Part 21

9.4K 314 49
                                    

Mayang menyantap makanan yang tersaji di depannya dengan hikmat, menghiraukan pria di seberangnya yang menatapnya dengan intens. Awalnya memang ia tak perduli, tapi lama-kelamaan ia merasa risih diperhatikan seperti itu, iapun menegur pria di depannya.

"Bang, makan lah, lihatin aku gak bikin Abang kenyang."

Pria berusia 20 tahun itu terkekeh kemudian kembali menyantap nasi goreng seafood yang dipesannya tadi.

Pagi tadi tepatnya jam 8, pria pemilik rumah kontrakan yang ditinggali Mayang itu tiba-tiba saja datang dan mengajak Mayang untuk keliling kota Palembang. Ia juga meminta gadis itu untuk bersikap tidak terlalu formal padanya dengan dalih ingin merasakan memiliki adik perempuan yang diidamkannya. Tidak keberatan, Mayangpun mengabulkan keinginan Abang ketemu gedenya itu.

Di sela suapannya, Kemas mengajak Mayang berbincang untuk lebih mengenal gadis menggemaskan itu.

"Kamu mulai PKL kapan, Dek?" Panggilan 'Dek' itu sedikit sok akrab bagi Mayang sebenarnya, tapi karena memang mereka harus berinteraksi lebih sering kedepannya, ia rasa ini adalah permulaan yang bagus.

Mayang mengalihkan pandangannya dari piring berisikan nasi pecel miliknya, "minggu depan seingetku."

Kemas mengernyit, "terus kenapa dateng ke sini awal banget? Nyiapin keperluannya gak akan selama itu kan harusnya?"

"Emang, cuma pengen minggat aja dari rumah." Jawab Mayang membenarkan.

"Kenapa? Ada masalah keluarga?" Dengan penasaran Kemas kembali bertanya. Tapi melihat respon Mayang yang hanya menggedikkan bahu acuh memperlihatkan bahwa gadis itu tak ingin membahasnya.

Dengan pengertian Kemas mengubah topik agar tak merasa canggung. "Teman kamu ada yang PKL di sini juga?"

Mayang menggeleng, "gak ada, cuma aku aja. Yang lain ya PKL di deket-deket sana, toh, guru les musik di sana gampang ditemuin sebenernya."

Sepiring nasi goreng seafood milik Kemas sudah tandas, ia meneguk jus alpukat miliknya.

"Terus kamu PKL di mana? Ngapain aja kira-kira?" Tanyanya lagi setelah membasahi tenggorokannya.

"Di Perumahan Citra Grand City ada tempat les musik gitu, aku bakal PKL di sana bantu-bantu pengajar."

"Jauh-jauh nyebrang pulau cuma buat bantu-bantu, Mayang, Mayang." Cibir Kemas sambil menggelengkan kepalanya heran.

"Kan biar koneksi makin luas juga, Bang, banyak kenalan, eksplorasi tempat-tempat baru." Timpal Mayang tak terima dicibir.

"Iya iya percaya."

Nampak sekali jika balasan Kemas iti hanya untuk mengejek Mayang, tapi karena sedang tak ingin ribut, Mayang lebih memilih menghabiskan makanannya yang tak habis-habis karena ia memesan porsi besar.

"Kamu cewek makannya kayak kuli. Banyak banget."

Lagi-lagi Mayang hanya melirik kesal pria di hadapannya itu, ia juga menggigit rempeyek dengan penuh perasaan seolah itu adalah tulang rusuk Kemas yang ingin dia hancurkan.

Setelah selesai dengan kegiatannya di rumah makan itu, Mayang dan Kemas melanjutkan kegiatan mereka berjalan-jalan keliling kota yang terkenal dengan olahan berbahan dasar ikan bernama pempek itu.

Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.13, rupanya mereka telah cukup lama berkeliling. Merekapun memutuskan untuk pulang dengan Kemas yang mengantarkan Mayang ke kontrakan. Sesampainya di sana, Mayang turun dan melambaikan tangannya pada Kemas yang tak ingin mampir karena masih ada urusan.

Ketika ia berbalik menuju pintu rumah, ia dikejutkan dengan kehadiran orang yang sama sekali tidak ia harapkan di sana.

Seorang pria bertubuh tegap tengah berdiri dengan mata merah menahan seluruh emosi yang dirasakannya. Rindu, bahagia, dan sedikit perasaan kecewa terbesit di benaknya.

Mayang masih diam terpaku saat pria itu melangkah mendekatinya dengan pelan dan kaki gemetar. Raut wajahnya benar-benar tak bisa ditebak, entah apa yang gadis itu rasakan saat ini. Tapi kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya.

Saat mereka sudah berhadapan, Mayang kira pria di depannya akan memeluknya sambil meluapkan kerinduan seperti yang dulu-dulu biasa dilakukannya, namun perkiraannya salah.

Naufal, pria itu bersimpuh sambil menyentuh kaki Mayang, membuat keponakan tirinya itu terkesiap dengan tindakan tak terduga itu.

Mayang meraih pundak Naufal dengan enggan, ia meminta pria itu untuk berdiri, namun ditolak dengan gelengan kecil dan senyum sendu.

"S-semua itu ternyata bohong, Sayang..."

Kalimat yang terlontar dengan suara serak itu membuat Mayang yang tadinya merasa muak dengan Naufal, sedikit tertarik untuk mendengar kelanjutannya. Apa yang bohong?

Merasa tak mendapat penolakan atas ucapannya, Naufal mulai menjelaskan semuanya.

"D-dia bohong, jalang itu b-bukan mengandung anakku..."

Terkejut, namun tak ingin langsung percaya, Mayang menyuruh Naufal bangkit dan mengajaknya masuk ke dalam untuk menjelaskan semuanya dan memberinya bukti.

Walau sebenci apapun, Mayang tetap tau Naufal pasti lelah, dan dia adalah tamunya sekarang, yang berarti ia harus menjamu pria itu dengan baik.

Setelah menyajikan segelas air dingin untuk Naufal, ia kembali meminta Naufal melanjutkan penjelasannya tadi.

"Aku bahkan gak pernah melakukannya dengan perempuan lain, Sayang..." Air mata kembali menetes dari kelopak pria itu, "...malam itu aku dijebak, dia membuatku seolah-olah sudah ngelakuin itu sama dia, padahal sama sekali enggak."

Mayang masih diam mendengarkan. Wajah itu nampak begitu menyedihkan dan tak terlihat kebohongan sedikitpun, tapi tetap Mayang tak ingin mempercayainya begitu saja setelah beberapa kali pria itu membohonginya. Ia perlu bukti yang benar-benar akurat.

"Malam saat dia jebak aku, dia bahkan sudah dalam kondisi mengandung, aku gak tau anak siapa itu. Tapi sudah pasti itu bukan anakku, Sayang, bukan." Tangan kekar itu gemetaran sambil mencoba melingkupi tangan mungil gadis yang duduk berhadapan dengannya itu.

Masih tak mendengar balasan dari Mayang, Naufal melepas tangan itu dan meraih ponsel di saku jaketnya dengan cepat. "A-aku telfon dia, ya? Biar dia yang jelasin semuanya, aku gak bohong, demi Tuhan."

Terdengar dering beberapa saat sebelum akhirnya orang di seberang sana mengangkat panggilan itu.

"Halo, Fal, ada apa? A-apa kamu mau menuntut aku? Aku...aku siap kalau kamu mau bawa ke jalur hukum, Fal, maafin aku, aku tau aku salah besar." Wanita di seberang sana bahkan tak membiarkan Naufal berbicara lebih dulu, namun kata-katanya itu sudah cukup membuktikan bahwa apa yang dikatakan Naufal tadi benar adanya.

"Fal? Hal-"

Tut

Mayang langsung merebut ponsel itu dan mematikan sambungan teleponnya. Ia berpindah duduk di sebelah kiri Naufal dan meraih tubuh kekar itu untuk memeluknya.

Seketika raungan tangis penuh rindu Naufal terdengar. "S-sayangku..."

Mayangpun ikut menangis, walau tak histeris, hanya air mata kerinduan yang mengalir. Ia merasa lega, hatinya tak lagi seperti tertimpa beton.

"Oh, cintaku... Hiks... Mayangku..."

Pundak keduanya sama-sama basah, tapi mereka tak mempermasalahkannya sama sekali.

"I miss you so bad, Mas."

"I miss you more, Sayang. Jangan tinggalin aku lagi..."

***

Thanks for reading, guys...
Kali ini gue maksa vote+komen, kalo gak rame gue gak lanjut :)

Btw, kisah mereka masih panjang.

(Kamis, 30 September 2021)

Uncle And Love [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang