"Di mana Niko?" tanya Nia kepada guru penjaga UKS.
"Dia pamit balik ke kelasnya."
"Kelas?" ulang Nia. Secara sontak dirinya melirik ke arah kepala sekolah.
"Kita cek sekarang."
Ternyata benar, ketika mereka ke kelasnya Niko, dari luar Nia dan kepala sekolah melihat langsung keberadaan remaja tersebut yang duduk di sebelah Bima.
Murid dan guru pengajar yang paham apa yang membuat kepala sekolah dan guru BK mereka berdiri mematung di pintu kelas, langsung tersenyum tipis. Seakan mengatakan bahwa semua baik-baik saja.
Niko, dia sama sekali tidak menghiarukan apa yang terjadi, walau tahu betul bahwa dialah alasannya. Remaja ini memutuskan untuk terus mencatat apa yang sedang guru tulis di papan.
“Niko, kalo tangan kamu sakit, gak pa-pa kok gak usah nulis dulu.” Ini sudah yang ketiga kalinya guru di depan mengatakan hal tadi. Namun, Niko memilih untuk tidak menyahut sedikit pun, membuat guru tersebut harus menghela napas pasrah.
Semenjak masalah ‘pengeroyokan’ di kantin hingga membuat pelakunya ditangani pihak berwajib, Niko memang sudah menunjukkan perubahannya. Remaja tersebut jarang sekali terlihat bicara, jarang terlihat tersenyum lagi, tetapi masih terlihat berusaha memberi respon walau seadaanya. Namun, hari ini Niko sangatlah berbeda. Niko yang ia kenal bukanlah seperti sekarang. Niko yang ia kenal merupakan murid yang ramah dan sopan, bahkan sangat menghormati guru, tetapi lihatlah apa yang saat ini terjadi, remaja tersebut terlihat sangat tidak bersahabat dengan orang di sekitar.
Si guru pengajar menoleh ke arah pintu, di mana Nia dan kepala sekolah masih berada di sana.
“Maaf, kami ada perlu sama Niko sebentar aja,” pinta Nia.
Guru pengajar menganggukkan kepala. “Niko, Bu Nia mau bicara sebentar sama kamu.”
Niko menghela napas. Bangkit dari duduknya dan berjalan ke luar kelas dengan malas.
“Niko, kamu ikut ke ruangan Bapak ya?” pinta kepala sekolah, Pak Faisal.
Niko mengangguk. Sejujurnya ingin menolak, sebab nanti dirinya pasti akan mendapatkan banyak ‘suara’ di saat dia lelah mendengarkan. Namun, mau tidak mau Niko mengikuti kepala sekolah untuk ke ruangannya.
“Duduk, Nak.”
Niko lagi-lagi mengangguk dan menundudukkan tubuhnya di kursi yang berada di depan kepala sekolah, dengan meja sebagai sekat antara mereka.
Sebelum duduk di kursinya, kepala sekolah berjalan ke arah kulkas yang berada di sini, mengambil minuman dingin yang dirinya sajikan di hadapan Niko.
Faisal, dia tidak mengerti dengan Leo. Anak itu selalu saja membuat masalah. Sudah sering diperingatkan, juga sudah lumayan lama berhenti mengganggu murid. Namun, kembali berulah dengan menjadikan siswa baru sebagai targetnya.
Leo berhasil bertahan di sini karena orang tuanya yang memohon-mohon. Namun, sepertinya tidak boleh lagi ditoleransi. Ini sudah jauh berlebihan. Lagi-lagi membuat kasus keterlaluan, padahal baru kemarin bebas dari tahanan.
“Bapak bakal urus Leo setelah ini,” ujar Pak Faisal. “Dia bakalan Bapak keluarkan dari sekolah.”
Niko tidak menyahut. Sekarang, ia tidak perduli apapun lagi. Dia tidak perduli dengan apa yang ingin orang-orang lakukan.
Melihat tidak adanya tanggapan, Faisal dibuat khawatir sendiri.
“Assalamualaikum.”
Andri, pria tersebut langsung masuk ke dalam, melirik ke arah tangan kanan sang anak. Dia ditelepon pihak sekolah. Nia, sebelum ke ruang kepala sekolah dia menyempatkan diri untuk meminta bantuan temannya agar menghubungi Andri, serta menjelaskan semua yang terjadi setelah Fian tidak dapat dihubungi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSENIK✔
Teen FictionArsenik, dikenal sebagai racun mematikan. Kini, aku akan menceritakan sebuah kisah dua orang remaja laki-laki bersaudara. Mereka adalah Arsen dan Niko. Nama yang jika disatukan, malah bermakna binasa. Keduanya tidak pernah saling melihat hadir, hing...