Rere membuka helm berwarna hitam dan coklat tersebut. Cepat-cepat ia berikan kepada Atlas, tanpa basa basi Rere meninggalkan Atlas sendirian di parkiran. Gadis itu berlari menuju koridor sekolah.
Rere memegangi dadanya yang sesak karena napasnya yang tak teratur akibat berlari, ia masih mengatur napasnya seraya berjalan maju menuju sosok Diran di sana.
“Diran.” Panggilan itu membuat Diran mengalihkan pandangannya. Sosok itu mendongak dan melihat Rere dengan heran.
“Kenapa?” tanya Diran dingin. Diran memerhatikan wajah milik gadis mungil tersebut. “Kok mata kamu sembab?”
“Aku gak papa, kebetulan lagi sakit mata aja,” jawab Rere berpura-pura tersenyum. Rere menatap wajah Diran dengan penuh harap. “Aku mau ngomong sama kamu,”
“Apa?” tanya Diran serius.
Rere sebenarnya ingin mengatakan sikap kedua orang tuanya sore kemarin. Mereka sama sekali tak menyetujui hubungan Rere dan Diran. Namun, sepertinya saat ini bukanlah saat yang tepat, lagi pula Rere masih yakin bahwa kedua orang tuanya pasti perlahan akan menyetujui mereka.
“Kok bengong? Kenapa?” Diran mengejutkan Rere.
Rere tersentak. Ia mengurungkan niatnya untuk mengatakan tentang sikap kedua orang tuanya kepada Diran. “Kamu udah sarapan belum?” Rere mencoba mengalihkan pembicaraan.
Diran menggelengkan kepalanya perlahan. “Belum.”
“Ya udah sarapan bareng, yuk!” Rere menggenggam lengan Diran dengan erat.
Diran menahan langkah Rere. “Tadi kamu mau ngomong apa? Kok kayanya penting banget sampe dateng pagi.”
“Em, a—aku, aku mau ngajak kamu sarapan makannya aku dateng pagi. Soal omongan yang tadi kayanya aku lupa deh mau ngomong apa,” jawab Rere.
Diran mengangguk, setelah itu mereka bergegas pergi menuju kantin dan mencari sarapan di sana.
•••
Atlas mengawasi kedua insan yang sedang bercanda ria di kantin sekolah. Tak ada yang bisa ia lakukan lagi selain itu, menjaga Rere dari kejauhan.
Atlas mengetahui siapa yang tengah berjalan menuju arahnya. Mereka adalah Yesica, Vandra dan juga Lalita. Atlas yakin bahwa tiga gadis pembawa onar tersebut ingin menjumpai dirinya.
“Atlas.” Yesica menghentikan pergerakan Atlas yang hendak pergi dari sana.
Atlas terdiam. “Apa?” tanyanya tanpa menoleh.
“Gue mau ngajakin kerja sama,” ucap Yesica seraya menghampiri sosok Atlas.
Atlas menoleh. Menatap wajah Yesica kebingungan. “Maksud lo?”
“Gue pengen lo bantuin gue ngehancurin hubungan Diran sama Rere, gue tau kok kalo lo suka sama Rere.” Yesica tersenyum licik ke arah Atlas.
Atlas tersenyum tipis. “Walaupun gue tau kalo Diran bukan orang baik. Dan gue sayang sama Rere, gue gak mau bikin dia sedih.”
Yesica tertawa. “Lo lebay banget sih, cupu tau gak sih lo.”
“Gue gak kaya lo yang bisanya nyakitin hati orang lain. Lo juga memperbudak orang demi kepuasan lo sendiri.” Ucapan Atlas membuat Yesica terdiam.
“Gue juga tau apa yang lo mau dari Rere, gue juga tau tujuan lo mau ngerusak hubungan mereka. Lo pasti mau bales dendam ‘kan sama Rere? Lo mau bikin Rere hancur, dan lo bisa dapetin Diran,” lanjut Atlas seraya menatap tajam wajah Yesica sebelum ia pergi.
Yesica hanya bisa mematung, ia memikirkan bagaimana bisa Atlas mengetahui rencananya.
“Dia bisa baca pikiran?” tanya Vandra.
Yesica menggelengkan kepalanya perlahan. “Gue gak tau, tapi bisa jadi.”
“Atau jangan-jangan ada yang bocorin ke Atlas,” sindir Vandra.
Lalita menoleh ke arah Vandra dan Yesica. Gadis itu sudah ditatap oleh dua pasang mata di hadapannya.
“Kalian nuduh gue?” tanya Lalita.
“Ya terus siapa lagi? Selama ini ‘kan lo ngejar-ngejar Atlas. Semua orang kalo udah cinta pasti buta,” jawab Vandra pedas.
“Lo jujur sama gue, lo bocorin semuanya ke Atlas?” tanya Yesica.
Lalita menggelengkan kepalanya ketakutan. “Enggak!”
“LO JUJUR SAMA GUE LITA!” Suara itu membuat semua orang yang berada di koridor dan kantin sekolah menoleh. Beberapa orang terdiam, banyak juga yang hanya sekedar melihat lalu melanjutkan aktivitasnya kembali.
Berbeda dengan Rere yang langsung berjalan menuju Yesica, Vandra dan Lalita.
Di sisi lain, Yesica masih memaki sosok Lalita yang terus menerus menunjukan ekspresi ketakutannya.
“KALO BUKAN LO SIAPA LAGI LITA!” Lengan Yesica hampir saja mengenai pipi Lalita. Seseorang telah menahan Yesica dengan cepat. Ia adalah Rere. Setelah tau Yesica tak berkutik Rere langsung menyingkirkan lengan Yesica.
“Apa-apaan sih lo, kenapa lo lindungin dia!” bentak Yesica kesal.
Rere hanya menggelengkan kepalanya perlahan. Entahlah, ada yang aneh di dalam dirinya. Tiba-tiba saja ia memiliki keberanian yang entah dari mana asalnya.
“Jangan sampe lo yang gue tampar,” ancam Yesica seraya menatap wajah Rere.
Tanpa satu katapun, Rere membawa Lalita pergi dari sana. Tak peduli dengan kata-kata kotor yang terus dilontarkan oleh Yesica kepada dirinya dan Lalita.
Lalita menepis cekalan Rere setelah mereka berada di meja yang ditempati oleh Diran dan Rere. “Apa sih lo, kenapa lo nolongin gue?”
“Lo gak papa, 'kan? Ada yang sakit gak?” tanya Rere peduli.
“Re, kenapa lo nolongin gue?” Lalita memeluk erat tubuh Rere.
Rere hanya bisa tersenyum seraya membalas pelukan itu. Gadis itupun bahkan tak tau jawaban dari pertanyaan Lalita, mengapa ia menolong Lalita?
“Udah-udah, lo jangan nangis.” Rere melepas pelukan Lalita. “Duduk sekarang.” Rere menyiapkan kursi untuk Lalita.
“Re, gue gak tau lagi harus ngomong apa sama lo. Gue bener-bener minta maaf sama lo dan gue juga mau bilang terima kasih sama lo,” ucap Lalita seraya menggenggam tangan Rere.
“Udah, gak papa, kok. Gue tau rasanya ditampar, jadi gue gak mau hal itu terjadi sama lo.” Rere tersenyum.
Diran tersenyum tipis. “Rere emang baik kok.” Diran merangkul tubuh mungil Rere.
“Cuma sayang, kamu itu bodoh sayang,” lanjutnya dalam hati.
Rere berharap Lalita akan berubah dan menjadi teman baiknya, ia tak tau harus berkata apa kepada dirinya sendiri selain berterima kasih karena telah memberikan kekuatan dan keberanian. Ia benar-benar bingung dengan perubahan mental yang terjadi pada dirinya.
•••
Salam sayang,
Riyana & Naylananay_
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian [Selesai]
FantasyMasa lalu yang kelam membuat gadis berambut panjang lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya selalu menyendiri. Cerellia Agisna Mosse. Gadis yang selalu diam meski kerap kali menjadi bahan perundungan teman-teman di sekolahnya. Yes...