Baju piama berwarna biru langit dengan motif bulan dan bintang sudah melengkapi tubuh Rere dengan sempurna. Gadis itu baru saja keluar dari kamar kecil untuk menyikat giginya.
Malam sudah semakin larut, setelah makan malam bersama kedua orang tuanya. Rere memutuskan untuk pergi ke kamarnya dan berharap ia bisa tidur nyenyak malam ini.
Matanya belum terpejam, sesekali ia melirik ponselnya yang sepi. Tak ada notifikasi dari siapapun.
"Diran gak nyariin aku?" batinnya pelan.
Rere penasaran dengan keberadaan Diran sekarang, Diran seakan hilang ditelan oleh bumi. Tapi entah kenapa mengingat sosok Diran ada satu perasaan yang membuatnya jengkel.
"Kamu ke mana, sih!" Rere menggerutu kesal melihat room chat-nya dengan Diran. Diran sama sekali tidak memberi kabar kepadanya beberapa hari ini.
Mengingat sosok Diran, kepala Rere tiba-tiba saja sakit. Ada hal yang membuatnya tak kuasa mengingat kapan terakhir kali ia bertemu dengan Diran.
"Aw!" Rere merintih pelan seraya memegangi kepalanya. Gadis itu beranjak dan bermaksud pergi ke toilet.
Ia merasa aneh dengan dirinya sendiri, langkahnya tidak bisa ia kendalikan. Tiba-tiba saja gadis itu melangkah dan duduk di kursi belajarnya. Menatap buku kuno yang perlahan mengeluarkan cahaya biru.
"Gue gak mau baca, gue mau ke kamar mandi," ucapnya kesal.
Tanpa tersentuh oleh Rere buku itu terbuka lebar, perlahan cahaya itu menyelinap dan membuat kamar Rere menjadi terang. Rere benar-benar terkejut dengan beberapa cahaya yang menunjukan sosok terdekatnya.
Cahaya itu bagaikan infocus yang memperlihatkan video kebersamaan Rere dan beberapa orang disekitarnya. Yesica, Vandra, Lalita pun hadir di tampilan tersebut.
"Semua ini sudah direncakan Cerellia, perlahan kamu akan menyadarinya." Suara itu mengejutkan Rere. Rere tersentak dan menoleh ke arah sumber suara.
"S-siapa lo? Kenapa lo bisa masuk kamar gue?!" Rere mencoba menatap wajah lelaki dengan jubah hitam.
"Kamu tak perlu tau, nanti akan tiba saatnya. Ketika Damian memberitau soal ini kepada dirimu," jawab sosok itu.
Rere mengingat nama itu. "Damian? Gue mau tanya deh sama lo, Damian itu siapa? Dan kenapa di dalam buku ini ada yang namanya Damian?"
"Perlahan, nanti, cepat atau lambat kamu akan tahu." Cahaya itu masuk kembali ke dalam buku. Begitupun dengan sosok yang lengkap dengan jubah hitam tadi. Ia tiba-tiba saja menghilang dari kamar Rere.
Rere tak bisa berkata apa-apa, gadis itu hanya bisa memandangi buku yang tertutup rapat. Ia tak berani membuka buku itu, tapi rasa penasarannya memuncak dalam benaknya.
"Mending gue tidur deh, dari pada mikirin yang enggak-enggak," batinnya.
Rere memutuskan untuk kembali ke tempat tidurnya. Perlahan gadis itu memejamkan matanya seraya mencoba untuk tenang, agar dirinya bisa cepat berlabuh ke dalam mimpi.
•••
"Atlas!" Atlas menghentikan langkahnya menuju kantin. Ia menoleh lalu tersenyum ke arah sumber suara.
"Kenapa, Re?" tanya Atlas ketika Rere sudah berada di sampingnya.
"Gue mau nanya sesuatu sama lo, bukan nanya sih. Semacam cerita," ucapnya pelan.
Atlas mengerutkan dahinya. "Penting?"
Rere mengangguk pelan. "Penting buat kelangsungan hidup gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian [Selesai]
FantasyMasa lalu yang kelam membuat gadis berambut panjang lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya selalu menyendiri. Cerellia Agisna Mosse. Gadis yang selalu diam meski kerap kali menjadi bahan perundungan teman-teman di sekolahnya. Yes...