Ragil dan Bintang turun dari mobil mewah berwarna putih yang tadi menjemput mereka.
Kedua anak itu berjalan beriringan memasuki rumah besar berlantai 3.
Salah satu penjaga yang berdiri di depan pintu membuka pintu besar bercat putih gading agar kedua majikan kecilnya dapat memasuki rumah.
Berbeda dengan Bintang yang melengos masuk, Ragil memberikan senyumnya kepada penjaga itu tak lupa anak sepuluh tahun itu mengucapkan terimakasih yang langsung di sambut tundukan kepala tanda hormat oleh penjaga itu.
Sesampainya di dalam, senyum Ragil yang sempat bersarang lenyap seketika tak lupa kepalanya ia tundukan, tatkala netranya menangkap presensi Ketiga orang dewasa yang tengah menatapnya dan dua diantaranya menatap Ragil tajam dan sinis. Tubuh Ragil seolah membeku di tempat dan yang ia lakukan hanyalah meremas kedua tangannya yang gemetar.
"Ragil, nak terimakasih ya kamu sudah menjaga Bintang dengan baik." ucapan dari seseorang dengan nada lembut membuat Ragil memberanikan diri untuk mendongak.
Dan ketika melihat senyuman itu membuat Ragil sedikit banyaknya mulai merasa tenang dan ketakutan nya sedikit menghilang. Ragil tersenyum tipis membalas senyuman dari sosok perempuan cantik rambut sebahu yang memiliki sorot mata lembut itu.
"Tunggu apa lagi. Pergi!" tubuh Ragil berjengit kaget ketika suara Bass dari seorang pria paruh baya yang masih terlihat gagah di usia nya yang sudah menginjak kepala lima terdengar di rungunya.
Kepala Ragil semakin tertunduk bahkan sekarang bukan hanya tangan saja yang gemetar tetapi seluruh tubuhnya pun ikut gemetar. Mendengar suara itu membuat ketakutan Ragil yang sempat meluap kembali hadir bahkan lebih parah, peluh pun turut membasahi tubuh Ragil.
"Pergi sana, untuk apa masih diam di sana. Mengganggu pemandangan saja. Anak pungut." ucapan yang keluar dari pria lain disana membuat Ragil mengangguk kaku. Hatinya terasa sakit, ketika lagi-lagi statusnya kembali di ungkit. Ia dengan langkah pelan pergi dari ruang tamu meninggalkan ketiga orang dewasa yang menatap punggung kecilnya dengan tatapan berbeda.
"Mas, seharusnya kamu tidak perlu berkata seperti itu pada Ragil. Kasihan dia."
"Untuk apa kamu membela anak pungut itu, Dona. Lagipula apa yang di katakan Deri itu benar."
"ckk.. Jujur saja aku tidak pernah setuju Kayla mengadopsi anak pungut itu."
Sayup-sayup Ragil mendengar apa yang di katakan ketiga orang dewasa disana dan tanpa di sadari air mata mengalir di pelupuk mata Ragil. Dengan langkah cepat Ragil menaiki anak tangga menuju kamar seseorang yang sangat ia cintai dan sayangi.
Dan ketika dirinya sudah berada di depan pintu berwana putih gading, Ragil menghela nafasnya pelan lalu menyeka air mata yang membasahi pipinya. Menyunggingkan senyumnya kemudian mengatur mimik wajahnya agar sesenang mungkin. Dan setelah ia siap, bocah sepuluh tahun itu membuka pintu di depannya.
Pemandangan yang pertama kali Ragil lihat adalah punggung seorang wanita bersurai panjang nan indah yang di balut oleh sweater rajut berwarna coklat tengah sibuk mengoleskan cat air ke atas kanvas.
Senyum Ragil melengkung ketika melihat apa yang di lukis oleh wanita yang masih membelakanginya tanpa terusik sama sekali. Lukisan itu sangat sempurna dan menggambarkan sebuah keluarga kecil dengan dua anak laki-laki dan sepasang suami istri yang tengah tersenyum.
"Mama." panggil Ragil sambil memeluk wanita itu dari belakang, membuat wanita itu terkejut dan membalikkan tubuhnya ke belakang.
Wanita muda dengan paras cantik nan anggunnya mengembangkan senyum ketika memandang paras rupawan sang putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Son 2
General Fiction[BOOK 2] perjuangan yang sesungguhnya akan di mulai di sini. tentang bagaimana gigihnya Alaska membahagiakan Angkasanya. dan tentang bagaimana Angkasa ingin membuat Alaskanya Bangga. mereka adalah sepasang ayah dan anak yang saling menyayangi. meski...