Kringggg ... kriiiingg ....
Bel istirahat berbunyi. Guru sudah meninggalkan ruangan dan murid mulai berlarian keluar.
"Re, kantin yuk!" Diran menghampiri Rere yang tengah merapikan alat tulisnya.
Rere mengangguk. "Ayo!" Tangannya melingkar di lengan Diran.
Atlas hanya diam di kelas, merasakan perutnya yang sedikit berdenyut. Ia berpikir itu karena perbuatan Diran tadi pagi.
"Itu akan hilang, jangan terlalu kau rasakan."
Suara itu kembali menghampiri telinganya. Dalam diam, Atlas mengangguk pelan.
"Atlas! Mau ikut, gak?"
Teriakan Rere dari pintu kelas membuat Atlas menoleh terkejut. Ia berdiri di sana, masih dengan tangan menggenggam tangan Diran.
Atlas melirik mata Diran sekilas sebelum akhirnya menggeleng tersenyum menatap Rere. "Duluan aja," jawab Atlas.
"Oke!" Rere menarik Diran menuruni tangga menuju kantin.
"Tumben gak ngintilin Rere, katanya pelindung." Yesica berjalan melewati Atlas yang duduk terdiam di kelas.
"Atlas." Vandra duduk di kursi depan Atlas dengan posisi badan menghadap lawan bicaranya. "Gue mau tanya."
Merasa aneh dengan tingkah perempuan di depannya itu, Atlas hanya menaikkan satu alisnya.
"Lo tau apa yang gue pikirin, gak?" tanya Vandra sedikit berbisik. Sedangkan Yesica berdiri di sebelahnya dengan tangan terlipat di depan dada.
Atlas mengerti apa yang terjadi. "Mana gue tau, emang gue peramal?" ketus Atlas.
"Atlas, gue pengen sesuatu, beliin dong," ujar Vandra lagi.
"Siapa lo, lo siapa gue." Atlas bangkit dari kursinya, bergerak meninggalkan kelas.
Yesica berlari dengan kotak pensil penuh di tangannya—siap menghantam kepala Atlas yang berjalan cepat di depannya.
"Eh lupa."
Bruk!
Atlas berbalik membuat Yesica tersungkur di lantai. Siswa-siswi yang masih di kelas, menghabiskan bekal makan siangnya langsung tertawa melihat itu.
Atlas berhenti dan menoleh pada Yesica yang masih terduduk. "Lo ngapain duduk di lantai? Mau ngepel? Pakai pel-pelan dong, jangan pakai rok mahal lo itu." Setelah mengatakan itu, Atlas mengambil uang dalam tasnya dan berlari pergi ke kantin dengan bibir tersenyum kecil menahan tawa.
"Ayo, gue bantu bangun, Yes." Vandra mencoba membantu gadis itu berdiri.
Setelah berdiri, Yesica menatap pintu tempat lelaki itu pergi. "Atlas! Gue bakalan buat lo sengsara setelah ini!"
Yesica berlari keluar kelas—diikuti Vandra di belakangnya yang siap mengekor ke mana saja.
•••
"Re, nanti malam keluar, yuk! Mau, gak?" Diran menggenggam tangan Rere.
Kini, sepasang insan itu duduk berhadapan di salah satu meja kantin. Seperti biasa, menikmati segelas jus kesukaan masing-masing.
"Aku belum bisa pastiin, aku harus izin sama Ayah dan Bunda dulu," jawab Rere.
Diran mengangguk. "Nanti, biar aku yang izin sama Ayah dan Bunda kamu. Pokoknya yang penting, jam delapan kamu udah siap di depan pagar rumah kamu, ya?"
Rere mengangguk tersenyum. Tak ada kata apa pun dalam kepalanya untuk menjawab perkataan Diran.
"Dan pastikan ...." Rere mengangkat kepalanya mendengar suara Diran yang kembali bicara. "Atlas gak tau," sambung Diran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian [Selesai]
FantasyMasa lalu yang kelam membuat gadis berambut panjang lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya selalu menyendiri. Cerellia Agisna Mosse. Gadis yang selalu diam meski kerap kali menjadi bahan perundungan teman-teman di sekolahnya. Yes...