19 : " .... Ini masih permulaan, Damian."

42 3 0
                                    

Ting! Ting!

Bunyi sendok dan garpu yang beradu memecah keheningan ruang makan. Rere dan Atlas tengah asik menghabiskan makanan mereka dalam keheningan.

"Kalian diem-diem aja, gak mau ngomong gitu?" ujar Bunda yang gemas melihat tingkah dia anak muda di depannya itu.

Rere menoleh, dan berkata setelah menelan makanannya. "Bunda, lagi makan tuh gak boleh ngomong," jelas Rere.

"Itu kamu ngomong," potong Atlas tanpa menatap lawan bicaranya.

Rere menoleh. Sejenak ia terpaku atas pesona Atlas yang tak pernah terasa olehnya. Atlas tegap, garis wajahnya tegas, ia manis, dan ... tampan.

"Iya, aku tau kok aku punya badan tegap, garis muka tegas, aku manis, dan ...." Atlas mengangkat kepalanya. "Aku tampan," sambungnya kemudian tersenyum.

Rere membulatkan matanya. "GR banget!" Rere mengalihkan perhatiannya kembali pada makanan. "Gimana bisa dia tau yang gue pikirin?" batin Rere berteriak.

Atlas hanya tersenyum kemudian melanjutkan makannya. Di sisi lain, Bunda memandangi Atlas dengan tatapan rahasia. Hanya ia, dan Tuhan yang tahu apa yang sedang dipikirkannya.

"Damian." Wanita paruh baya itu membatin.

•••


Hari semakin larut, Atlas duduk di karpet bawah tempat tidurnya, melihat semua tugas sekolah yang harus ia kerjakan. Ingin hati rasanya ia menggunakan sihir agar tugas itu langsung selesai. Tapi, apa bisa?

"Lakukan untuk hal yang baik."

Atlas berhenti memikirkan itu saat mendengar suara seseorang yang sangat ia kenal di telinganya.

"Atlas, kamu harus jujur," ujar Atlas pada dirinya sendiri.

Atlas mulai mengerjakan tugas demi tugas selayaknya manusia pada umumnya. Menghitung, mengingat, dan lain sebagainya.

Drrrttt ... drrrttt ....

Ponselnya bergetar. Atlas meraih ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Membaca nama yang meneleponnya sekilas, kemudian menjawabnya.

"Ya?"

"Gue nunggu lo dari jam empat di kafe, dan lo gak datang." Terdengar nada marah di ujung sana.

Atlas memang sengaja tidak datang tadi, ia merasa akan ada hal yang tidak disukainya terjadi jika ia datang.

"Lupa," jawab Atlas.

Tuutt ... tuuttt ....

Atlas melempar ponselnya kembali pada tempatnya. Melupakan hal yang seharusnya terjadi itu. Lelaki itu kembali sibuk dengan tugas sekolahnya.

Tok ... tok ....

Atlas menoleh menatap pintu kamarnya yang tertutup. Ia segera bangkit dan keluar dari kamarnya-bergegas membuka pintu rumah.

Cklek

Mata Atlas terbuka lebar melihat siapa yang kini berdiri di hadapannya.

"Bunda nyuruh gue nganterin ini buat lo dari jam tujuh tadi, tapi malah macet di jalan, jadilah gue datang kemaleman," ujar gadis yang kini menyodorkan rantang makanan di hadapannya.

"Rere?" Atlas masih tak percaya siapa yang berdiri di depannya saat ini.

Rere tersenyum. "Sebenernya gue males anterin ini, tapi sebagai tanda terima kasih gue buat lo karena udah mau nenangin gue sore tadi, jadi gue anterin buat lo."

Damian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang