Halaman ketujuhbelas

2.2K 276 79
                                    

Laki-laki dua puluh enam tahun itu pun, memutar haluan kursi roda yang di duduki Angkasa. Berniat untuk membawanya ke dalam gedung rumah sakit.

Sebelum sebuah suara perempuan memanggil namanya, dimana posisi perempuan itu tepat berada di hadapannya.

"Loh Bagas?"

"Kayla?"

.
.
.
.

Bagas maupun Kayla sama-sama mematung di tempat, dengan tatapan terkejut yang tak bisa di sembunyikan lagi. Sementara Angkasa memandang wanita muda di depannya dengan alis mengkerut.

"Kayla?" batinnya berucap. Ia seperti pernah mendengar nama itu, tapi dimana dan kapan ia mendengarnya? Entah kenapa nama 'Kayla' terasa familiar baginya.

"Kamu ngapain disini?" pertanyaan yang keluar dari bilah bibir Kayla, menyadarkan Angkasa dari lamunannya. Ia mengerjapkan kedua mata almond nya kemudian memberikan senyuman tipis pada perempuan yang berdiri tepat di depannya sebagai sapaan.

Mendapat senyuman ramah dari anak laki-laki tampan yang duduk di kursi roda membuat sudut hati Kayla menghangat. Perempuan itu berjongkok tepat di hadapan anak laki-laki yang belum ia ketahui namanya, mengabaikan pertanyaan yang ia ajukan tadi yang nyatanya tidak kunjung mendapat balasan dari teman sekelasnya waktu SMA dulu--Bagas.

"Duhh.. Imutnya. Namanya siapa ganteng?" Kayla bertanya sembari mencubit pipi sedikit berisi Angkasa. Ia kepalang gemas dengan pipi yang terasa seperti squisy itu.

Angkasa tersenyum lebar, hatinya menghangat mendapat perlakuan seperti itu. Dan entah kenapa Angkasa merasa nyaman di buatnya. Apalagi ketika netra nya bersitatap dengan wanita yang ia ketahui bernama Kayla itu rasa-rasanya Angkasa merasa bahwa kebahagiaan tengah berpihak padanya. Entahlah, Angkasa pun tidak tau mengapa ia bisa merasakan euphoria seperti ini yang jelas perasaan asing inilah yang membuat ia nyaman, seolah ada takdir yang mengikat mereka berdua.

"Nama aku Angkasa tante, kalo tante?" jawab dan tanya Angkasa dengan senyuman yang semakin melebar di bibirnya. Kentara sekali bahwa ia tengah merasa senang.

Kayla tersenyum, tangan lentiknya menyentuh surai hitam Angkasa begitu lembut. "Kayla," ujarnya pelan yang di angguki paham oleh Angkasa.

Sedangkan di sisi lain, tepat di belakang Angkasa. Bagas yang semula di buat terkejut akibat kehadiran Kayla yang begitu tiba-tiba kini sudah merubah ekspresinya menjadi dingin dan datar. Kedua tangan nya mengepal erat pada setiap pegangan kursi roda. Manik nya menatap tajam Kayla yang kini tengah tersenyum pada keponakannya.

Satu rahasia umum yang telah di ketahui banyak orang, bahwasanya putra kedua pasangan Ardiathama itu dulu pernah mencintai Kayla, bahkan Kayla adalah cinta pertamanya Bagas. Dan sekarang rasa cinta yang dulu Bagas berikan untuk Kayla yang tersisa kini hanyalah kebencian yang mana karena Kayla lah kehidupan adik satu-satunya menjadi menderita. Sehingga, tak aneh jika Bagas sedang memandang Kayla begitu tajam sekarang.

"Ngapain lo kesini?" Pertanyaan bernada sarkas pun keluar dari mulut Bagas. Ia memandang tidak suka interaksi antara Kayla dan Angkasa.

Kayla yang semula tengah tersenyum lebar mendongak, menatap Bagas yang tengah memalingkan wajahnya enggan bersitatap dengan Kayla. Kayla paham, dan tentu Kayla tidak akan protes dengan tingkah Bagas yang kentara sekali menunjukan ketidaksukaannya.

"Mau jenguk temen, ehh malah nyasar kesini karena liat kamu dari sana," balas Kayla lembut sembari menunjuk tempat paling ujung taman yang mana tempat itu merupakan koridor terbuka yang menghubungkan antara gedung rumah sakit dan taman.

Bagas mendengus mendengar suara Kayla yang terdengar lembut. Atau jangan-jangan sok di lembut kan? Mengingat bagaimana tabiat wanita cantik di depannya dulu yang urakan, sombong, egois, temperamental dan bebal bahkan dulu berbicara lembut pun Kayla tidak pernah. Sekarang kenapa malah sebaliknya? Begitulah yang kini tengah di pikirkan otak kecil Bagas.

My Son 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang