AUTHOR POV
Chaca memandangi langit malam yang bertabur bintang. Entah kenapa, langit hari ini jauh lebih indah dari hari-hari sebelumnya. Mulai langit sore yang tadi ia pandang bersama Jo, sampai langit malam dengan bayang-bayang Jo yang mulai memenuhi otaknya kembali.
Chaca terkekeh dengan fikirannya sendiri. Ia menghembuskan nafasnya dan kembali tersenyum. Entah apa yang terjadi dengan dirinya, tapi kata-kata Jo tadi sore sama sekali tidak bisa ia hilangkan dari benaknya.
"Duhhh... gila deh nih gue lama-lama," Chaca kembali terkekeh setelah mengucapkan kalimat tersebut. Rasanya ia ingin menahan bibirnya agar tidak kembali menampilkan sebuah senyuman, tapi apa dayanya ,karna entah magnet apa yang ada di wajah nya sehingga membuat tak mampu menghentikan senyum yang merekah diwajahnya.
"Woi! Udah gila lo ya?" Chaca tersentak, bukan hanya karna suara yang tiba-tiba muncul, tapi lebih kaget karna kehadiran sosok pemilik suara tersebut.
"Ngagetin aja lo jadi orang." Oceh Chaca pada Steve yang sudah duduk di sampingnya.
"Lagian ga jelas banget, malem-malem senyam senyum sendiri kaya orang gila." Steve mengikuti jejak Chaca, memandangi langit malam. Sedangkan kini Chaca memandang Steve sinis.
"Enak aja lo kalo ngomong." Chaca kembali tersenyum ketika kata-kata Jo kembali merasuki fikirannya. "Tapi gapapa deh, suka-suka lo mau ngomong apa, gue lagi seneng. Jadi ga mau marah-marah, Oke?"
Chaca melenggang masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Steve yang bingung sendiri. Steve mengernyit untuk kelakuan sahabatnya yang tidak biasanya begini.
******
CHACA POV
Malam yang indah. Mungkin?
Intinya, malam ini gue ngerasa diri gue mulai gila. Gila cuma karna kata-kata simple dari mulut Jo. Rasanya ada magnet yang narik kedua ujung bibir gue untuk selalu ke atas.
"Lo lagi kenapa deh Cha?"
Gue menghentikan aktivitas senyum-senyum ga jelas gue, dan menoleh ke Steve yang tau-taunya udah kembali ada di sebelah gue.
"Kenapa apanya?" tanya gue yang sebenernya pura-pura bego,wkwk.
"Itu senyum-senyum sendiri dari tadi, lagi seneng banget kayanya..."
"Iyalah." Gue reflek menutup mulut gue saat keceplosan kata-kata itu. Haduh, please banget, entah kenapa gue ga mau cerita ke Steve.
"Nahkan, kenapa tuh?"
"Kenapa apanya lagi sih, kan gue udah ngeiyain kalo gue lagi seneng."
"Ya ,makanya , kenapa senengnya?"
Gue mendelik saat melihat Steve yang memicingkan matanya kearah gue. Berasa diinterogasi kan guenya. Duh.
"Mmm..." Gue menahan nafas sebentar. Kenapa grogi nya jadi kelewatan gini coba.
"Emm amm emm aja, tinggal jawab aja kok susah." Gue melihat kearah Steve yang tau-taunya udah ngikutin gaya gue kalo lagi manyun. Ni anak kenapa coba? Hahah.
"Dih malah ketawa. Jawab lah cepetan." Gue tersenyum saat mendengar nada jengkel Steve. Lucu. Senyum gue makin melebar saat menemukan jawaban yang pas. "Kepo." Gue tertawa puas saat melenggang pergi meninggalkan Steve. Entah kenapa hari ini gue seneng banget, Hahah.
"Cha!" Gue menghentikan langkah gue yang udah mulai menaiki tangga. Suara Steve sekarang berubah jadi serius. Manusia apa bunglon sih ni orang?
Gue membalikan posisi badan gue dan menaikan alis kiri gue untuk merespon. Dan yang gue lihat malah Steve jadi kaya anak TK yang ketakutan dihukum. Bener-bener aneh deh ni anak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Friend Zone
Teen FictionIni terlalu sakit. Gue terlalu lemah. Dan gue mulai lelah. Bayangin lo jatuh cinta sama sahabat cowo lo sendiri Dan gue tau itu lagi booming banget di kalangan anak muda jaman sekarang. Tapi yang bikin lebih sakit itu tuh doi jatuh cintanya bukan s...