Jungkook melangkahkan kakinya menuju kamar miliknya. Disana, ia merebahkan tubuhnya. Ia tersenyum karena Reyna kini sudah kembali.
Drrttt..Drrttt.
Jungkook merogoh saku depannya. Ia mengeluarkan ponselnya. Sejenak, ia menatap layar ponselnya yang menunjukkan nomor tak dikenal sedang menelponnya. Dengan ragu, ia mulai menggeser tombol hijau itu keatas.
"Yeobseo?"
"Ini aku. Yoojin."
Jungkook segera bangkit dari acara berbaringnya.
"Ah, Ahjussi. Maaf, aku kira siapa."
"Tidak apa-apa, Jung."
"Oh ya, ada perlu apa ahjussi menelponku?"
Jungkook meraih segelas air putih diatas nakas lalu mulai meneguk isi dari gelas itu.
"Ini soal ibumu. Dia kecelakaan pesawat dan tewas di tempat kejadian."
PRAKK!
Gelas yang Jungkook pegang terjatuh dan pecah. Bekas pecahannya berceceran dilantai.
"Eomma?" Jungkook memegangi dadanya yang terasa sesak. Ia masih belum bisa mempercayai kenyataan ini.
"Maaf baru bilang padamu, Jung. Ahjussi sudah memakamkannya disini, di Belgia."
"Aku akan kesana, Ahjussi." Jungkook segera beranjak dari kasur.
"Akhhhh."
BRUKK!
Jungkook kembali terjatuh dikasur. Kakinya terkena pecahan kaca yang berserakan dilantai hingga darahnya kini ikut menetes dan jatuh di lantaj berwarna putih itu.
"Tidak perlu, Jung. Kapan-kapan saja. Kau tidak mungkin meninggalkan Reyna sendirian 'kan? Reyna sedang hamil muda, Jung. Tidak baik untuknya bepergian jauh seperti ini."
Jungkook terdiam. Pamannya benar, dia tidak mungkin meninggalkan Reyna sendirian, dan dia juga tidak mungkin mengajak Reyna pergi bersamanya. Kandungannya masih sangat dini, masih rentan keguguran jika kelelahan.
"Baik, Ahjussi. Aku akan kesana jika kandungan Reyna sudah menginjak 4 bulan."
"Iya, Jung. Ahjussi pamit dulu. Jaga dirimu dan Reyna baik-baik. Serahkan semuanya pada Ahjussi."
"Nee, Ahjussi."
Tut.
Yoojin memutus panggilan teleponnya secara sepihak. Beberapa saat mulai terdengar suara isakan yang perlahan memenuhi kamar itu.
"Eomma ... hikss ... Appa sudah meninggalkanku ... hiksss ... kenapa Eomma juga ikut meninggalkanku ... hiksss .. Aku sendiri, Eomma ... hikksss ... hiksss .. aku kesepian."
Jungkook meringkuk. Tak peduli kasurnya yang kini sudah penuh darah akibat ia menaikkan kakinya ke atas kasur.
Cklek!
Jungkook melirik ke arah pintu kamar yang terbuka.
"Reyna?"
Jungkook segera menghapus air matanya kasar. Ia tidak boleh terlihat cengeng, ia harus terlihat tegar.
Reyna tersenyum ke arah Jungkook, membuat perasaan Jungkook menjadi sedikit lebih baik. Reyna berjalan mendekatinya, terlihat berhati-hati karena banyak beling disekitar ranjang, terlebih didekat Jungkook.
"R-Rey?"
Reyna mengulurkan tangannya merapikan rambut Jungkook yang berantakan.
Grep!
Reyna memeluk Jungkook secara tiba-tiba membuat Jungkook kaget, namun detik berikutnya ia membalas pelukan itu.
"Aku mendengar semuanya, Jeon. Tidak perlu terlihat tegar. Aku mengerti dan tau apa yang kau rasakan sekarang. Menangis saja, jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik."
Jungkook semakin mengeratkan pelukannya dan menangis sejadi-jadinya di pelukan Reyna.
"Aku tidak sanggup, Rey ... hikksss."
"Sanggup atau tidak, kau harus berusaha menghadapi ini semua. Ada anak kita juga yang akan selalu menguatkan mu, Jeon."
Reyna membelai lembut rambut Jungkook. Ia sesekali mengelus dan menepuk pelan punggung Jungkook untuk menyalurkan rasa nyaman.
Awalnya, Reyna ingin pergi ke kamar Jungkook untuk memakinya, karena Reyna memang butuh seseorang untuk dimarahi. Namun, saat akan masuk, ia mendengar Jungkook yang menangis sambil menyebut nama Eommanya, Reyna pintar, jadi dia bisa langsung menyimpulkan apa yang terjadi.
Reyna melepas pelukannya dan menatap mata Jungkook yang mulai membengkak.
"Uhuk! Huekkk!"
Jungkook membekap mulutnya beberapa saat sebelum muntah. Reyna terlihat memandangnya lama, Jungkook malah tak melepas bekapannya dari mulutnya sendiri.
"Jeon?"
Jungkook masih setia meletakkan tangannya yang berisi muntahannya di mulutnya. Ia takut, yang ia muntahkan adalah darah lagi.
"Jeon, jauhkan tanganmu dari mulutmu."
Jungkook menggeleng pelan membuat Reyna jadi kesal dan menarik paksa tangan Jungkook.
"Darah?"
Reyna kaget. Tapi tak sekaget pertama kali ia mendengar Jungkook yang muntah darah dari Wonho.
"Ani, Rey. Ini ... aku hanya mimisan."
"Ada mimisan dari mulut?"
Jungkook terdiam. Orang seperti Reyna tak akan mudah ditipu.
Reyna beranjak membuka nakas. Ia mengeluarkan tempat tissu dari dalam sana. Setelahnya mengeluarkan beberapa lembar tissu dan melap mulut Jungkook yang penuh darah.
"Kalau tau seperti ini, aku akan memilih untuk selalu sakit, Rey." ujar Jungkook terkekeh pelan dan langsung ditatap tajam oleh Reyna. Rasanya Jungkook jadi melupakan sedikit kesedihannya.
Reyna beralih melap tangan Jungkook yang juga berlumuran darah. Tak lama, Jungkook merasakan sesuatu jatuh menetes ke tangannya.
"Ini sama sekali tidak lucu, Jeon ... hikss.."
"Rey?" panggilnya pada Reyna yang menunduk.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI BAR BAR [END]
Teen Fiction[SUDAH TAMAT DAN PART LENGKAP] Reyna, seorang wanita bar-bar berusia 18 Tahun. Ia seorang petinju profesional dan petarung MMA. Ia juga menguasai Ilmu beladiri Karate dan memegang sabuk hitam. Hobinya adalah bertarung dan ... bertengkar dengan istri...