Halaman Keempatbelas

2.3K 354 69
                                    

"Papa."

Mendengar panggilan itu Alaska yang baru saja selesai mandi langsung menghampiri Angkasa dengan segera.

Bibirnya tersenyum lebar tatkala mata Almond putranya mengerjap guna menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina.

"Kasa udah bangun? Gimana ada yang sakit hm?" tanya Alaska lembut sembari mengelus rambut lepek putra semata wayangnya.

Di ruangan itu hanya ada mereka berdua, sedangkan Roni sendiri sudah pamit pergi setengah jam yang lalu karena ia harus kembali ke Pasar untuk bekerja. Awalnya Roni akan izin hari ini untuk menemani sahabatnya, tapi Alaska yang merasa tak enak pun memaksa Roni kembali bekerja. Ia hanya takut sahabatnya di marahi oleh pamannya karena absen bekerja.

Masih ingat 'kan tentang Pak Sopian?

Angkasa tersenyum tipis dengan sorot matanya yang terlihat sayu, tangan yang tertusuk jarum infus itu terangkat membelai pipi Papa nya yang Angkasa perhatikan semakin tirus itu.

"Maaf," ucap Angkasa dengan nadanya yang masih lemas.

Alaska meresponnya dengan gelengan kepala, tangan kirinya menangkup tangan Angkasa yang masih terangkat di udara dengan hati-hati.

"Untuk apa Kasa minta maaf hmm? Kasa ga salah apa-apa."

Perkataan Alaska di balas gelengan kepala oleh Angkasa. Mata kecilnya tertutup kala rasa pusing masih mendera kepalanya. "Kasa udah bikin Papa khawatir," ucap Angkasa dengan setetes liquid yang jatuh menuruni pipinya. Buru-buru Alaska menyekanya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Angkasa jika sedang sakit memang perasaannya akan lebih sensitif dan Alaska paling tidak suka dengan itu karena putranya akan menyalahkan dirinya sendiri dengan apa yang menimpa Alaska.

"Kalo Kasa tidak ingin membuat Papa khawatir, Kasa harus kembali sehat dan kembali menjadi putra kebanggaan Papa. dan juga Kasa jangan sakit lagi ya karena jika Kasa sakit Papa pun akan ikut sakit juga. bagaimana?"

Bibir pucat Angkasa mengerucut dengan bola mata yang melihat ke atas dan dahi berkerut dalam pertanda bahwa bocah 9 tahun itu tengah berpikir keras. Alaska hanya tersenyum menunggu dengan sabar balasan putranya.

Hingga saat netra kembar mereka bertemu senyuman Alaska semakin melebar dan itu menular pada Angkasa.

Angkasa mengangkat kepalanya dan Alaska tentu saja tidak tinggal diam ia hendak membantu Angkasa tapi putranya malah menggeleng dan meminta Alaska untuk semakin mencondongkan tubuhnya.

Alaska menuruti permintaan sang buah hati ia mencondongkan tubuhnya sehingga kepala Alaska tepat berada di depan Angkasa.

Hingga..

Cup..

Alaska terpekur kala mendapat kecupan manis yang begitu tiba-tiba. Ia memandang Angkasa yang tengah memamerkan senyumnya.

"Kasa tidak bisa berjanji untuk selalu sehat, tapi Kasa berjanji untuk melakukan yang terbaik agar Papa bangga memiliki putra seperti Kasa," tutur Angkasa tulus jemari kecilnya mengelus pipi tirus Papanya menyalurkan segala kehangatan yang ia punya dan memberikan segala kasih sayang yang ia miliki.

Alaska menangkup kedua tangan Angkasa lalu menciumnya satu persatu, rasa haru tak bisa di elak kan sudut hatinya menghangat dengan sejuta eufhoria yang ia rasakan. Alaska sangat bersyukur, di tengah ketidakberdayaan dan kekurangannya Tuhan mengirimkan sosok kecil yang mengisi hidup Alaska dan membuat hari-hari Alaska menjadi sempurna. Alaska sangat bersyukur, jika bisa ia akan berteriak lantang pada dunia untuk mengumumkan seberapa bahagia ia memiliki Angkasa dalam kehidupannya.

"Wahh.. Sepertinya saya mengganggu momen antara Ayah dan Anak nih," intrupsi suara itu membuat Alaska langsung menegakkan tubuhnya. Sepasang ayah dan anak itu langsung menoleh ke asal suara dimana terdapat Dokter Arisman bersama satu orang suster muda tengah melempar senyum di ambang pintu.

My Son 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang