2:[Kehangatan Meluap]

413 30 0
                                    

HAPPY READING!

MY FAV PET

___________________________

Neraka bagi anak nakal adalah datangnya hari senin. Menanti minggu yang panjang, plus pagi-nya dijemur panas-panasan membuat banyak dari mereka yang non-teladan pasti lebih memilih mengaburkan diri.

Jika diingat kembali, Ryan tak menyangka sendiri rasanya dengan perangainya yang kemarin.

Si playboy kelas buaya darat dan air serta merta udara, dengan ke badboy-an namun menyimpan segudang ilmu biologi, dan sang pejuang yang tak pernah lelah dalam mencari cinta sejak kecil-nya.

Itu dulu.

Semua orang sudah tidak menemukan lagi pribadi menyenangkan Ryan yang dulu, jiwa recehnya menguap tak bersisa. Bahkan, senyum manis yang selalu ditampilkan dalam aksi memangsa mendadak lenyap termakan waktu.

“Psst... Gil.”

Yang dipanggil tetap acuh, menunduk untuk menghalau panas ditengah ceramah panjang guru didepan.

“Gil. Gil. Gil.”

Dibanding orang dibelakang, Ryan tampak tenang dengan kepala tegap menghormati orang tua yang sedang memberi nasihat bagi anaknya.

Berpikir dengan pindah bisa terlepas dari duo kisruh, dihari yang sama mereka dipertemukan lagi dalam satu kelas. Menyebalkan, berharap hidupnya benar-benar tenang bak aliran perbukitan namun harus dikacaukan lagi oleh mereka.

“Gil! Woi, Gil!”

Sabar, Gilang. Sabar...

“Gil! Orgil!”

Kiprah kilat dia lakukan, menuruni topi orang dibelakangnya secara paksa hingga mulut tak ber-akhlak dihambat. Sudah jelas namanya Gilang, orang selalu memanggil dalam satu suku yakni 'Lang'

Namun, namanya laknat senang sekali memanggil dengan sebutan 'Gil'. Sudah tahu dia keki dengan panggilan itu, yang tadi malah diperjelaskan lagi.

“Lo Anggeboy!” Desis Gilang berapi-api, seiring kepala memutar kedepan tatapannya semakin nyalang saja.

Stefen yang berbaris disebelah Angga terkikik sendiri.

Angga melirik kesamping dengan delikan. “Puas lo ketawa, Stefen bin bath-up?!”

Stefen melotot, tak tanggung-tanggung menoser kepala Angga dengan kepal-nya. “Betul, ya. Enggak ada adab-nya, kau kutengok.” Nampaknya Angga tidak terima, balas toser pada bagian belakang kepala hingga topi yang ia kenakan miring. Tidak terima, Amar balas toser lagi.

“Dua-satu, njing. Enggak adil!” Protes Angga mendesis. Saling memberi bogem dikepala tak dapat dihindar.

“Stop, gue penutupan di lima sama. Lo bikin enam, ogeb. Hem, patut gue tambah, nih!”

Suara rusuh dibelakang menarik sedikit banyak perhatian. Gilang memutar kepala secara seratus delapan puluh derajat. “Jadi-jadi, Oiy. Dipanggil kedepan lagi baru tau flavour.” Mereka memang tidak ada kapoknya.

Pemberi sesajen didepan terus bersuara seiring mereka yang masih menghadiahi bogem dikepala. Sampai nada yang keluar dari sumber suara membosankan, berubah drastis hingga membuat syaraf tegang terhenyak seketika.

“Dua jagoan yang kemarin, Ibu ucapkan terima kasih karena sudah mau menjadi bagian ovice boy dihari senin ini, lagi dan lagi.”

Dua orang sumber perhatian ingin bertemu dengan lumpur leppindo agar ditenggelamkan ketika semua warga sekolah melirik kearah mereka.

Hanya Ryan satu-satunya orang tanpa menggerakkan badan atau bahkan memutar kepala barang sedikit saja. Perubahan berarti terjadi, hanya tampak pada kedipan mata.

•        •       •

“Amit-amit gue bau-nya, woi! Kebanyakan dosa, tuh, sampe segitu parahnya bau ion negatif yang keluar.”

“Terkutuklah bagi orang yang suka nembak dinding.”

Gilang terbahak. “Dih, Sialan. Makanya, dibilang tertib, ya, tertib! Kebanyakan cacing, sih.”

Ryan melirik sebentar, kemudian kembali menjatuhkan pandangan ke piring nasi goreng-nya. Berlagak bodo amat memang laku Ryan yang sekarang.

Wajah Stefen dan Angga masih merah, titik paling menonjol terdapat pada bagian hidung. Mereka dapat keluar dari ruangan mematikan saat bell istirahat pertama berbunyi.

“Enggak-enggak lagi, dah!” Bagus, penyesalan ini lah yang ditunggu.

Gilang terkikik mengejek, menyeruput es jeruknya ketika nasi uduk dipiring ludes dari piring.

“Eh, Yan!”

Ryan menengok sekilas ditengah potongan telur mata sapi.

Angga berbinar-binar, dia langsung mengeluarkan handphone sambil mengatiknya sebentar. “Ada cecan yang nanyain elo, loh!” Dipampangnya layar benda pipih yang dipenuhi wajah gadis berparas imut. “Gimana sama kriteria yang satu ini?” Tanyanya dengan nada semangat. Gadis kali ini, pasti berhasil membuat Ryan tertarik dengan mata bulat sempurna dan pipi tak terlalu ramping.

Hobi Angga sekarang adalah selalu menunjukkan foto-foto wanita dengan berbagai macam bentuk wajah. Tidak ada maksud lain, selain menarik Ryan dari jurang gelap yang sampai kini belum bisa dijamah.

Dia hanya ingin, Ryan yang dulu kembali. Meski harapannya tipis sekali untuk dikabulkan. 

Betul saja, jawaban lelaki pemilik dua hewan buas dirumah itu selalu sama. Menggeleng cuek lalu fokus pada kegiatan sendiri untuk mengalihkan.

“Oh, cewek itu! Anjir, imut-imut orangnya. Gemes pengen karungin!” Gilang ikutan menjadi umpan pancing.

“Sumpah, njir! Mana lugu-lugu unyu gitu, kan!” Angga membuat umpan makanan menjadi lebih menarik.

Stefen terkekeh kecil. Dia pendatang baru didalam pertemanan mereka, namun sudah paham pasti bahwa Angga dan Gilang ingin Ryan kembali pada pribadi yang dulu. Perjuangan hari-hari mereka yang tak kenal bosan, semakin memperkuat prediksi-nya bahwa dulu Ryan adalah sosok yang hangat.

'Tringgg! Istirahat pertama akan berakhir dalam lima menit lagi.'

Menaati kode, Ryan meligatkan gerakan menghabiskan makanan. Terakhir, meneguk air didalam gelas secara terburu-buru dan keluar dari meja. Dia paham betul lagak teman-teman nya yang pasti ingin kabur di jam matematika. Melangkah meninggalkan tidak akan membuatnya menyesal.

“Gue duluan.”

Dua kata tak bernada terlontar gamblang sebelum punggung tegap itu menghilang dari pintu kantin. Mereka yang tinggal serentak menghembuskan napas.

Ingin rasanya Gilang berteriak ‘SADAR, SIALAN OGEB BODOH!’ didepan kuping si Dingin itu sampai pecah gendang telinganya

“Sedih, ya?” Tanya Stefen ikut prihatin.

Angga mengangguk sambil menunduk. “Rasanya, gue kehilangan Ryan. Itu bukan Ryan yang pertama kali gue kenal.” Menjatuhkan kening pada meja kantin, mengepalkan tangan melampiaskan nyeri didada.

“Berharap kekonyolan bikin dia senyum lagi, tapi hasilnya tetap sama.” Ryan tetap pada wajah dingin dibalik hati murungnya meski mereka sudah melakukan hal pembangkit tawa setiap harinya.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

LANGSUNG DOUBLE UP?!😱

Hehe iya, dong. Khusus untuk readers baik hati yang setia dan pintar menabung.

Jangan lupa vote dan komen ya! 😈❤

My Fav PetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang