Lelaki berjaket hitam tersebut tengah terdiam dalam lamunannya, satu per satu kejadian aneh mengisi kekosongan dalam pikirannya. Entah itu kejadian aneh yang menimpa dirinya ataupun rangkaian cara untuk melanjutkan misinya kepada kekasihnya.
"Gue baru inget, waktu itu tengah malem gue pernah kena serangan jantung mendadak, sebenernya ada apa sih?" Diran terus menerus bertanya soal kejadian aneh tersebut. Ia bahkan tidak bisa mengalihkan pikirannya sekarang.
"Hey!"
Diran tersentak. Lelaki itu menoleh, lalu melihat siapa yang datang dan mengejutkannya.
"Kaget ya kamu?" tanya Rere seraya tertawa kecil.
Diran hanya menghembuskan napasnya secara perlahan.
"Kenapa?" Rere kembali melontarkan pertanyaan kepada Diran. "Kamu marah ya sama aku? Karena aku lama? Atau tadi karena aku ngagetin kamu?"
Diran menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Ya udah yuk pulang, kamu udah selesai 'kan?"
"Tapi, kamu beneran gak marah sama aku? Kok kayanya muka kamu males gitu?" Rere memperhatikan hembusan napas Diran.
"Enggak Rere," jawab Diran singkat.
"Kok kamu beda? Ada apa? Kenapa? Lagi ada masalah? Cerita deh sama aku," ujar Rere.
"Aku gak papa Rere, aku baik-baik aja," ucap Diran.
"Terus kok kamu beda?" Rere terus menerus memberikan pertanyaan kepada Diran.
"Udah gak usah dipikirin, yuk kita pulang." Diran menggenggam jari jemari Rere.
"Serius?"
"Rere! Bisa gak sih nurut? Kamu mau aku tinggal?!"
Rere mengangguk ketakutan. Gadis itu baru pertama kalinya mendengar Diran semarah itu. Sosok Diran sudah berjalan di depan. Namun, Rere masih terdiam mematung.
"Re, cepet!"
Rere tersentak. Dengan cepat ia melangkah menuju sosok Diran.
•••
Diran melajukan motornya dengan cepat, selama perjalanan kedua pasangan tersebut tidak sama sekali membuka percakapan. Rere masih takut dengan Diran, begitupun Diran yang tak peduli dengan ketakutan Rere. Setelah beberapa menit kemudian, Diran menghentikan motornya di depan rumah Rere. Setelah membukakan helm Rere, Diran bermaksud untuk pergi dari sana.
Rere dan Diran masih diselimuti oleh keraguan untuk memulai percakapan. Diran masih terdiam seraya sibuk memutar posisi motornya. Rere yang tak mau diperlakukan seperti ini oleh Diran. Ia lebih memilih untuk menurunkan egonya.
"Ran," panggil Rere pelan.
Diran menoleh. "Apa?"
"Kamu gak mampir dulu?" tanya Rere yang sepertinya sadar bahwa Diran akan langsung pulang.
"Aku lagi capek, nanti aja ya," jawab Diran yang masih sibuk memutar motornya.
Di sisi lain, Bunda Rere memerhatikan mereka dari jendela. Sudut matanya tidak bisa dibohongi, siapa yang sedang memerhatikan Rere dan Diran dari tempat yang cukup jauh.
Bundanya menggerutu kesal. Mengapa Rere setega itu? Membiarkan Atlas pulang sendirian.
Setelah mendengar pintu rumahnya terbuka. Barulah Bunda Rere berjalan menghampiri anak semata wayangnya.
"Bunda mau ngomong sebentar," ucap Bunda Rere seraya menarik tangan Rere menuju sofa.
"Kenapa Bun?" tanya Rere bingung.
"Kenapa kamu pulang sama Diran?"
Rere membulatkan matanya, bahaya jika kedua orang tuanya tau bahwa Rere telah melupakan tugas Atlas.
"Em-At-Atlas udah pulang duluan, Rere ada remedial tadi," jawab Rere sedikit gugup.
"Kamu yakin?"
Rere semakin dibuat kacau dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Bundanya. "Yakin dong Bunda."
"Tapi, tadi Bunda liat dia lagi berdiri ngeliatin kamu sama Diran berduaan di depan rumah, kamu tau gak sih? Atlas itu orangnya bertanggung jawab, makannya Bunda minta Atlas buat jagain kamu," lirih Bunda Rere.
"Atlas ngawasin aku lagi? Nyebelin banget sih tuh orang," geram Rere.
"Harusnya kamu berterima kasih sama Atlas, dia selalu ada buat kamu, dia kurang sabar apa lagi sama kamu? Coba deh kamu bayangin, kalo Atlas capek dan dia ngundurin diri, terus siapa yang mau jagain kamu?" tanya Bunda Rere.
"Diran."
"Bukan solusi terbaik. Dan bukan jawaban yang Bunda inginkan." Bunda Rere beranjak dari tempat duduknya. Ia sengaja meninggalkan Rere agar Rere bisa berpikir tentang kata-katanya tadi.
Benar saja, Rere masih terdiam. Memikirkan beberapa kata yang mengganggu pikirannya kali ini. "Ya terus? Bunda maunya aku sama Atlas terus? Ya gak mungkin lah, secara aku ini pacarnya Diran jadi aku lebih memilih Diran dari pada Atlas." Rere mencoba berbicara kepada dirinya sendiri.
"Atlas lo itu kenapa sih! Selalu bikin masalah baru dalam hidup gue, kenapa lo hasut Bunda sama Ayah gue sih." Rere menggerutu kesal.
Gadis itu berjalan menuju kamarnya. Terasa lelah hari ini, ia pun turut memikirkan perubahan sikap Diran kepada dirinya tadi.
Setelah memastikan bahwa tubuhnya sudah berada di atas kasur, Rere meraih ponselnya.
Cerrelia
Ran, kamu udah sampe rumah?Tak ada balasan dari Diran. Rere mengetahui bahwa Diran tengah membuka ponselnya. Terlihat tanda online di bawah profilnya. Namun, mengapa Diran tak menjawab pesannya kali ini? Apa mungkin Diran benar-benar lelah?
Sudut matanya melihat ada cahaya biru di dekat buku kuno yang terletak di atas meja belajarnya. Namun, setelah Rere menatap buku tersebut dengan jelas cahaya itu tak ada, hilang dan entah ke mana.
"Apa perasaan gue doang ya?" tanya Rere kepada dirinya sendiri.
"Tapi, gue penasaran." Rere mencoba menyakinkan hatinya, apakah ia harus melihat buku tersebut atau tidak.
Rere mulai bermain dengan pikirannya. Ia mengingat terakhir kali ia menyimpan buku tersebut. Tepatnya di bawah kasur, lalu mengapa buku itu ada di sana sekarang? Apa seseorang sudah membacanya?
"Gue baru inget, terakhir gue taro buku itu 'kan di bawah kasur. Kok tiba-tiba ada di sana?" Rere bertanya di dalam hati.
"Apa jangan-jangan bunda liat? Atau mungkin Ayah?" Rere masih berada di posisi rebahannya. Gadis itu tampak malas untuk membuka buku aneh tersebut.
"Lagian juga itu buku gak ada apa-apanya. Tulisan kuno semua, cuma ada dua nama dan gak penting," ucapnya seraya mencoba melupakan hal-hal yang ada di pikirannya. Namun, semakin ia ingin melupakan semakin pula bayangan buku itu terlihat jelas di pikirannya.
Rere menggerutu kesal. "Arghh! Apa-apaan sih! Pergi lo! Gue gak mau mikirin lo." Rere mencoba untuk beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil buku tersebut. Namun, tubuh Rere sepertinya tak membiarkan Rere pergi begitu saja, Rere mencoba mengalihkan pikirannya dari buku tersebut. Namun, perlahan tubuhnya mulai melemas, matanya perlahan menjadi lebih tenang dan gadis mungil itupun terlelap walaupun kacamatanya masih menempel di sana.
Atlas baru saja membuat Rere mengalihkan pikirannya. Dilihatnya gadis secantik Rere, ia tersenyum seakan bahagia ketika melihat wajah Rere yang sedang terlelap.
"Kamu, tetep cantik Re. Maaf ya, aku sudah mengganggu pikiranmu," ucap Atlas sebelum menghilang.
Rere tampak seperti orang yang memang kelelahan. Gadis itu, tertidur dengan pulas. Hal itu terjadi karena Atlas mengerti apa yang sedang Rere butuhkan.
•••
Salam sayang,
Riyana & Naylananay_
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian [Selesai]
FantasyMasa lalu yang kelam membuat gadis berambut panjang lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya selalu menyendiri. Cerellia Agisna Mosse. Gadis yang selalu diam meski kerap kali menjadi bahan perundungan teman-teman di sekolahnya. Yes...