"Atlas!"
Lelaki jangkung itu menghentikan langkahnya begitu mendengar seseorang memanggilnya. Ia berbalik dan menemukan Rere berlari menghampirinya.
"Atlas, gue pulang sama Diran," ujar Rere langsung pada intinya.
"Ya udah, ngapain bilang? Biasanya langsung pergi," jawab Atlas kemudian melanjutkan jalannya menuju parkiran.
Rere mematung. Benar yang Atlas katakan. Mengapa ia izin pada lelaki itu? Ada apa dengannya hari ini.
"Re." Diran merangkul pundak Rere. "Ayo pulang, ngapain bengong di sini?"
"Ah, iya." Rere tersadar. "Ayo, pulang!" Rere menarik lengan Diran-membawanya keluar dari gedung sekolah.
Di sudut lain tak jauh dari sana, Yesica berdiri berdua dengan Vandra yang ada di sampingnya. Menatap benci gadis yang baru saja pergi bersama Diran, sosok yang dicintainya selama ini.
"Gue tau apa yang lo pikirkan." Seseorang berkata sambil terus berjalan melewati Yesica dan Vandra.
Orang itu berhenti dan menoleh. Berbalik dengan sebelah bibirnya terangkat. "Jangan sok berkuasa, karena lo sendiri gak akan bisa ngelakuin rencana lo tanpa orang lain, Yesica."
Setelah mengatakan itu, orang tersebut melanjutkan jalannya. Meninggalkan Yesica dan Vandra yang masih mematung di tempatnya.
"W-what?" Yesica masih tak percaya ini. Ia menatap Vandra yang tengah menatapnya. "Van, lo liat yang gue liat, 'kan?" Vandra mengangguk.
•••
Di atas motornya, dalam diam mata lelaki itu tak bisa berhenti menatap sepasang insan yang jauh melaju di depannya.
Drrrrttt
Dirasakan ponselnya bergetar. Atlas minggir-menghentikan motornya, menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya.
"Ya?"
"Bisa kita bicara?" Terdengar suara seseorang dari seberang sana.
Atlas terdiam. Ia masih berusaha mencerna dan membaca pikiran orang yang meneleponnya sekarang, namun nihil. Orang itu bisa menyembunyikan pikirannya.
"Gue anggap bisa. Jam empat sore di kafe dekat sekolah."
Tuuttt ... tuuutt
Sambungan itu terputus. Atlas masih tak habis pikir, bagaimana orang itu tidak bisa ia baca pikirannya? Apa karena jarak mereka yang terlalu jauh?
"Ah sudah, nanti lagi kau pikirkan itu, Atlas," ujar Atlas pada dirinya sendiri sebelum kembali melajukan motornya membelah keramaian.
"Terima kasih, mau mampir dulu?" Rere menyerahkan helm yang dipakainya pada Diran.
Diran menerima helm tersebut. "Nanti aja, salam aja buat Ayah sama Bunda kamu." Diran tersenyum memberi kehangatan hati seorang Cerellia Mosse.
"Ya udah, hati-hati di jalan," ujar Rere.
Diran mengangguk. "Aku duluan, daahh!"
"Daahh!"
Diran melaju keluar dari komplek perumahan Rere. Dan Rere masih berdiri di depan pagar rumahnya. Matanya bergerak ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan seseorang.
"Kok Atlas gak ada, ya?" gumam Rere.
Matanya masih terus bergerak ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan lelaki itu.
"Ngapain sih gue nyariin tuh orang." Rere berbalik, berjalan masuk ke rumahnya.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian [Selesai]
FantasyMasa lalu yang kelam membuat gadis berambut panjang lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya selalu menyendiri. Cerellia Agisna Mosse. Gadis yang selalu diam meski kerap kali menjadi bahan perundungan teman-teman di sekolahnya. Yes...