"Papa terimakasih sudah terlahir menjadi Papa Kasa, terimakasih sudah merawat Kasa sampai Kasa bisa sebesar ini, terimakasih atas segala kasih sayang yang Papa berikan pada Kasa, dan terimakasih atas segalanya. Maaf atas sikap buruk Kasa tadi, Kasa hanya kesal saat mendengar Kasa masih harus di rawat. Kasa tidak ingin menambah beban Papa, jika Kasa terus di rawat nanti siapa yang akan membayar biaya perawatan Kasa. Kasa hanya tidak mau membuat Papa susah."
.
.
.Alaska tersenyum haru mendengar ungkapan tulus putranya. Kepalanya mengangguk tak lupa tangannya yang mengusap surai legam Angkasa.
"Seharusnya Papa yang berterimakasih sama kamu, Nak. Jika kamu tidak hadir dalam kehidupan Papa. Papa tidak tau di masa depan Papa akan menjadi apa," tutur Alaska.
Keduanya saling melempar senyum, menyampaikan perasaan sayang yang tiada banding melalui isyarat.
Tiba-tiba pintu di buka oleh seorang suster yang membawa nampan berisi makanan dan obat untuk Angkasa. Membuat atensi sepasang ayah dan anak itu teralihkan.
Alaska buru-buru bangkit dari duduknya, tersenyum ramah pada sang suster muda sebagai sapaan yang mana menimbulkan rona merah muda di pipi suster berambut sebahu tersebut. Memangnya siapa yang tidak akan merasa malu ketika di berikan senyuman oleh laki-laki tampan seperti Alaska.
"I-ini sa-saya membawa makanan dan o-obat untuk pa-pasien," gugup suster tersebut. Menghadirkan kekehan ringan Angkasa tatkala mendengar ucapan bernada gugup itu. Ternyata pesona papanya lumayan juga bisa membuat anak orang salah tingkah. Pikirnya.
"Ahh.. Iya, biar saya saja yang membawa nampan nya," kata Alaska tangannya terjulur hendak menerima nampan dari suster di depannya.
Namun gelengan kepala lah yang di berikan oleh sang suster menghadirkan kernyitan heran di dahi Alaska.
"A-anu, di depan a-ada orang yang menanyakan bapak," beritahu suster dengan kepala yang menunduk.
Kini bukan hanya Alaska yang kebingungan, Angkasa pun ikut merasa heran. Siapa gerangan yang menanyakan Papanya.
Tersadar dari kebingungannya, Alaska pun berusaha untuk tersenyum kendati di dalam pikirannya menyimpan begitu banyak pertanyaan.
"Kalau begitu bolehkah saya meminta bantuan, Sus?"
Suster itu mengangkat wajahnya kemudian mengangguk kecil, sebagai tanda persetujuan.
"Bisakah anda membantu putra saya makan dan minum obat."
"Papa! Aku bisa sendiri."
Permintaan Alaska disahuti protesan Angkasa. Bibir anak itu mengerucut, ia kan sudah besar untuk apa harus di bantu suster.
"Bisa 'kan Sus?" Menghiraukan protesan putranya, Alaska pun kembali mengajukan tanya. Yang langsung di balas dengan anggukan kepala oleh Sang suster.
Lantas setelah itu, Alaska berpamitan pada Angkasa untuk keluar sebentar menemui tamu yang tidak ia ketahui siapa.
🌝🌝🌝🌝
Tubuh Alaska mematung dengan kedua tangan yang terkepal di sisi tubuhnya, ketika berhadapan dengan seseorang yang katanya ingin menemuinya itu.
Ekspresi Alaska terlihat sangat tegang, dengan pancaran mata yang menyiratkan kebencian begitu besar bahkan tatapan lembut yang bisa di katakan menjadi ciri khas Alaska pun sirna entah kemana, yang ada hanyalah sorot tajam dan dingin yang bukan Alaska sekali.
"As, gue kangen sama lo." Orang itu berkata sembari memeluk tubuh Alaska. Sedangkan Alaska bergeming di tempatnya. Ia bahkan tidak membalas pelukan orang itu, yang ada kebencian di manik Alaska semakin besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Son 2
General Fiction[BOOK 2] perjuangan yang sesungguhnya akan di mulai di sini. tentang bagaimana gigihnya Alaska membahagiakan Angkasanya. dan tentang bagaimana Angkasa ingin membuat Alaskanya Bangga. mereka adalah sepasang ayah dan anak yang saling menyayangi. meski...