"Lepas!"
Fian terhenti saat mendengar teriakan dari dalam kamar yang akan dia kunjungi. Menghela napas sebentar, ini sudah sangat malam, tetapi keributan tak kunjung berhenti. Adam sudah menyuruhnya menjauh, mengatakan bahwa orang suruhannya akan mengurus Niko, tetapi tidak bisa. Dia tidak bisa diam saja mendengar sendiri anaknya terus berteriak sedari tadi.
Tanpa permisi, Fian langsung membuka pintu. Di dalam sana sudah ada Adam yang duduk di sofa kamar bersama Yuda, sedangkan Melda terus membujuk Niko agar tenang.
01:45 dini hari. Niko yang diberi obat penenang sedari sore hari bangun dan langsung meraung minta di lepaskan, sebab sekarang kedua tangannya di ikat pada sisi ranjang. Terpaksa, remaja tersebut terus saja memukul diri sendiri, bahkan berniat bunuh diri. Mereka tidak ingin mengambil risiko.
"Sayang, tenang …," pinta Melda entah yang keberapa kalinya. Dia menangkup wajah Niko, berusaha menarik atensi remaja tersebut.
"Lepas!" teriak Niko. "Pengen mati … aku harus mati."
Hati Fian berdenyut nyeri mendengar hal tadi. Kedatangannya tentu disadari, menjadikan dia fokus Adam dan Yuda.
Fian melangkah mendekat.
"Ayah … lepas, aku mohon," pinta Niko. "Aku pengen nyusul Bunda, aku mohon …."
Fian tidak menyahut. Dia memilih untuk segera membuka ikatan tangan sang anak.
"Jangan," cegah Melda.
Fian tidak mendengarkan. Masih fokus membuka ikatan tersebut.
"Tuan, saya mohon--"
"Tangan dia udah merah!" sanggah Fian lekas. Tidak perduli jika yang dirinya bentak adalah seorang wanita.
Bergegas Fian melepas ikatan yang lain. Sedari tadi meronta, berhasil membuat kulit pergelangan tangan Niko merah. Fian langsung memejamkan netra saat dia berhasil menarik Niko ke dalam pelukannya.
"Pengen sama Bunda," gumam remaja ini. "Aku mohon … boleh ya, Yah?"
Fian menggeleng keras. "Enggak, gak Ayah izinin. Minta yang lain aja."
"Aku cuma pengen itu."
"Kamu mau ninggalin Ayah?" sahut Fian. "Kalo kamu gak ada, Ayah sama siapa, Nak?"
Tiga orang lain yang berada di ruangan langsung bungkam, begitu pula dengan Niko. Remaja tersebut bergeming. Menyadari hal tersebut, bergegas Melda mengambil air di atas nakas, menyodorkannya kepada Fian.
"Minum dulu," tawar Fian.
Niko mulai melepaskan diri dari pelukan sang ayah, mengambil gelas tersebut untuk meminumnya sendiri. Namun, setelah itu Niko malah mendorong Fian untuk menjauh, lompat ke sisi kasur yang lain dan membanting gelas yang ada di tangannya hingga pecah. Bergegas, remaja tersebut mengambil belingnya.
Sontak saja, Fian ikut panik, dia berencana mengambil pecahan dari tangan Niko, tetapi sang anak langsung meletakkan beling di pergelangan tangannya sendiri.
Fian terdiam, begitu juga dengan yang lain. Menatap cemas apa yang sedang dilakukan Niko.
Beberapa saat kemudian, Fian ikut mengambil pecahan gelas tersebut dan mengarahkan ke pergelangan tangannya.
Melihat hal tadi, Niko tidak lagi dapat berkata-kata.
"Ayo, kamu luka Ayah luka."
***
Setelah lima hari, pihak keluarga diizinkan untuk menjenguk, tetapi secara satu persatu. Andri yang pertama, begitu senangnya ia pagi-pagi diberi informasi bahwa setelah sekian lama dirinya dapat melihat sendiri keadaan sang anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSENIK✔
Teen FictionArsenik, dikenal sebagai racun mematikan. Kini, aku akan menceritakan sebuah kisah dua orang remaja laki-laki bersaudara. Mereka adalah Arsen dan Niko. Nama yang jika disatukan, malah bermakna binasa. Keduanya tidak pernah saling melihat hadir, hing...