3:[Dia, Bisu?]

259 29 0
                                    

Happy Reading!

My Fav Pet

_______________________________

Matahari sedang berada tepat diatas kepala, seberapa tinggi suhu-nya tidak perlu ditanyakan lagi. Benar-benar membuat gerah ditubuh. Plus pelajaran yang menguras otak, rasanya ingin tenggelam didasar samudera saja demi mendapat kesejukan.

“Panas, Bego.” Deretan angka seakan membuat sakit mata, bulir-bulir kecil yang mulai bermunculan menambah siksa. Gilang membuka dua kancing teratas hingga kaos hitamnya kelihatan. “Rai, lo panas, kagak?”

Gilang selalu tidak sadar dengan panggilannya. Sebab ceplos barusan, hadiah bogem dilengan membuat spot disana kebas seketika. Meski sedang serius melihat guru didepan, tinjuan Ryan tetap terasa sampai ke tulang. “Sakit, hanjeng. Ya, maap. Maksud gue, lo panas enggak, Yan?” Segera memberi klarifikasi, agar wajah Ryan yang tegang berubah santai lagi.

Tak ada jawaban, Gilang menusuk tutup pena dilengan Ryan. “Yan.”

“Enggak! Sana lo cebur ke kolam ikan.”

Tidak bernada, tapi desisannya terasa tajam. Gilang sampai mengedip dua kali, kemudian melengos ke depan. Selain dingin dan irit bicara, sekalinya mengeluarkan dua tiga patah kata isinya hanya semburan pedas.

Perubahan Ryan yang sekarang acapkali membawa mereka pada masa lalu. Hanya dengan berkata, ‘Ngantuk.’ Dan lelaki itu dengan sangat peka sekali mengajak keluar dengan seribu macam alasan.

Suara cetakan terdengar secara tiba-tiba. Keras dan berdengung, hingga satu kelas dibuat terlonjak serentak.

“Gilang Pamungkas. Kamu kira ini lagi di warkop, huh?! Sudah melamun, baju dibuka. Hebat.” Oceh guru perempuan muda itu. Cantik, rambutnya hitam legam diberi model bob. Cardigan panjang jatuh sebetis dengan baju rajut didalamnya.

Tapi, cantik itu sirna karena kegalakan-nya. Gilang membasahkan bibir bawah menahan canggung dan takut. Guru honor itu tidak akan segan menyambit bokong murid lelaki dengan alat yang baru saja dia benturkan ke meja. Jalinan bambu.

“Maaf, Bu. Tadi panas.”

“Panas? Lalu bagaimana dengan teman-temanmu yang lain?!”

Cicitan dibalas suara cempreng. Gilang memasang  dua kancing baju-nya kembali.

“Lanjutkan yang saya jelaskan tadi. Cepat! Sekarang!”

“Baik, Bu!” Jawaban cepat langsung dia berikan, segera berdiri dan berjalan ke depan dengan harap-harap cemas. Dia tak tahu apa pun, penjelasan matematika bagai angin panas yang menembus gendang telinga kiri, menuju gendang telinga kanan, kemudian keluar lagi.

Sudah hampir sepuluh menit dia berdiri menghadap papan, belum ada satu angka pun yang ditulis ke papan dari tangannya sendiri.

Duo laknat Angga dan Amar terkikik diam-diam, ber-tos ria karena akhirnya Gilang dihukum juga. Tidak ada teman, pasti nelangsa sekali keluar sendirian.

“Tidak bisa? Keluar. Kamu dianggap bolos dari pelajaran saya.” Bu Nindya merampas spidol hitam dari tangan murid-nya kemudian diacungkan ke pintu.

“Eh. Tapi, Bu—”

“Ke-lu-ar.” Memberi toleransi bagi murid bandel sama saja menambah kekebalan kenakalan mereka.

Gigi-nya rapat dengan bibir menipis, pelotot tajam seakan ingin menggelindingkan bola mata keluar berhasil membuat Gilang bergidik takut. Memilih keluar adalah jalan terbaik, untuk memperpanjang nyawa-nya.

“Siapa yang bisa meneruskan?”

Semua terdiam. Angga dan Amar memasang mode palsu yakni menunduk sambil mencoret-moret kertas secara asal. Pandainya, dari depan mereka kelihatan serius sekali mencari jawaban.

“Ryan Putra, teruskan.” Murid bandel tadi tidak tahu apapun, maka teman sebangku-nya pun pasti sama saja. Entah pindahan sekolah mana, mungkin saja sebelumnya mereka ditendang dari sekolah lama karena kenakalan.

Namanya disebut, Ryan segera berdiri dari duduk santai. Melihat seringai bermain dimulut guru muda itu, menimbulkan kerutan sekilas tenggelam didahinya.

“Sama saja. Mau mencoba dulu, atau langsung keluar?” Dari baju saja, Ryan sudah minus karena tidak dimasukkan kedalam celana. “Baju keluar, tidak bisa melanjutkan. Kamu dianggap bolos di dua kali pertemuan.” Putus Bu Nindya tegas.

Berlaku acuh, Ryan mulai melanjutkan angka dipapan tulis. Lincah dan tidak ada keragu-raguan, berhasil membuat satu kelas terpelongo.

Bu Nindya terkejut, tapi apik sekali ditutupi dibalik wajah galaknya. Selesai, lelaki itu menyerahkan spidol masih dengan wajah lempeng seolah tak terjadi apapun. Tanpa permisi berarti, langsung berbalik dan berjalan menuju pintu. “Mau kemana, kamu?! Benar mau saya buat bolos?!”

Perempuan selalu ribet. Ryan berhenti sejenak, berbalik sambil melirik bajunya yang masih bebas diluar. Melihat guru muda itu terdiam, membuatnya kembali melanjutkan langkah keluar.

Meninggalkan hening kelas, dengan papan tulis yang hampir penuh karena coretan angkanya dengan jawaban dua cara. Sulit dan mudah.

Bu Nindya berdehem ketika penjelasannya masuk pada golongan sulit. Berjalan mendekat kearah meja-meja siswa hingga ketukan heels-nya mengalun didalam ruangan kelas.

Pertanyaan Bu Nindya membuat satu kelas meringis. Ternyata, guru galak bisa juga memberi pertanyaan yang jelas sudah tahu jawabannya.

“Siswa baru itu, bisu?”

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Jangan lupa klik bintang dan komen, ya!

Terima kasih 😇❤

My Fav PetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang