PART 7

110 36 0
                                    

Anatasya putri tampak berbeda pagi ini. Ana tidak seperti Ana yang biasa mereka lihat. Ana yang ramah, murah senyum dan biasa menyapa teman sekelas, adik kelas bahkan kakak kelas yang Ana kenal. Ana berbeda, Ana berubah.

"Na, hari ini kita jamkos dong." Kata Aulia wajahnya tampak senang. Ana tersenyum tipis menanggapinya dan memilih untuk segera duduk ditempatnya.

"Na, lo nggak apa-apa kan?" tanya Rara menghampiri Ana.

"Gue nggak apa-apa. Bisa tinggalin gue sendiri. Gue lagi pengen sendiri saat ini." Kata ana.

"Gue harap lo jangan berubah hanya karena Raka, na." Kata Aulia.

Ana terdiam. Ia sadar perubahan sikapnya sekarang membuat orang-orang yang berada didekatnya merasa kawatir.

"Ini sudah takdir dari Tuhan dan mau nggak mau lo harus terima, na." Rara menimpali.

"Gue butuh waktu untuk lupain peristiwa yang gue alami saat ini. Gue juga butuh waktu untuk ngelupain orang yang gue cinta selama ini dan kalian tahu rasa pertama itu susah untuk dilupain, kalau aja gue tahu kata-kata Raka waktu itu adalah kata-kata terakhir, mungkin gue bakal terus ada di samping dia, mungkin gue akan di sampingnya disaat-saat kematian Raka." Satu tetes membasahi pipi Ana. Tuhan sangat pandai merencanakan takdir manusia, menurutnya.

"Na, nggak usah diterusin. Kita ngerti perasaan lo." Kata Aulia tangannya mengusap bahu Ana yang bergetar mencoba menenangkan Ana.

"Kita selalu ada disamping lo." Kata Rara lalu ia memeluk kedua sahabatnya. Mereka saling menguatkan satu sama lain.

Sahabat mereka yang tidak pernah sama sekali mengalami kegalauan mengenai percintaan kini sangat terpukul, justru peristiwa yang Ana alami saat ini lebih berat dari pada permasalahan dua wanita yang menyukai satu lelaki.

Cepat kembali menjadi sahabat menyenangkan, Ana.

Suasana kantin ramai seperti biasa. Namun, yang membedakannya hanya di meja berisi enam orang ini, yang biasanya dipenuhi dengan aksi lawakan dan aksi ketawa-ketawa kini hanya hening, mungkin ini yang dinamakan sahabat sejati saat satu sahabatnya sedang terpuruk mereka akan merasa terpuruk juga.

"Umm...ra aul gue mau ke rooftop sebentar ya." Kata Ana.

Mereka semua menatap Ana membuat Ana sedikit gugup.

"Mau gue temenin?" tawar Rara.

"Nggak usah,makasih. Lo disini aja." Jawab Ana.

Ana pergi meninggalkan kantin dengan membawa minuman ditangannya. Mereka melihat punggung Ana yang mulai menjauh dengan tatapan sendu.

"Gue mau susul Ana." Suara bass seorang laki-laki membuat mereka menoleh ke arah sumber suara.

"Maaf Kak Jino biasanya kalau mood Ana lagi nggak baik dia nggak suka digangguin." Kata Rara.

"Gue nggak ada niat untuk gangguin dia, gue cuma mau beri bahu buat dia, apa salahnya." Kata Jino nadanya dingin hanya kepada Ana tidak. Hm.

"Yaudah, semoga nanti Ana nggak marah sama Kak Jino." Kata Rara.

Jino berjalan menuju arah rooftop. Sampai dipenghujung tangga Jino dapat melihat seorang perempuan yang berdiri di pagar pembatas rooftop. Jino kira Ana sedang menangis di rooftop ternyata salah, Ana sedang diam dan matanya tertuju pada pemandangan langit yang tampak cerah yang sayangnya tidak secerah hatinya sekarang.

ANASTORY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang