Part 17 (Khawatir?)

702 84 1
                                    

Jungkook terdiam kala mendengar penuturan Reyna. Namun, ia kembali tersenyum. Reyna pasti berbohong padanya.

”Jangan berbohong, Rey.”

”Aku sama sekali tidak berbohong.”

”Kenapa kau melakukan ini, Rey?”

”Tanyakan pada dirimu sendiri, Jeon.”

Reyna melangkahkan kakinya keluar menuju pintu utama, namun Jungkook justru berlutut dihadapannya lalu meraih tangan Reyna dan menggenggam tangannya erat.

”Rey, tolong jangan seperti ini.”

Reyna menghempas tangan Jungkook dengan kasar. Ia kemudian menaikkan dagu Jungkook dengan telunjuknya.

”Jadi seperti ini, CEO paling disegani? CEO paling ditakuti? berlutut dihadapan seorang wanita dan memohon layaknya pengemis? Kau tau,Jeon. Kau itu bodoh. Pantas saja kau mudah diperdaya oleh Soora. Terlebih lagi diperdaya olehku. Aku benar-benar tak habis pikir, kenapa aku dulu pernah menyukai laki-laki bodoh sepertimu.”

”Aku tidak mencintaimu lagi, Jeon. Semuanya sudah terlambat. Kau masih ingat kata-kataku setahun lebih yang lalu? Aku masih mengingatnya sampai sekarang. Hatiku sakit saat kau perlakukan aku seperti itu, Jeon. Sekarang kau rasakan, apa yang dulu aku rasakan.”

Reyna menendang pelan lutut Jungkook yang rapat dilantai, lalu beranjak pergi meninggalkan pria itu.

Tes.

”Hikss..” Jungkook bersujud dan menangis sejadi-jadinya. Ia benar-benar sakit mengetahui Reyna hanya berpura-pura mencintainya disaat dia sudah cinta mati dengan sosok Reyna.

---

Jungkook duduk di meja makan dari pagi sampai malam, seperti tak lelah menunggu Reyna pulang. Matanya terus meneteskan bulir bening. Makanan di meja belum ia sentuh sama sekali.

”Tuan, makanannya kenapa belum dimakan? nanti makanannya tidak enak lagi jika sudah dingin.”

”Aku akan menunggu Reyna pulang ... hikss ...”

Para pelayan ikut bersedih melihat Jungkook dengan wajah pucat, mata bengkak, bahkan sedang demam tinggi itu menatap kosong ke depan untuk menunggu Reyna. Mereka belum pernah melihat Jungkook sampai sesedih ini.

”Uhuk! Uhuk!” Jungkook terbatuk membuat pelayan langsung memberikan beberapa lembar tissu pada Jungkook. Jungkook mengambil tissu itu sebelum akhirnya terbatuk kembali.

”Uhuk! Huekkkk!”

Para pelayan membulatkan matanya melihat Jungkook yang muntah.

”Astaga, Tuan!”

”Kau! Cepat panggil ambulance! Tuan Jungkook muntah darah.” Perintah pimpinan Maid.

”Uhuk! Tidak perlu, aku akan ke kamar saja.” Ucap Jungkook lalu berjalan menuju kamar sambil memegangi dadanya yang terasa sakit.

Pimpinan Maid pun segera menghubungi Rowoon, namun tak aktif begitupun dengan Reyna. Akhirnya pimpinan maid itu pun menelpon Wonho.

”Halo, Tuan.”

”Ada apa, Bi?” tanya Wonho.

”Apa Tuan liat Ny. Reyna?”

Wonho melirik ke arah ruang tamu. Disana Reyna sedang sibuk bermain POU. Reyna memang berencana tinggal di Apartemen Wonho.

”Tidak, Bi. Memangnya kenapa, Bi?” ujar Wonho berbohong. Reyna yang menyuruhnya untuk tidak mengatakan kepada siapapun perihal keberadaannya.

”Itu, Tuan. Tuan Jungkook muntah darah lagi.”

”APA!!”

Tut.

Wonho mematikan teleponnya secara sepihak. Ia segera menuju rak sepatu, membuat Reyna jadi bingung.

”Kau mau kemana?”

”Ke apotek.”

”Siapa yang mau kau belikan Obat?”

”Jungkook. Dia muntah darah lagi.”

PRANG!

Ponsel Reyna terjatuh ke lantai. Ia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya kembali angkat bicara.

”Muntah darah?”

”Iya, dan ini semua karena kau.”

”Kenapa aku?”

”Jungkook akan muntah darah jika dia terlalu lelah, stress, dan kondisi tubuhnya sangat lemah. Kau pikir dia begitu karena siapa? Karena kau, Rey! Ny. Jeon bilang, Jungkook memang sudah beberapa kali muntah darah, itu mungkin sudah biasa, tapi bayangkan Jika Jungkook terus menerus muntah darah karena lelah, stress dan tubuhnya lemah karena kau? Dia akan kehilangan banyak darah. Itu sama saja kau membunuhnya secara perlahan!!”

Reyna terdiam. Bukankah harusnya dia senang? Itu 'kan yang dia mau, membunuh Jungkook secara perlahan tanpa mengotori tangannya.

Wonho menghela nafas setelahnya ia beranjak pergi namun Reyna kembali menahannya.

”Kau akan mengantar obat itu ke rumah Jungkook?”

”Hm.”

”Jungkook tidak suka minum obat, jadi, bilang padanya, aku tidak akan pulang jika dia tidak mau meminum obat itu.”

Wonho tersenyum simpul. Setidaknya hati Reyna sudah sedikit luluh. Ia pun menggangguk lalu keluar dari Apartemen nya menuju Apotek.

”Apa kondisinya parah? Apa aku harus menjenguknya sebentar?” Reyna bertanya pada dirinya sendiri. Ia bingung.

TBC

ISTRI BAR BAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang