Sepanjang pelajaran yang tengah berlangsung di depan, Angkasa nampak tidak tenang di tempatnya. Ia sesekali menggerakan bokongnya ke kiri dan ke kanan, sesekali juga kepalanya ia tengokkan ke belakang. Tepat dimana satu bangku baru yang berisi tiga anak baru juga tengah duduk di sana.
Pendar di mata Angkasa terlihat tak nyaman. Seolah ada ribuan tanya yang ingin sekali dia sampaikan. Apalagi saat mengetahui jika anak baru bernama Ragil itu mengenalnya. Bukankah itu sebuah keanehan?
Dan saat tengah asyik memperhatikan Ragil, Bintang dan Dekka di tempatnya. Angkasa langsung mengalihkan tatapan nya ke depan kala Ragil menangkap basah dirinya yang tengah memperhatikan ke arahnya diam-diam.
Dalam hati Angkasa merutuki tingkahnya itu. Mau di taruh dimana muka imut Angkasa nanti kalo Ragil tau jika dia memperhatikan nya sedari tadi?
Rei yang semula fokus memperhatikan pelajaran, menoleh ke samping kanan saat melihat mulut Angkasa komat-kamit sendiri.
"Kamu lagi baca mantra yang ada di Harry potter ya?." Bisik Rei sembari merapatkan tubuhnya pada Angkasa.
Angkasa yang awalnya fokus merutuki dirinya sendiri. Langsung mendelik tajam tatkala mendengar ucapan Rei. "Jangan ngawur kalo ngomong kamu. Mulutnya minta di sentil ya." Ancam Angkasa sambil melotot garang. Hal itu membuat Rei langsung bergidik ngeri, dan kembali memfokuskan atensinya ke depan mengabaikan pelototan Angkasa yang masih di layangkan sang empu kepadanya.
Tapi, seiring bergeraknya waktu. Sorot tajam Angkasa menyendu. memandang wajah Rei dari samping, Entah kenapa membuat ia mengingat cerita Alaska tentang mimpinya semalam.
Papanya bilang, jika di dalam mimpinya Rei dan Rai itu adalah sepupunya. Mereka berdua adalah anak dari kakanya Alaska. Ohh.. tidak!! membayangkan itu membuat Angkasa bergidik ngeri. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika mimpi Papanya mengenai Rei dan Rai yang merupakan kakak sepupunya itu menjadi kenyataan. Entah apa yang akan terjadi pada Angkasa ke depan nya. Tidak masalah jika yang jadi sepupunya itu Rai. Dia baik, dewasa, dan tidak banyak omong. Tapi yang jadi masalahnya adalah ia tidak bisa menerima jika yang jadi sepupunya itu adalah Rei juga. Akan jadi apa dunia nanti, jika Rei sepupunya. Angkasa tidak pernah menginginkan nya. Rei itu cerewet, kepoan, sombong dan sekalinya bicara suka mengenai hati. Pedas!! Sudah di pastikan bukan, dunia Angkasa akan tidak makmur jika Rei menjadi sepupunya.
"Amit-amit Ya Allah jangan sampai itu terjadi." Ucap Angkasa lantang. Bahkan menyita perhatian semua teman sekelasnya, termasuk Bu Nengsih yang tengah mengajar di depan.
"Kamu kenapa Kas?." Tanya Azril sembari menengok ke belakang menatap Angkasa yang kini terdiam kaku di tempatnya.
Angkasa yang merasa di perhatikan, mengusap tengkuknya. Ia malu sungguh. Dan itu karena pemikiran liarnya mengenai Rei. Benar-benar Rei ini selalu bikin Angkasa Emosi setengah mati padahal Rei sendiri tidak melakukan hal apapun yang bikin Angkasa emosi. Hah.. sudahlah. Terserah Pemikiran Angkasa saja.
"Ada apa Angkasa? Kamu mau jawab soal Matematika di depan?." Pertanyaan dari Bu Nengsih membuat Angkasa melotot. Ingin bilang tidak, tetapi ia sudah kepalang di perhatikan. Maka dari itu Angkasa mengangguk patah-patah. Menandakan jika ia akan mengisi jawaban soal Matematika yang di tulis Bu Nengsih di papan tulis.
"Wahh.. bagus Angkasa. Ayok kamu tulis jawaban nya."
Angkasa kembali mengangguk. Setelah membuang nafas kasar Angkasa pun berdiri, mendorong pelan bahu Rei bermaksud agar Rei segera menyingkir dari tempat duduknya. Rei yang semula cekikian menertawai Angkasa, lantas mendengkus sebal dengan setengah hati ia pun berdiri dan membiarkan Angkasa pergi dari bangkunya menuju depan kelas.
"Kamu isi soal No.1 ya Kas."
Angkasa lagi-lagi mengangguk, ia melihat soal No.1 lalu setelah menemukan jawaban di otak pintarnya. Dengan sangat lihai dan cepat Angkasa pun mulai mengisi jawaban. Mengundang decak kagum dari seluruh teman sekelasnya. Sungguh.. kepintaran Angkasa memang tidak bisa di ragukan lagi.
Setelah menyelesaikan jawaban di papan tulis. Angkasa pun menyerahkan spidol berwarna hitam kepada Bu Nengsih yang tengah tersenyum bangga ke arahnya.
"Bagus Angkasa. Kamu memang hebat dalam memecahkan soal Matematika." Puji Bu Nengsih sambil mengusap rambut hitam Angkasa.
Angkasa menundukan kepalanya sebentar "terima kasih Bu." Ucapnya tulus.
Bu Nengsih mengangguk. "Sama-sama. Sekarang kamu boleh duduk lagi. Ayok.. anak-anak beri tepuk tangan untuk Angkasa."
Angkasa kembali ke bangkunya dengan di iringi oleh tepuk tangan dari semua teman sekelasnya, sayup-sayup Angkasa juga mendengar pujian mengenai kejeniusan nya dari teman-teman nya itu.
Melihat kedatangan Angkasa, Rei kembali berdiri memberi ruang agar Angkasa bisa duduk di kursinya. Usai melihat Angkasa duduk, Rei pun ikut duduk lagi.
Ada satu yang luput dari perhatian Angkasa. Tepatnya di bangku paling belakang jajaran nya. Ragil diam-diam tersenyum menatap punggung kecil Angkasa dengan sorot Bangga yang tidak bisa di elakan.
"Cih.. baru segitu aja udah Bangga." Ragil menolehkan kepalanya ke samping kanan tepat dimana sumber suara tadi berasal. Keningnya mengkerut tak suka mendengar ucapan sarkas yang keluar dari mulut Bintang.
Ia ingin sekali membalas perkataan Bintang. Tapi sekali lagi ia di ingatkan akan satu hal, jika ia tidak berhak melakukan itu. Daripada memancing keributan, Ragil pun memutuskan untuk diam dengan mulut yang terkunci rapat. Sembari tangan nya mengepal, menahan hasrat amarahnya.
Karena tak ingin terlalu lama terjebak pada situasi yang membakar emosinya. Ragil menghela nafas pelan. "Aku harap kita akan berkumpul suatu saat nanti." Doa Ragil dalam hati.
🌝🌝🌝🌝
Hayohhh... gimana dengan chapter pertama? 😆 ada yang suka?
Asik... Aska dan Kasa sudah kembali, adakah satu harapan dari kalian untuk Kasa dan Aska kedepan nya?
Tapi ingat, aku ga akan janjiin kebahagiaan yang abadi ataupun sedih tak berkesudahan bagi mereka. Semuanya akan mengalir begutu saja 😉 semoga di book ke dua ini. Feel nya lebih kerasa ya 😊
(Alaska & Angkasa)
See you next chapt 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
My Son 2
General Fiction[BOOK 2] perjuangan yang sesungguhnya akan di mulai di sini. tentang bagaimana gigihnya Alaska membahagiakan Angkasanya. dan tentang bagaimana Angkasa ingin membuat Alaskanya Bangga. mereka adalah sepasang ayah dan anak yang saling menyayangi. meski...