Alaska berjalan tertatih menghampiri meja bagian administrasi dengan langkah ragu. Bibir dalamnya ia gigit melampiaskan rasa gugup saat ia sudah berdiri tepat di depan seorang wanita setengah baya di balik meja yang tengah memandangnya dengan senyuman amat ramah. Kendati, dapat Alaska lihat orang-orang di samping maupun di samping wanita itu menatap tak suka padanya dan sedikit beringsut menjauh. Ah.. Mungkin tampilannya yang tampak kucel, dengan pakaian basah serta luka dimana-mana membuat orang-orang enggan berdekatan dengannya. Alaska dapat memaklumi itu semua, ia juga tau dari sekian banyaknya orang yang menunjukan rasa tak sukanya ada segelintir orang yang kini menatapnya dengan tatapan prihatin. Ya.. Setidaknya Alaska bersyukur, masih banyak manusia di muka bumi ini yang memiliki hati yang baik.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"
Alaska tersadar dari pikirannya, ketika wanita setengah baya bername-tag 'Syarifah Aulia' membuka suara.
"I-iya," jawab Alaska gugup.
"Saya ingin membayar administrasi anak saya yang di rawat di ruang rawat anak," lanjut Alaska menjelaskan maksud ke datangannya.
Wanita itu-- Syarifah mengangguk paham, tangannya dengan cekatan mengotak-ngatik keyboard di depannya sembari mata yang di bingkai oleh kacamata itu fokus menatap layar komputer.
"Atas nama?"
"Angkasa Adhikara Daveno,"
"Baik,, tunggu sebentar ya,"
Alaska mengangguk membalas ucapan kelewat ramah tersebut. Mengabaikan rasa sakit yang mendera betis kanan serta punggungnya, Alaska tetap berdiri sembari menunggu. Hingga beberapa menit kemudian, Syarifah menjulurkan sebuah kertas berisi data diri yang harus Alaska isi.
"Tuan bisa mengisi data diri Tuan beserta Pasien disini," ujar Syarifah sembari memberikan pulpennya kepada Alaska yang tampak mematung di tempat dengan pendar mata yang terlihat begitu kebingungan. Ia mengedarkan pandangannya ke depan, dan tersenyum ramah ketika seorang ibu berpakaian mewah yang juga tengah mengurus administrasi menatap sinis ke arahnya. Perhatian Alaska kini kembali tertuju pada Syarifah yang masih setia memberikan senyuman terbaiknya.
"Apa ada kendala, Tuan?" Menyadari jika kerabat dari pasien yang di rawat di rumah sakit tempatnya bekerja yang nampak sekali bahwa lelaki tersebut tengah kebingungan. Syarifah pun berinisiatif untuk mengajukan tanya.
Dan benar saja saat ia bertanya, ia langsung mendapatkan sebuah anggukan. "Saya penyandang Disleksia," ucap Alaska tak enak hati karena tidak dapat mengisi formulir tersebut dan malah menyulitkan wanita ramah di depannya.
Syarifah--wanita berusia 30 tahun itu langsung paham ketika laki-laki muda di depannya memberikan sebuah alasan yang masuk akal. Maka dengan senang hati, Syarifah pun kembali mengambil formulir itu berikut pulpennya.
"Baiklah, biar saya saja yang mengisi. Anda hanya tinggal menjawab pertanyaan dari saya,"
Alaska mengangguk semangat. "terimakasih atas pengertiannya,"
Kepala Syarifah yang semula menunduk karena tengah membaca formulir di tangannya, refleks mendongak saat mendengar ucapan penuh ketulusan itu.
"Sama-sama," balasnya.
"Kalau begitu kita mulai dari data diri anda, Tuan. Kalau boleh tau nama Anda siapa?"
"Alaska," jawab Alaska cepat.
Syarifah yang hendak menuliskan nama Alaska terdiam sejenak, kepalanya kembali mendongak menatap wali pasien. "Nama panjangnya, Tuan?"
Alaska menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal, ia merasa kikuk di berikan pertanyaan tersebut. Meskipun pertanyaan itu terdengar sempele, tapi tidak bagi Alaska.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Son 2
General Fiction[BOOK 2] perjuangan yang sesungguhnya akan di mulai di sini. tentang bagaimana gigihnya Alaska membahagiakan Angkasanya. dan tentang bagaimana Angkasa ingin membuat Alaskanya Bangga. mereka adalah sepasang ayah dan anak yang saling menyayangi. meski...