30

2.1K 243 35
                                    

Fian mendekat, yang mana langsung disalimi oleh Niko.

“Gimana kabar kamu?”

“Baik,” sahut Niko. “Ayah kapan pulang?”

“Barusan, ini langsung ke sini.”

Andri ingin ikut menyahut, tetapi dering telepon menjadikannya urung dan segera melihat siapakah yang melakukan panggilan. Arsen, batinnya menyebutkan nama sang penelepon. Tidak bisa dipungkiri, rasa senang langsung menghampiri pria ini, menghiraukan fakta bahwa ia telah menjadi fokus Fian dan Niko.

“Halo, Nak?”

Bukan. Bukan suara Arsen yang Andri dapatkan, melainkan suara yang benarlah asing untuk dirinya dengar. Penjelasan orang di seberang pun berhasil membuat netra Andri melebar, bukan hanya itu, handphone yang ia pegang jatuh begitu saja. Membuat baik Fian dan Niko ikut kaget.

“Kenapa Pa?” tanya Niko, panik.

“Arsen kecelakaan.” Berat sekali Andri memberitahukan hal tadi. Tidak banyak basa-basi, Andri langsung mengambil handphonenya kembali serta berlari ke dalam rumah. Berhasil mengejutkan Gina.

“Kenapa lagi Dri?”

Tidak ada sahutan, Andri langsung masuk ke dalam kamarnya. Mengambil kunci mobil di atas nakas, serta kembali berlari ke luar. Gina ikut mengejar sang adik, yang mana saat melihat keberadaan Niko dan Fian membuatnya mengerutkan dahi. Ada apa?

“Kenapa Dri?” tanya Gina lagi. Dia masih mengejar Andri yang kini menuje ke mobil.

“Anak aku kecelakaan,” jelas Andri.

“Biar saya yang antar,” tawar Fian. “Dengan kondisi seperti sekarang, Anda gak mungkin nyetir sendiri.”

Fian betul. Andri pun menyodorkan kuncinya kepada Gina. “Beritau Papa soal ini.”

Gina mengangguk paham. Setelahnya, Fian langsung mengajak Andri untuk bersegera. Niko pun Fian tarik untuk ikut.

“Cepetan!” suruh Andri kepada Fian setelah mereka masuk ke dalam mobil.

“Lokasinya di mana?”

“Bogor. Kita ke bogor sekarang.

***

Tidak pernah sekalipun sebelum ini Niko melihat wajah Andri yang panik serta ketakutan. Perjalanan dari Jakarta ke Bogor bahkan tidak membuat proses penanganan untuk Arsen selesai begitu saja. Mereka berada di depan IGD sekarang, dengan kecemasan yang benarlah menyelimuti satu sama lain.

Niko berada di tengah-tengah antara Fian dan Andri, yang mana di samping ayahnya, om dan tante Galang juga sedang menunggu. Tidak ada satu suarapun yang terdengar dari dua belah keluarga. Mereka sama was-wasnya. Begitupula beberapa orang yang sama-sama menunggu.

"Tolong, dua kantong darah A, satu AB!"

Ini sudah yang kedua kali semenjak Andri datang mendengar petugas memerintahkan hal tersebut pada perawat yang berjaga di luar ruangan. Andri pun memejamkan netra.

Elusan dibahu Andri rasakan, dan itu dari Niko. Namun, Andri tidak berniat membuka netra. Jujur saja, mendengar orang-orang di sebelahnya mendeskripsikan keadaan anaknya saat ia baru saja sampai, rasanya kaki langsung tak sanggup menopang tubuh. Arsen, anaknya itu dibawa ke sini benar-benar bermandikan darah.

"Oh ... itu keluarganya dua anak yang tadi kan? Yang, satunya bener-bener ngenes? Kayaknya gak bakal selamet deh."

Andri mendengar bisikan tadi, dari mulut wanita yang duduk tidak jauh darinya.

ARSENIK✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang