Happy Reading!
“Woi elah, Ryan! Apa yang terjadi kemarin? Sama siapa? Kedengarannya cewe!”
Menyangkut perempuan, memang Angga juara hebohnya. Sejak pagi, hingga jam sekolah habis ini tak bosannya lelaki itu bertanya menyangkut 'urusan'nya kemarin dan meminta penjelasan perkara suara perempuan.
Stefen menyeruput santai es jeruk digenggaman tangannya. Mereka berdua memang selalu heboh dan tak hentinya merecoki si Dingin.
“Positif thinking, Ga. Mungkin cheetah betinanya dipaksa ngomong. Kalo nggak mau bicara, diancam dibekuin ke kulkas.” Cetus Gilang yang mendapat tawa laknat dari Stefen.
“Lo, mah, positif thinking terus, anjir!”
“Ya, kan, ini gue bicara kemungkinan besar. Mungkin nggak, temen kita yang kek beruang kutub ini nyelametin cewe?”
Pletak!
Pak!
Ryan memandang mereka datar setelah menimpuk tanpa rasa bersalah. “Gue juga manusia, monyet-monyet empang.”
“Sadis, babiii!”
“Awas lo kagak cerita, bajigur!”
Tak memedulikan, Ryan berlari kecil untuk cepat sampai dimobil. Beda cerita kalau mereka dahulu yang sampai, tidak akan mau memisahkan tubuh yang nemplok bak cicak dibagian dindingnya.
Stefen ikut-ikutan mencicit kabur sebelum mobilnya juga ikut menjadi sasaran tumpangan. Ketika sudah jauh dari dua kang tumpang, Stefen berbalik, “Sa pamit mo pulang!” Melambai bahagia dan segera hilang diantara kendaraan roda dua dan empat.
“Ga?”
Angga asik dengan gerutuan sebal dan wajah cemberut, tangannya mengelus-elus pantat yang terasa masih panas akibat pukulan Ryan tadi. “Apa?” Katanya datar.
“Kita pulang naik apa?”
“Ya numpang, lah! Ada Ryan...” Otaknya mulai berjalan seiring mata berotasi melihat parkiran mobil. Tidak ada kendaraan Ryan lagi disana. Jalan satu-satunya, “Tenang, masih ada Setep.” Kata Angga tersenyum.
“T-tapi...”
Mereka berdua sama-sama menatap sebuah mobil yang baru saja menggelindingkan rodanya diperbatasan gerbang. Serentak saling menoleh.
“Kita jalan kaki, lagi.”
• • •
Ruangan serba putih ini sudah ramai orang didalam dengan berbagai macam jenis penyakit pasiennya. Namun, terasa semakin rusuh saja akibat orang yang sedang dirawat satu ini.
“Nya mau pulang. Nya nggak kenal kalian. Ini bukan kamar Nya!”
Ini ruangan apa? Mengapa ramai sekali? Berbanding terbalik dengan kamarnya yang sunyi dan sepi, kamar ini bahkan memiliki enam kasur. Dia salah satu penempatnya.
“Kamu sedang dirawat, Nak. Suster, telepon keluarganya sekarang.”
Sang dokter kewalahan menahan tubuh yang memberontak. Padahal ditangan kirinya sedang memakai infus, namun tak membuat berontak gadis itu melemah.
“Sonya nggak kenal kalian! Lepasin Nya!” Teriaknya bergetar. Matanya masih memancarkan takut namun seberusaha mungkin melancarkan niat ingin kabur.
Disisi yang lain, Ryan menambah laju lari ketika telepon terputus dari suster yang terdengar panik. Gadis itu... Sudah seenaknya masuk rumahnya, mencuri daging mentah dikulkas, masuk rumah sakit dan dibayarkan tanpa meminta imbalan, sekarang saat sudah siuman seenaknya berontak ingin kabur.
Tidak ada akhlak, tidak ada rasa syukur, tidak ada terima kasihnya. Ryan menjadi orang yang paling rugi disini.
Sesampai dikamar, dia objek yang paling menjadi sumber penglihatan semua pasang mata. Menatapnya tak sabaran agar pasien yang sedang teriak histeris bisa segera ditenangkan.
Tentu saja, pasian lain butuh istirahat. Namun, gadis itu membuat kekacauan yang membuat satu ruangan harus menahan kesal.
Ryan menaikkan kaki yang ingin turun, bukannya diam malah semakin berontak. Perubahan ekspresi mulai terlihat diwajah, keningnya mengkerut tidak senang.
“NYA NGGAK TAU KALIAN! LEPASIN!”
Pasien lain pasti terganggu ulah gadis ini. Tidak ada pilihan lain, cara ini tidak sia-sia dia coba ketika membuahkan hasil.
“Syuuut...”
Jemari kiri yang terdapat infus dia simpan didalam genggaman, sementara tangan kanannya mendekap tubuh mungil yang mulai tenang seiring dengan netra mereka yang kembali bertubrukan.
Dia serius mengatakan tidak ada niatan lain, kecuali mendiamkan tubuh bak cacing dengan racau suara sudah pasti mengganggu orang yang seharusnya butuh istirahat banyak.
• • •
To Be Continued! 🙌😗
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fav Pet
RomanceKehidupan yang Ryan jalani selama satu tahun ini berjalan mulus tanpa kendala. Monoton lebih tepatnya. Kegiatan rutinnya untuk melupakan 'gadis edelweiss, adalah bergelut dengan kucing-kucing baru peliharaannya. Bukan kucing oren atau kucing imut...