung dan juga Sena. "Jangan terlalu banyak berpikir Sena-ya, kau butuh tenaga untuk menerjang bedebah di sebelahmu." Ucap Jimin sembari meraih satu paha ayam dan memakannya.

"Kenapa? Dia berulah lagi?" Sena lantas membuka satu botol soda lalu meneguknya.

Jimin pun mengangguk dengan mulut penuh daging ayam.

"Apa? Aku tidak macam-macam. Jangan memfitnahku Ji.."

"Sena-ya kau harus tahu kemarin Taehyung membuang coffee latte pemberian gadis itu, tanpa rasa bersalah sama sekali. Benar-benar berhati dingin."

Aduan Jimin membuat Sena mengernyit tak habis pikir pada Taehyung. Tatapannya sangat mengintimidasi. Lalu Jimin kembali melanjutkan setelah meneguk soda miliknya, "Gadis itu menangis ketika Taehyung membuang coffee latte pemberiannya. Yak! Kalau kau tidak suka jangan langsung membuang begitu saja di depannya. Terima saja dulu lalu berikan padaku."

"Itu kulakukan agar dia tidak berharap, dan sadar bahwa aku tidak menyukainya." Taehyung membela diri lantas mengeluh merasakan sakit pada lengannya karena mendapat pukulan dari Sena.

"Sialan sekali! Benar-benar bedebah sinting!" Umpat Sena pada Taehyung dan terus memukul pria itu dengan keahlian yang dia punya. "Rasakan ini!"

"Yakyakyak, Sena-ya, sakit.. akh! Hentikan!" Taehyung lantas mengelak dengan berdiri menjauh dari Jimin dan Sena.

"Sini kupatahkan lehermu," Ucap Sena sembari menatap Taehyung sengit. "kalau tidak suka jangan menyakitinya dengan cara seperti itu! Apa tidak bisa bicara baik-baik. Kau ini! Waktu itu Na Hayoung, sekarang Choi Dara. Suatu saat kau akan tahu bagaimana rasanya ditolak dan dicampakkan."

"Yak! Kau berharap aku dicampakkan? Woah, kalian benar-benar teman yang jahat."

Jimin tidak peduli pada perdebatan dua orang sahabatnya itu ia terus memakan ayam goreng tersebut dengan lahap. Jimin memang gemar memancing, memancing keributan.

Sena lantas melempari Taehyung dengan bantal sofa yang ada di sebelahnya hingga pria itu berlari menjauh dari dua monyet amazon tersebut. []

Selasa, 19 Desember 2020

dare amore ; min yoongiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang