Semalam sudah Naufal menghabiskan waktu bersama Mayang. Selama itu ia habiskan hanya untuk matap wajah Mayang yang damai seperti tanpa masalah.
Mata indah gadis itu masih terpejam seolah enggan untuk membuka mata dan menghadapi kenyataan tentang kisah cintanya yang ternyata sangat memilukan.
Pria berusia 25 tahun itu mengusap pipi mayang dengan lembut seolah itu adalah benda rapuh yang harus dijaga, matanya menyorot sendu.
Ia masih tak siap jika harus kehilangan gadis itu. Gadisnya akan pergi, dan itu membuat hatinya sangat teriris.
Seolah merasa terganggu karena tangan Naufal, Mayang mulai membuka mata. Gadis itu mengerjapkan matanya dan menatap Naufal yang ada di depannya dengan raut tak terbaca.
Senyuman hangat muncul dari bibir tipis Naufal menyambut gadis itu di pagi harinya, namun senyum itu perlahan menjadi sendu saat gadis itu tidak membalasnya, melainkan hanya melontarkan tatapan datar.
Bibir Naufal bergetar, matanya memerah. Ia menahan perih yang menerjang dadanya, sakit, tapi ini adalah resiko yang harus ditanggung ketika sudah melakukan kesalahan itu.
"Selamat pagi..." Sapanya pada Mayang.
Gadis itu tidak menjawab, dia hanya melengos memalingkan wajah kemudian bangun dan berjalan menuju kamar mandi. Dia harus bersiap-siap karena harus berangkat beberapa jam lagi.
Naufal hanya bisa menatap punggung yang menjauh itu dengan sedih, batinnya menjerit menangis.
Ia sangat mengharapkan sambutan hangat Mayang di pagi harinya, seperti saat dulu ketika hubungan mereka masih sangat baik, namun sepertinya itu mustahil terjadi.
Karena kesalahannya dan kecerobohannya sendiri, dia harus menanggung semua rasa sakit ini. Berat rasanya, tapi memang harus seperti ini.
15 menit setelah itu, Mayang terlihat keluar dari kamar mandi. Ia menggosok rambutnya yang basah dengan handuk putih yang ia bawa.
Tanpa berbicara, Mayang segera mengambil koper yang ada di samping lemarinya.
"Sayang, tolong beritahu aku ke mana kamu akan pergi? Setidaknya aku bisa menghampiri kamu nanti saat aku rindu..."
Lagi dan lagi Naufal harus menelan kekecewaan karena Mayang sama sekali tidak meresponnya. Gadis itu seolah tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Naufal.
Naufal menunduk, ia menatap lantai dengan tatapan sendu. Sampai kapan Mayang harus mendiaminya seperti ini? Naufal merasa lebih baik jika Mayang mencacinya dan memukulnya, bukan mendiaminya seperti ini.
Setelah beres dengan kopernya, Mayang keluar dari kamar sambil membawa koper itu, meninggalkan Naufal yang masih duduk mematung menatap lantai.
Gadis remaja itu berjalan menuju ruang makan, dimana sang Ayah sudah duduk di sana sambil meminum kopinya dan membaca koran.
Setelah menyapa Ayahnya, gadis itu mengambil duduk tepat di hadapan Ayahnya. Ia mengambil roti di atas meja dan mengolesnya dengan selai kacang kesukaannya.
"Kamu ada rencana pulang berapa kali sebulan?" Tanya Ayahnya.
Gadis itu menggeleng. "Aku nggak bisa pulang dalam waktu singkat, Yah. Di sana kan jauh, aku juga pasti sibuk untuk mengurus tugasku nantinya."
"Kalau begitu, biar Ayah saja yang datang ke kamu. Nanti Ayah jenguk 2 bulan sekali. Maaf gak bisa sering-sering, kamu tahu sendiri Ayah sibuk kan?" Bima, Ayah dari gadis itu menatap anaknya dengan wajah penuh penyesalan.
Mayang tersenyum maklum, "nggak apa-apa, aku ngerti kok, Yah..."
Tak lama setelah itu Naufal datang dari lantai atas menuju ke meja makan. Ia mengambil duduk di sebelah Mayang dan makan tanpa banyak bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncle And Love [21+]
RandomWARNING! 21+ Menikah karena hutang budi, itu adalah yang selama ini ia jalani bersama Diva, istrinya. Tak ada cinta di antara keduanya, dan Naufal juga telah melabuhkan hatinya pada perempuan lain sejak lama. Walau begitu, ia dan istrinya tetap menj...