Halaman Kelima

2.6K 402 91
                                    

Setelah mampir sebentar di warung kecil yang terletak di pinggir jalan guna membeli lauk untuk makan. Akhirnya Alaska dan Angkasa pun tiba di rumah aahh ralat, gubuk mereka yang terbuat dari kardus itu.

Alaska menurunkan tubuh Angkasa tepat di atas kardus yang selalu mereka jadikan tempat alas tidur. Menyeka keringat yang membasahi kening sang Putra, setelah itu Alaska pun mengecup pucuk kepala Angkasa penuh sayang.

"Ngantuk ga?" tanya Alaska kala menangkap mata sayu Angkasa yang terlihat seperti tengah menahan kantuk.

Angkasa menggeleng sembari mengucek kedua matanya. "Sekarang udah nggak 'kan tadi Kasa udah tidur di gendongan Papa." ujar Angkasa di sertai cengiran lebarnya.

Alaska tersenyum, ia mengusak-ngusak surai putranya menyalurkan rasa gemas ketika Angkasa bertingkah imut di depan matanya. Jangan lupakan mata sipit Angkasa yang tenggelam ketika tersenyum itu membuat kadar ke-uwuan Angkasa semakin meningkat saja. "Dasar." gumam Alaska pelan. Menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan tingkah Angkasa yang selalu menghiburnya meskipun Angkasa hanya melakukan hal kecil yang sejujurnya jika orang awam melihat tidak ada lucu-lucunya. Tapi bagi Alaska berbeda, apapun tingkah Angkasa selalu lucu di mata Alaska.

"Papa itu apa?." tanya Angkasa, berjalan mendekati Alaska yang tengah memasukan beras di dalam kantong kresek ke atas baskom plastik kecil.

"Beras, Kas." Alaska menjawab pertanyaan Retorik Angkasa dengan sabar.

Angkasa mengangguk paham, ia berjongkok di samping Alaska, tengah membuang batu-batu kecil yang tercampur dengan beras bawaannya.

"Kasa tau. Tapi, kenapa bisa Papa punya beras. Bukan nya stock beras kita udah abis ya Pa?." tanya Angkasa lagi.

Di sampingnya Alaska mengangguk. "Waktu Papa mengantar beras ke mobil pick up tiba-tiba berasnya jatuh ke lantai pasar, lalu sebagian isinya berhamburan keluar. Jadi Papa mengambilnya, lumayan 'kan meskipun beras ini kotor tapi kalo kita mencucinya dengan bersih ini masih bisa di jadikan makanan untuk kita." jelas Alaska.

"Pasti karena Om Roni lagi ya Pa?" pertanyaan dari Angkasa di balas dengan senyuman oleh Alaska. Dan tentu saja senyuman yang di berikan Alaska menjawab pertanyaan dari Angkasa.

Hah.. Angkasa kadang selalu tidak habis pikir, mengapa Om Roni itu selalu menunjukan kebenciannya pada Papanya. Bahkan tak segan-segan laki-laki seusia ayahnya itu memukuli Papanya dengan sengaja.

"Pa, aku kadang heran kenapa Om Roni selalu bertindak kasar sama Papa? Apa Papa melakukan kesalahan pada Om Roni?" tanya Angkasa yang tidak bisa lagi menyembunyikan rasa penasarannya dan lagi-lagi yang di dapat Angkasa dari Alaska hanyalah sebuah senyuman di ikuti usapan lembut di rambutnya.

"Tidak ada apa-apa. Sudah ya jangan di pikirin, Papa mau membersihkan berasnya dulu." ujar Alaska mengalihkan pembicaraan. Laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu berdiri sembari membawa baskom berisi beras yang sudah ia bersihkan dari batu-batu kecil.

Angkasa terdiam, menatap punggung tegap Alaska yang perlahan menjauh keluar dari gubuk itu. Ada binar sendu disana dan ada kesedihan yang melingkupi sepasang mata abu yang begitu indah milik Angkasa.

"Aku tau Papa menyembunyikan sesuatu dari aku." Batin Angkasa berucap.

Hingga perhatian Angkasa teralihkan pada kardus berisi kelinci yang bergoyang akibat gerakan kelinci miliknya.

Ia berjalan mendekati kardus itu dan memperhatikan bagaimana kelinci imut miliknya tengah berjalan memutari kardus tak lupa hidung mungil nya yang terlihat tengah mengendus. ahh.. Pasti kelincinya ini sangat lapar, pikir Angkasa. Karena seingatnya ia memberikan kelincinya makanan itu waktu malam, pantas saja jika sekarang kelinci pemberian mbak Sri itu tengah kelaparan.

"Ya ampun maafkan aku ya, sudah melupakan mu. Nahh.. Sebagai permintaan maaf ku. Nih, aku kasih wortel buat kamu." monolog Angkasa seraya memberikan wortel kepada kelincinya.

Senyum Angkasa terbit, tatkala melihat begitu lahap kelincinya itu makan. Tak lama kemudian Alaska yang sempat pergi untuk membersihkan beras kembali datang dengan senyuman yang senantiasa terpatri di paras rupawannya.

"Loh Kasa belum ganti baju?" tanya Alaska sembari mulai menghidupkan api di dalam tungku agar menyala, tak lupa ia pun memasukan beras yang sudah diisi air ke dalam wajan satu-satunya yang ia miliki untuk di masak.

Mendapat pertanyaan seperti itu Angkasa sontak menggeleng memperhatikan punggung tegap Alaska yang masih membelakanginya. Dapat ia lihat jejak warna merah yang tidak hilang dari kaos yang di kenakan Papanya membuat senyum sendu terukir di bibir Angkasa.

"Belum, papa juga belum ganti baju. Jadi nanti saja." mendengar jawaban yang keluar dari putranya, Alaska pun menoleh dengan senyuman indahnya yang tidak pernah hilang.

"Iya nanti Papa ganti baju, setelah api di dalam tungku menyala oke. Sekarang Kasa duluan ganti baju."

Angkasa dengan pasrah mengangguk, ia pun mulai melepas seragam putihnya dan mengambil sembarang kaos hitam lusuh miliknya yang berada tepat di sampingnya.

"Sudah."

"Celananya?" Alaska yang sedari tadi memperhatikan sang putra mengernyit bingung.

"nanti saja ya Pa ganti celananya, Kasa masih nyaman pake celana sekolah." nego Angkasa raut wajahnya nampak menggemaskan sekali saat berucap demikian dan Alaska yang tidak tahan melihat wajah gemas putranya pun mengangguk pasrah dan kembali membalikan tubuhnya menghadap tungku ketika menyadari bahwa api yang sempat menyala hampir padam. Alaska bahkan melewatkan pergatian ekspresi Angkasa yang menjadi sedih dan menatap nanar punggung Alaska.

"Maaf Pa, Kasa berbohong. Kasa tidak tau harus berkata apa. Yang jelas semua celana Kasa sudah pada sobek dan tidak layak di pakai. Tapi Papa tenang saja, nanti Kasa akan memperbaikinya kok." Batin Angkasa berucap.

"Oh ya Pa, waktu Pak Suryo tau beras yang Papa bawa jatuh terus isinya berhamburan keluar, gimana reaksi pak Suryo pa?" tanya Angkasa dengan nada khawatirnya.

Alaska sempat diam ketika di cecoki pertanyaan seperti itu, sebelum pada akhirnya ia menggeleng. "Pak Suryo tidak marah kok, dia tadi hanya menasehati Papa terus nyuruh Papa pulang." jawab Alaska.

Angkasa berdecih pelan "Papa bohong." ucapnya dalam hati. Ia tau apa yang di ucapkan Alaska pasti kebalikan dengan kenyataan.

Ya.. Sejatinya mereka berdua memang pembohong. Pembohong dalam artian agar salah satu diantara mereka tidak merasa khawatir ataupun sedih.

🌝🌝🌝

Huwaa.. Aku udah lama ga Up cerita ini 😭 maaf ya bikin kalian nunggu terlalu lama 🙏🏻

My Son 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang