Halaman Keduabelas

2.4K 353 92
                                    

"Lo Roni 'kan?"

"Sorry, mungkin lo salah kenal. Bisa minggir!!"

"Nggak! Ga mungkin gue gak tau sama sahabat gue sendiri," sangkal orang itu diikuti dengan gelengan keras tanda protes.

Hal itu, menghadirkan senyum sinis yang tercetak di ranum Roni. Kilatan tajam di maniknya tampak sekali meremehkan sangkalan barusan. "Sahabat?" dengus Roni sembari memalingkan wajahnya enggan menatap laki-laki di depannya itu. Pemuda 25 tahun itu merasa tidak percaya dengan apa yang telinga nya dengar.

"Dan sayangnya gue ga punya sahabat yang bermuka dua," dingin Roni berucap. Bahkan mata tajam nya semakin berkilat tajam, ketika kedua obsidian mereka saling bertemu. Benci dan amarah terlihat jelas dalam binar yang di pancarkan Roni.

Laki-laki di depan Roni itu mematung dengan badan kaku dan raut tegang. Tak ada sangkalan lagi yang keluar dari mulutnya, dan hal itu mampu mengundang kekehan sinis dari Roni.

Hening, melanda mereka. Hingga helaan nafas keluar dari mulut laki-laki di depan Roni.

"Lo salah paham," cicitnya pelan. Hal itu membuat Roni merotasikan bola matanya malas. Karena merasa jengah harus saling berhadapan dengan lelaki di depannya, Roni pun beranjak pergi namun sayang pergelangan tangannya di cekal oleh laki-laki berkemeja biru laut itu.

"Ron, gue mohon jangan kayak gini. Lo salah paham dan biarin gue ngejelasin semuanya. Gu--"

Roni menepis tangan Ardi kasar. Matanya berkilat tajam memancarkan kebencian yang begitu besar.

"Penjelasan lo sekarang udah basi! Dengan apa yang mau lo katakan ke gue sekarang, itu semua ga akan ngembaliin Antariksa lagi. Dan bikin hidup Alaska menjadi lebih baik, bukannya dulu lo bilang kalo Alaska hanya jadi benalu di kelompok kita. Dan lo tau seberapa tersiksanya Antariksa tau itu? Dia hancur asal lo tau, Ar! Gara-gara omongan lo, saudara kembar dan sahabat lo itu Antariksa pergi. Dan itu gara-gara lo semua!" murka Roni, nada suaranya meninggi bahkan meninggalkan gaung nyaring di koridor Rumah sakit yang sepi.

Ardi--Laki-laki yang mencegah tangan Roni tergugu di tempat. Matanya berkaca-kaca dengan bilah bibir yang terus melontarkan nama 'Antariksa' dengan lirih.

Melihat bagaimana kacaunya Ardi, Roni lantas menyunggingkan senyum sinis namun tak selaras dengan manik nya yang ikut berkaca-kaca. "Percuma lo manggil Antariksa, dia ga bakal balik lagi. Dan gue harap lo hidup dalam penyesalan." Usai mengucapkan itu, Roni pun pergi dari hadapan Ardi yang kini terisak sembari berjongkok. Suara isakan tangisnya terdengar pilu dan nyaring, menggambarkan seberapa besar penyesalan yang ia rasakan.

Tanpa mereka sadari seseorang memperhatikan mereka dari kejauhan. Tangannya terkepal kuat, bahkan urat-urat di tangannya terlihat menonjol menandakan seberapa kuat ia mengepalkan tangan. Namun tak lama suara kekehan keluar dari mulut orang itu. Entah menertawakan apa, tapi ketika telinganya mendengar tangisan pilu dari seseorang yang berjongkok tak jauh dari tempatnya berdiri entah kenapa membuat ia merasa bahagia.

Mungkin ini bisa di katakan sebagai definisi tertawa di atas penderitaan orang lain.

🌝🌝🌝🌝

Roni sudah kembali dari kantin dengan membawa satu kantong kresek penuh makanan untuk ia nikmati bersama sahabatnya.

Ia hendak membuka pintu ruang rawat Angkasa, Namun pergerakannya langsung terhenti kala netra tajam miliknya melirik pada kaca yang ada di pintu dan menyuguhkan pemandangan manis yang terjadi di dalam ruang rawat dimana dapat ia lihat moment Alaska yang mengusap rambut Angkasa dengan lembut, nyanyian merdu layaknya lullaby pun tak luput keluar dari mulut Alaska yang terdengar sampai luar.

My Son 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang