11 : Pertemuan

41 7 0
                                    

Rere menghampiri Atlas dan Bundanya yang asik mengobrol. "Aku berangkat," ujar Rere pada Bunda kemudian langsung berjalan keluar.

"Aku pamit, Bunda." Atlas berlari menyusul Rere.

Bunda tersenyum di posisinya. Memperhatikan putri semata wayangnya.

"Kamu yakin soal Atlas?" Ayah berdiri di samping kanan Bunda.

Bunda mengangguk tanpa menatap suaminya itu. "Aku yakin, Atlas adalah orang itu."

Ayah ikut tersenyum kecil. Memeluk istrinya dari samping sembari memperhatikan putrinya dan Atlas.

•••

"Nanti kamu ke rumah, 'kan?"

Rere dan Diran duduk bersama di kantin. Di dekat stan penjual jus buah.

Diran yang sibuk memainkan ponselnya pun mendongak tersenyum. "Iya sayang, jadi."

"Tapi ada Atlas, gak papa?" Rere bertanya dengan perasaan takut.

Diran menghentikan aktivitasnya bermain game. Ditatapnya mata perempuan lugu di depannya itu. "Kenapa harus ada makhluk itu? Emang dia siapa kamu? Keluarga pun bukan, 'kan?"

Rere mengangguk kecil. "Iya, tapi Bunda yang minta dia buat hadir. Bunda sama Ayah itu udah sayang dan percaya banget sama Atlas," jelas Rere.

"Kamu gak nolak atau apa, gitu? Sengaja mau buat aku dibanding-bandingin sama cowok gak jelas itu?" Diran mulai tersulut emosi.

"Enggak gitu." Rere menyentuh tangan Diran. "Aku udah nolak, tapi Bunda kukuh. Dan Ayah pun dukung, jadi aku gak bisa apa-apa."

Diran membuang pandangannya ke arah lain. Pikirannya mulai kalut. "Kalau ada orang itu, gue gak akan bisa dengan mudah ambil kepercayaan mereka," batin Diran.

"Tapi aku bisa pastiin kalau Bunda dan Ayah gak akan bandingin kamu sama Atlas," ujar Rere membuat Diran menoleh padanya.

"Yakin?" Rere mengangguk membuat Diran mau tak mau harus tersenyum.

Tak jauh dari sana, Atlas duduk dengan buku di depannya. Sengaja ia bawa agar ia tak terlalu fokus untuk mengganggu Diran dan Rere.

"Atlas," ujar seseorang.

Atlas mendongak. Dilihatnya gadis bersurai panjang itu tengah tersenyum, berdiri di depannya dengan es coklat dalam genggamannya.

"Gue duduk di sini, ya?" Atlas mengangguk. Lalita diam memperhatikan Atlas yang sibuk membaca buku.

Siang itu, Lalita memisahkan diri dari Yesica juga Vandra saat melihat Atlas duduk sendirian di pojok kantin.

Lalita menoleh ke kanan, matanya menangkap gadis yang selalu di-bully-nya dan Yesica juga Vandra tengah tersenyum bersama dengan lelaki yang Yesica suka, Diran.

"Gue boleh tanya?"

Suara Atlas membuat Lalita mengalihkan pandangannya. Ia menatap Atlas yang masih bergelut dalam dunia bacaannya. "Iya boleh, tanya aja."

Atlas menutup bukunya, menatap lamat-lamat manik gadis di depannya itu. "Berapa lama lo bully Cerellia?"

Lalita mengerjapkan matanya berkali-kali. "Setahun yang lalu, mungkin," jawab Lalita.

"Kenapa?" Atlas sengaja meraih minuman coklat milik Lalita dan meneguk isinya.

Lalita kembali mengerjapkan matanya. Kali ini, mulutnya terbuka sedikit akibat terkejut. "Uhm ... gu-gue cuma nurut perintah Yesica," jawab Lalita, jujur.

"Kenapa?" Lagi. Hanya itu yang kini keluar dari mulut Atlas.

"Apanya?" Otak Lalita berhenti bekerja.

Damian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang