Halaman Kedelapan

2K 341 95
                                    

Tubuhnya meluruh ketika melihat pintu di hadapannya tertutup rapat, menelan beberapa orang berbaju putih berikut dengan putranya yang di bawa masuk ke dalam.

Alaska merasa bahwa hari ini, hidupnya di guncang akan badai dahsyat yang mampu meluluh lantakan pertahannya. Ia berjongkok di samping pintu UGD, kemudian membenamkan wajahnya di atas lutut yang ia tekuk.

Dalam keadaan seperti ini, ia sangat membutuhkan figur seorang keluarga. Ia membutuhkan sokongan semangat dari mereka dan ia ingin mendengar bahwasanya semua yang tengah ia alami sekarang kedepannya akan baik-baik saja.

Tapi angan tetaplah angan, keinginan yang terpendam dengan di selimuti oleh harapan besar nyatanya tak bisa Alaska dapatkan. Ia tertampar oleh kenyataan bahwasanya ia sendirian. Tanpa keluarga dan tanpa tumpuan.

Ia hanya berteman kan sepi, tanpa ada orang yang ia sayang di sisi. Menangis dalam diam, itulah yang tengah ia lakukan. Tanpa memperdulikan bajunya yang basah, betisnya yang mengeluarkan darah atau punggungnya yang merintih kesakitan. Nyatanya luka di hati lebih sakit ketimbang luka fisik yang tengah ia alami.

Kejatuhan Angkasa adalah Kejatuhannya. Dan ketika melihat putranya tidak baik-baik saja, Alaska pun merasa demikian. Dunia nya hancur, dan hanya Angkasa yang dapat mengembalikan dunianya kembali.

"Papa mohon, papa mohon kamu baik-baik saja,"

Kenyataannya sekuat apapun batu karang di lautan, lama-lama akan terkikis oleh deburan ombak yang begitu keras.

Dan Alaska sama seperti batu karang itu, dia memang terlihat kuat namun ada saatnya dia menjadi rapuh ketika permasalahan berdatangan silih berganti. Wajar saja, karena Alaska juga seorang manusia yang kadang kala merasa lelah menjalani kehidupan.

Namun, hebatnya meskipun kehidupan Alaska bisa di katakan tidak baik-baik saja. Dan berbanding terbalik dengan kehidupannya beberapa tahun silam yang di penuhi akan kemewahan. Alaska mampu menghadapi kerasnya dunia dengan bermodalkan semangat, senyuman serta keberadaan Angkasa. Itulah yang menjadi penyamar segala luka yang di rasakan jauh dalam lubuk hati Alaska yang paling dalam.

"Hiks,"

Tangisan Alaska semakin pecah, dan ia semakin menenggelamkan kepalanya di atas lututnya dengan punggung yang bergetar hebat entah karena menangis atau karena merasa kedinginan.

Sedangkan di sisi lain, lebih tepatnya delapan meter dari tempat Alaska. Sebuah pintu di buka dari dalam, keluarlah seorang laki-laki dewasa dengan balutan kemeja biru laut dan tangan kanan yang memegang jas putih kebanggaannya, sementara tangan kirinya menenteng tas hitam yang berisi peralatan miliknya. Jika di tilik lebih lanjut lagi, sepertinya dokter berwajah rupawan tersebut baru selesai menjalankan tugasnya.

Tanpa menoleh ke arah barat, Dokter itu menutup pintu ruangannya kemudian berjalan jauh meninggalkan ruangan yang di atasnya terdapat tulisan 'dr. Ardi Pratapraja, Sp.PD (Spesialis Penyakit Dalam)'

Posisi Alaska yang memang cukup tersembunyi karena terhalang oleh bangku panjang yang berada di koridor, sehingga Alaska yang kini tengah berjongkok sedikit tidak terlihat keberadaannya.

🌝🌝🌝🌝

Ben membuang nafas lelahnya sembari memijat pelipis kanannya, kepalanya terasa ingin pecah ketika di hadapkan dengan tumpukan pekerjaaan yang harus ia selesaikan malam ini, di tambah dengan pikirannya yang terlempar pada kejadian tadi siang ketika ia pergi ke pasar untuk memastikan kebenaran yang istrinya katakan.

Saat itu, ia begitu semangat ketika mendatangi pasar tradisional tersebut namun semangat itu langsung pudar ketika apa yang ia cari tak kunjung ia temukan. Bukannya bertemu dengan Sang adik, Ben malah bertemu dengan Roni--salah satu teman SMA Alaska. Dan jawaban yang di berikan Roni, jelas saja membuat ia kecewa.

My Son 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang