Part 9

22.4K 408 17
                                        

Naufal dan Mayang berjalan beriringan dengan tangan saling bertaut di koridor rumah sakit, mereka hendak menemui teman Naufal yang bekerja sebagai Dokter di sana.

Setelah sampai di depan pintu ruangan temannya, Naufal masuk tanpa mengetuk pintu masih dengan menggandeng Mayang.

Nampak seorang pria seumuran Naufal yang tengah duduk di balik meja dengan papan nama bertuliskan Dirgantara Ramadhani itu.

Pria itu mendongak saat merasa seseorang memasuki ruangannya tanpa mengetuk, dan mendapati temannya dan seorang gadis berseragam SMA di sampingnya.

Pria yang kerap disapa Dokter Dirga oleh para pasien dan rekan-rekan kerjanya itu menatap datar Naufal.

"Ada apa?"

"Senyum napa, Dir, pasien lo bisa kabur kalo lihat muka serem lo itu." Naufal duduk di kursi depan meja Dirga, diikuti Mayang yang duduk di samping kiri Naufal.

Dirga memutar bola matanya, "berhenti basa-basi."

Berdecak, Naufal menyerah dengan sifat to the point temannya itu.

"Oke, gue ke sini mau konsultasi gimana caranya biar kesayangan gue ini gak hamil," ucapnya sambil merangkul Mayang dan tersenyum lembut padanya.

Dirga masih dengan raut datarnya menjawab, "jangan ena-ena."

Kesal, Naufal merengut menatap Dirga, "tapi semalem udah, gue keluar di dalem."

Terpancar raut keterkejutan dari mata Dirga, walau wajahnya masih terlihat datar.

"Minum pil KB."

Ia menatap gadis di samping Naufal yang belum ia ketahui namanya. Gadis itu menunduk malu dengan percakapan dua pria itu yang terkesan blak-blakan.

Seakan tau arti tatapan Dirga, Naufal berkata, "ini Mayang, cewek gue, kesayangan gue, cintanya gue."

Mayang geli mendengar itu, ia mencubit lengan kiri Naufal dan membuat pria itu mengaduh sakit.

"SMA?" Dirga menatap Naufal dengan mengangkat satu alisnya.

Naufal mengangguk, "dia anaknya Bang Bima."

Dirga menatap Naufal dengan horror, kali ini raut datarnya hilang beberapa detik, namun setelah itu kembali muncul saat ia menggelengkan kepalanya.

Dirga memang mengenal kakak dari teman SMA-nya itu, pasalnya dulu ia sering berkunjung ke rumah Naufal bersama teman-temannya yang lain, dan tak jarang ia bertemu dengan Naufal dan gadis kecil yang saat ini sudah tumbuh menjadi gadis remaja cantik di samping Naufal itu.

"Lo gila," ujarnya.

Naufal terkekeh, "cinta bisa bikin orang jadi gila, bro," ia menatap Mayang dalam, kemudian mengecup punggung tangan Mayang yang kini bertaut dengan tangannya, membuat gadis itu tersipu.

"Beli pil KB di apotek, diminum rutin tiap abis begituan," ucap Dirga.

"Selain itu, bisa pakai cara lain?" tanya Naufal.

Dirga mengangguk, "pakai kondom, tapi kondom bisa bocor, resikonya bisa hamil. Kalo mau, bisa pasang alat kontrasepsi di rahim Mayang, tapi harus rutin cek ke Rumah Sakit dua bulan sekali."

Mayang yang mendengar itu diam saja. Sebenarnya ia tak mau melakukannya lagi, ia akan membicarakan ini pada Naufal nanti, cukup malam itu saja, jangan lagi. Sedangkan Naufal mengangguk-anggukkan kepala mendengar penjelasan Dirga. Ia tertarik untuk memasang alat kontrasepsi pada rahim Mayang untuk mencegah kehamilan.

Ia menoleh pada Mayang dan bertanya, "kamu mau kita pasang alat kontrasepsi gak?"

Mayang yang mendengar tawaran itu sontak menggeleng, "kita beli pil KB aja."

Baiklah, itu keputusan Mayang dan Naufal tak akan menolaknya. Ia berdiri menggandeng tangan kanan Mayang, kemudian menatap Dirga untuk pamit.

"Ya udah, gue pamit deh. Makasih, Dir. Lain kali mampir lah ke rumah Bang Bima, gue sekarang tinggal di sana."

Ah, pantas saja temannya itu bisa melakukannya dengan Mayang. Mereka tinggal serumah, dan Ayah si gadis yang sibuk itu pasti jarang di rumah, pasalnya Dirga tau jika Kakak dari Naufal itu adalah pengusaha properti yang sibuk.

"Sorry gue gak punya pilnya, jadi gak gue kasih, lo tau sendiri gue bukan bidangnya ngurus yang begituan."

Ya, Dirga memang Dokter, tapi spesialisnya adalah menangani organ dalam seperti paru-paru dan jantung.

Naufal mengangguk maklum, "santai, gue pergi dulu, bro. Jangan terlalu sibuk sama kerjaan sampe lupa cari jodoh!" kemudian ia tertawa terbahak dan keluar dari ruangan itu tanpa melihat tatapan kesal dari Dirga.

Mayang yang tangannya ditarik lembut oleh Naufal hanya bisa menahan tawa karena tak mau membuat teman Naufal yang ia tau bernama Dirga itu kesal.

Sesampainya di parkiran mobil, Naufal membukakan pintu penumpang bagian depan untuk Mayang, ia ingin bersikap romantis, namun Mayang malah menatapnya aneh.

"Alay deh,"

Mendengar itu membuat Naufal kesal, ia mencubit pipi Mayang yang masih berdiri di sampingnya itu.

"Bilang makasih kek, udah sana masuk."

Mayang terkekeh, kemudian ia masuk tanpa membalas ucapan Naufal.

Setelah itu, mobil mulai meninggalkan area parkir Rumah Sakit tempat Dirga bekerja.

"Kamu laper gak? Mau makan siang dulu?" tawar Naufal pada gadis di sebelahnya.

"Aku udah makan, tapi kalo kamu belum, ya, kita mampir makan dulu," jawab Mayang.

Naufal mengangguk, kemudian memberhentikan mobilnya di depan Rumah Makan padang.

Mereka pun memasuki Rumah Makan sederhana itu dan memesan untuk Naufal. Mayang mengambil duduk di tepi jendela, sengaja agar ia bisa melihat kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang di depan Rumah Makan itu.

Setelah selesai makan, Naufal meminum air putih dan tersedak saat mendengar ucapan Mayang.

"Cukup sekali yang semalem aja ya, Om, jangan lagi..."

Uhuk uhuk

Mayang menatap kasihan pada Naufal yang matanya sudah memerah dan mengeluarkan air mata karena tersedak.

Setelah cukup tenang, ia menatap Mayang dengan sorot mata tak terbaca, membuat gadis itu kembali berucap.

"Dosa, Om, sudah cukup aku melakukan kesalahan semalam, jangan lagi..."

Sebenarnya Naufal tak ingin munafik, ia sepertinya sudah menjadikan tubuh Mayang sebagai candu untuknya. Namun ia ingin menghargai keputusan Mayang, akhirnya ia pun mengangguk dengan tersenyum paksa.

"Kalo itu mau kamu, ya udah aku terima," jawabnya sambil mengusap lembut pipi gadis yang duduk di depannya.

Mayang berbinar senang karena Naufal menuruti keinginannya, "makasih ya, Om, dan maaf..." senyum itu menghilang di akhir dan diganti raut wajah tak enak.

"It's Ok, aku paham maksut kamu..." ucap Naufal menenangkan dan membuat Mayang menghembuskan nafasnya lega.

"Ayo aku antar kamu pulang, habis ini aku harus balik ke kafe, jadi gak bisa nemenin kamu," tambahnya dengan menyesal.

"Gak apa-apa, kan kamu kerja, cari uang."

Mayang memakluminya, memang ia tak berhak melarang Naufal, karena ia hanya keponakan sekaligus kekasih pria itu, bukan istrinya.

Mereka pun meninggalkan Rumah Makan itu dan menuju rumah Mayang untuk mengantar pujaan hati Naufal itu. Setelahnya, Naufal melajukan mobil menuju kafe tempat ia biasa bekerja mengontrol kafe dan semua cabangnya.

***

Thanks for reading, guys...
Vote+komen sak karepmu

(Senin, 25 Januari 2021)

Uncle And Love [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang