Haaaaaallllloooooooo
Sorry banget belum sempet bales komen2 kalian.. tapi aku sudah baca semuaaa🥰
Makasih banget ya buat semua dukungan, doa, dan masukannya buat cerita ini🥺🥺🥺 terharu gaiss
Aku tunggu vote dan komen kaliann yaa...
Happy reading semuanya🍭
Adellia terbangun dari tidurnya kala mendengar suara adzan maghrib berkumandang.
Gadis itu keluar dari kamarnya dan langsung disambut dengan aroma ayam yang sedang diungkep dari arah dapur.
"Eh, ibuk sudah bangun. Saya ambilken wedang jahe bu?" Sambut seorang gadis yang nampak seumuran dengan Adellia.
Kedua alis Adellia beradu menatap gadis itu dari ujung kaki hingga kepala.
"Kamu siapa? Setau saya disini cuma ada suster Marni, suster Ika, sama mbok Nah." Tanya Adellia dengan mata memincing tak bersahabat.
Gadis berkepang dua itu tersenyum santun, meski Adellia seumuran dengannya.
"Saya Ning, bu. Anaknya mbok Nah. Simbok sedang sakit, jadi saya disini menggantikan tugas simbok memasak dan bersih-bersih."
"Sebelumnya saya juga sering kesini buk, bantu-bantu sambil main sama Dik Bulan."
Adellia mengangguk dan mendudukan dirinya di sebuah kursi kayu jati di ruang makan.
"Wedang jahenya bu?"
"Saya mau teh hangat." Jawab Adellia, Ning mengangguk.
"Kita bisa makan malam dulu, setelah itu kita balik ke Jakarta." Adellia menoleh kala mendengar suara Justin, pria itu berdiri tak jauh dari tempat Adellia duduk sambil menggendong Bulan yang masih merengek, meski hanya begitu lirih.
Gadis itu menatap Bulan yang nampak tak nyaman dengan tatapan tak terbaca tanpa menghiraukan perkataan Justin.
Kenapa hatinya bergetar seperti ini, ada rasa bersalah yang menyusup masuk begitu saja kala ia menatap Bulan.
Rasa bersalah karena telah memisahkan gadis kecil itu dengan satu-satunya orangtua yang gadis itu miliki.
Kenapa ia begitu jahat? Kenapa ia tega secara tidak langsung menyakiti gadis kecil yang sama sekali tak berdosa kepadanya?
Batin Adellia bergejolak hebat. Pikiran gadis itu dipenuhi banyak hal, perdebatan batin yang entah berujung atau tidak.
"Buk."
Adellia tersadar dari lamunannya kala pundaknya ditepuk oleh Ning.
"Tehnya buk, ndak baik buk melamun sore-sore."
Adellia tak menggubris, gadis itu menglihkan perhatiannya ke ponsel yang ia genggam.
Justin yang masih berdiri disana tentu tak tau dan tak merasakan apa yang sedang Adellia rasakan.
"Ning, masaknya sudah kan? Saya titip Bulan dulu."
"Nggih pak." Ning hendak mengambil alih Bulan dari gendongan Justin, namun..
"Pengasuh dia kemana? Kenapa Ning yang gendong?" Tanya Adellia mengintrupsi keduanya.
"Suster Marni sama Suster Ika hari ini izin pulang, beberapa hari kedepan Ning dan Mbok Nah yang akan merawat Bulan." Jawab Justin sebelum berlalu masuk ke kamar Bulan untuk mandi.
Adellia masih bertahan di tempat duduknya sambil mengamati Ning yang nampak begitu telaten menggendong dan menimang Bulan yang sedang rewel.
"Ma-ma"
"Weh, bukan.. ini mbak Ning, mamahnya Dik Bulan itu."
"Ma-ma" ulang Bulan sekali lagi sambil memeluk Ning, membuat gadis itu tak enak hati, karena entah sadar atau tidak, Adellia kini menatapnya tak suka.
"Nyuwun sewu buk, saya titip Dik Bulan ya.. saya kebelet." Ujar Ning beralibi.
Mau tak mau Adellia menerima Bulan dalam pangkuannya.
Aroma minyak telon yang khas meringsek masuk ke hidung Adellia, bayi delapan bulan itu nampak merengek kala melihat Ning menjauh.
"Ma-mamaa." Rengek Bulan.
Adellia berdiri dan untuk pertama kalinya ia menggendong Bulan dalam dekapannya.
Suhu badan Bulan yang hangat menempel di kulit Adellia, sentuhan antar kulit itu membuat jantung Adellia berdetak dua kali lebih cepat.
"Ma-mamaa.." Bulan kembali merengek.
Sedangkan Adellia kini mulai menimang bayi, mengayunkan tubuhnya perlahan hingga Bulan sedikit tenang.
"dia bukan mamamu, sekarang saya mamah kamu." Ujar Adellia lembut kala matanya dan Bulan saling menatap.
"Jangan panggil siapapun mamah kecuali saya." Imbuh Adellia dengan nada begitu lirih dan lembut penuh peringatan.
Tak jauh dari sana, Justin berdiri menatap Adellia dan mendengar perkataan Adellia pula.
Hati Justin luar biasa lega, beban di pundaknya seolah berkurang banyak.
"Dell.. ayo kita makan sekarang."
Adellia terlonjak kaget kala mendengar suara Justin, dengan terburu-buru ia menyerahkan Bulan pada Justin.
"Ning di belakang, dia titip--
Adellia menunjuk Bulan dengan dagunya, seolah tak ingin menyebut nama Bulan.
"Iya, terimakasih ya sudah mau menjaga Bulan." Tukas Justin tersenyum.
"Kita makan sekarang."
Justin mengangguk dan menuju ke ruang tamu, lalu menaruh Bulan di sebuah kasur khusus lalu kembali ke ruang makan.
"Saya makan di ruang tamu sambil menjaga Bulan." Ujar pria itu, Adellia tak menanggapi.
Gadis itu nampak cuek mengisi piringnya dengan nasi, sambal, ayam, sayur dan beberapa lauk lainnya lalu berjalan mendahului Justin ke ruang tamu.
"Kamu makan disini?" Tanya Justin tak percaya, ia tahu dan kenal betul Adellia. Istrinya itu adalah orang yang tergolong tertib dan tidak suka menghabiskan makanannya diluar meja makan.
"A-aku mau nonton TV."
Justin menaikan alisnya, pria berparas bule itu menatap Adellia aneh "sejak kapan kamu suka makan sambil nonton TV?"
Adellia tak menjawab, ia mulai fokus dengan makanannya selepas menghidupkan televisi.
Cut
Cut
Cut
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncle's Little Wife [END/COMPLETE]
ChickLitHIGH RANK #2 ON COMEDY 15/05/21 "Uncle jangan unboxing Adel ya? Janji?" Justin mengusap wajahnya kasar, risikonya menikah dengan anak kemarin sore. "Uncle nggak janji." Jawab Justin acuh tak acuh. Adel menatap horor Justin "Adel aduin ke daddy kalo...