Part 8

25.7K 474 24
                                    

Jam menunjukkan pukul 4 subuh, matahari bahkan masih lama untuk menampakkan dirinya, namun Naufal dan Mayang telah mendahului sang mentari untuk terbangun.

Naufal memeluk Mayang yang tidur menghadapnya, sedangkan Mayang, gadis itu menenggelamkan wajahnya dalam pelukan nyaman pria yang telah merenggut keperawanannya semalam.

Jika dipikir-pikir, lucu sekali, seorang keponakan merelakan kesuciannya diambil oleh pamannya sendiri. Mayang tak habis pikir pada dirinya sendiri, entah apa yang merasukinya semalam. Ia yakin itu semua karena ia terlalu sering membaca cerita erotis di aplikasi membaca online bernama Wattpad, pasti!

Jika ditanya, apakah ia menyesalinya? Ya, ia menyesal, tapi semua sudah terjadi, maka ia hanya bisa pasrah mengikuti bagaimana takdir akan membawanya.

"Om..." panggilnya pelan.

"Hm."

Naufal hanya berdehem menanggapi panggilan Mayang, ia merasa sangat nyaman di posisi ini.

"Gimana kalo aku hamil?"

Dan pertanyaan itu sukses membuat Naufal mengeratkan pelukannya.

"Aku akan menikahi kamu, dan aku pastikan itu terjadi, cepat atau lambat."

Jawaban yang terlontar dari mulut Naufal membuat Mayang menggelengkan kepala, ia menjauhkan wajahnya dari dada bidang itu dan menatap sepasang mata hitam Naufal.

"Aku belum lulus sekolah, terlalu muda untuk hamil, dan aku keponakan Om Fal."

Naufal membalas tatapan mata itu, "kalo kamu belum siap, nanti kita konsultasi ke temen aku yang dokter, supaya kamu gak hamil. Untuk masalah aku adalah Om kamu, selagi kita gak punya ikatan darah, sangat besar kemungkinan kita bisa menikah."

Mayang tertegun melihat kesungguhan yang terpancar dari mata Naufal, ia tersenyum penuh haru, "aku tau, aku gak salah menaruh hati."

Dan Naufal menegang, "menaruh hati?"

Mayang menelusupkan kepalanya ke dada bidang Naufal lagi tanpa menjawab pertanyaan itu.

Tentu saja setelah mendengar perkataan Mayang tadi membuat Naufal merasakan kupu-kupu berterbangan di perutnya, ia merasa sangat bahagia, perasaannya terbalas setelah sekian lama. Ia mengeratkan pelukannya.

"Terus, Om gak apa-apa kan kalo aku sekarang lagi gak mengharapkan hamil anak Om?" Terdengar sangat hati-hati Mayang mengucapkannya, seolah takut menyakiti hati prianya.

Astaga, prianya? Yang benar saja.

Naufal mengecup puncak kepala Mayang dua kali, "aku juga akan berpikir berkali-kali untuk membuat kamu hamil di usia sedini ini, Yang, masih terlalu rentan. Aku yakin kalo aku memaksa, hal buruk bisa aja terjadi pada kamu dan calon anak kita."

Oh Tuhan, Mayang ingin menangis saat mendengarnya, ia benar-benar merasa beruntung karena Tuhan telah menghadirkan Naufal dalam hidupnya.

"Terima kasih," ucapnya parau menahan tangis, dan dibalas Naufal dengan kecupan-kecupan kecil pada puncak kepalanya.

Mengingat sesuatu, Naufal membuka pembicaraan lagi setelah keheningan yang lumayan lama.

"Kamu mungkin bakal kesakitan waktu jalan nanti, jadi cara jalan kamu bakal aneh,"

Mayang mengangguk, "aku tau."

"Supaya Ayahmu gak curiga, nanti setelah kamu pakai seragam, jangan keluar dari kamar mandi, ya. Kamu teriak yang keras, usahakan terdengar sampai bawah, pura-pura kesleo, nanti aku datengin kamu, terus aku gendong ke bawah."

Niat sekali Naufal menyusun rencana, ia sudah memikirkan apa yang harus dilakukan nanti. Dan Mayang menyetujuinya, apapun asal Ayahnya tak mencurigai mereka.

"Om Fal keluar gih, keburu Ayah bangun."

"Kamu ngusir aku?" Naufal memasang ekspresi seolah-olah tak terima akan tindakan Mayang.

Mayang terkekeh melihat ekspresi berlebihan itu, "udah ih sana!"

Naufal mendengus, kemudian ia beranjak dari ranjang itu. Setelah memakai pakaiannya lengkap, ia menghampiri Mayang dan membisikkan sesuatu.

"Mulai saat ini, kita sepasang kekasih, Sayang..."

Cup

Setelah mencuri kecupan di bibir Mayang, Naufal segera keluar tanpa melihat lagi wajah Mayang yang tengah bersemu.

***


Benar saja, Mayang melakukan rencana yang Naufal beri tau tadi, dan semua berjalan lancar seperti yang mereka inginkan. Sebelum itu ia juga sudah mengganti seprainya yang terdapat bercak darah dengan seprai baru di lemarinya.

Dan kini ia tengah berada di mobil sedang dalam perjalanan menuju sekolah dengan Naufal yang mengantarnya.

Gerbang sekolah Mayang mulai terlihat, kemudian Naufal menepikan mobilnya saat sampai.

"Aku sekolah dulu, Om," pamitnya penyalimi tangan sang paman yang merangkap sebagai kekasihnya itu.

Naufal meraih kepala Mayang sebelum kesayangannya itu turun, kemudian mengecup keningnya.

"Belajar yang bener, dan jangan kangenin aku, ya, nanti aku jemput."

Sontak saja pipi Mayang memerah, ia memukul pundak Naufal, "PD banget sih."

Naufal terbahak, ia mengacak poni Mayang, membuat Mayang menepis tangan itu kesal.

"Udah ah, bye..."

Brak

Naufal mengusap dadanya kaget karena Mayang menutup pintu mobilnya dengan keras, gadis-eh maksudnya wanita itu benar-benar ya.

Setelah Mayang tak nampak dari gerbang, ia melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu menuju kafe pusat miliknya, tempat ia biasa bekerja.

Mayang harus berjalan tertatih menuju kelasnya, dan sesampainya di sana, ia mendapati kelas masih sepi, hanya ada tiga orang di dalamnya, salah satunya adalah Samuel.

Laki-laki itu menghampiri Mayang yang baru saja duduk di bangkunya, kemudian ikut duduk di sebelah gadis itu.

"Kenapa jalan lo gitu?" tanyanya penasaran.

Bagaimana tidak? Ia melihat Mayang berjalan dengan susah payah seolah menahan sakit, bahkan gadis itu sudah berkeringat lumayan banyak padahal cuaca sedang mendung.

"Kesleo gue, jatoh di kamar mandi." Jawaban yang paling umum yang terlintas di kepala cantiknya.

"Kenapa harus pake kesleo, sih?!"

Mayang mengangkat alisnya heran, apa Samuel baru saja mengkhawatirkannya?

"Kenapa gak patah sekalian?!"

Oh lupakan pikiran tentang Samuel yang mengkhawatirkannya, laki-laki itu memang sangat menyebalkan.

"Psikopat lo anjir," kesal Mayang.

Samuel pun terbahak melihat ekspresi Mayang yang kesal terhadapnya. Ia memang suka sekali mengganggu Mayang, rasanya sangat seru mengingat gadis itu payah sekali dalam mengendalikan emosinya.

Temannya itu seperti buku yang terbuka. Ia akan mengamuk saat marah, menangis saat sedih, dan tertawa saat bahagia. Tak pernah sekalipun gadis itu berhasil menyembunyikan kesedihan yang ia alami, atau berpura-pura bahagia. Matanya selalu menggambarkan semuanya dengan jelas.

Hanya orang bodoh yang tak bisa membaca ekspresi Mayang, dan Samuel tau, Mayang tadi berbohong padanya. Ia tidak kesleo di kamar mandi, tapi Samuel juga tak bisa menebak apa yang sebenarnya membuat gadis itu kesusahan berjalan.

Biar saja Mayang merasa berhasil membohonginya, ia akan menunggu gadis itu agar lebih terbuka padanya nanti.

***

Thanks for reading, guys...
Vote+komen sak karepmu

(Rabu, 20 Januari 2021)

Uncle And Love [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang