13

1.6K 222 34
                                    

Gue benci elo. Jadi, apa yang gue pandang biasa saat orang lain ngelakuin adalah pengecualian buat lo. Singkatnya, lo napas aja itu udah salah.

ARSENIK; Arsen Riadi Permana

"Udahlah, sana pergi," usir Niko. Dia lalu hendak mendorong tubuh Dafi agar ke luar dari bagian dalam rumahnya. Namun, orang itu malah mencekal lengannya dengan begitu kuat.

"Mau apa?!"

"Aku bela-belain ke sini buat kamu, dan ini balesannya?"

"Maaf," pinta Niko. "Tapi emang ini yang harus terjadi."

"Aku sayang kamu."

Niko menghela napas. "Pulang sana."

Dafi memandang tak percaya orang yang ada di hadapannya. Bukankah di hari itu mereka sama-sama mengungkapkan rasa? Lantas, mengapa Niko bertindak seakan-akan semuanya hanyalah mimpi belaka? Bahkan setelah hari itu Niko benar-benar menjauhinya, hingga akhirnya tanpa kabar orang di hadapannya malah pergi entah ke mana. Dihubungi juga tak kunjung dibalas. Dafi sampai-sampai memutuskan untuk ke rumah Niko, yang ternyata setibanya di sana mendapat kabar bahwa Niko katanya pindah ke rumah Omnya.

"Sebenernya apa sih yang terjadi?" tanya Dafi. "Apa yang ngebuat kamu sampek pindah dan mengajuhin aku, hm?"

"Aku punya salah sama kamu?"

"Jawab, Nik. Jangan cuma diem."

"Atau jangan-jangan dihari itu kamu cuma main-main?"

"Kata siapa?" Niko akhirnya menyahut setelah mendengar keraguan Dafi terhadap rasanya. "Aku juga sayang sama kamu, lebih dari porsi sahabat."

"Terus kenapa ngejauh?"

Mendengar pertanyaan yang berulang kali ditanyakan, akhirnya Niko menyahut, "Tau gak, kalo kita sama-sama cowok?"

"Ya terus kenapa?!" Suara Dafi mulai meninggi. "Kalo kita cowok kenapa?"

Niko menggeleng lelah. Perlahan, kepalanya tertunduk. "Coba tanyain itu ke orang lain, gih."

Dafi menghela napas kasar, setelahnya melepaskan cekalan tangannya pada lengan Niko. "Jadi kamu begini karena takut sama pemikiran orang lain?"

"Kita yang ngejalanin, bukan mereka. Kenapa kamu malah sibuk mikirin orang sih?"

"Pulang gih, Daf."

"Enggak. Kita perlu bicara--"

"Kamu sayang kan sama aku?"

"Iya."

"Kalo gitu pulang," tanggap Niko.

"Apaan sih, Nik."

"Daf ... Aku ngakuin kalo orientasi seksual aku beda sama kebanyakan cowok lainnya," ucap Niko. "Dan aku nerima versi diri aku yang ini. Tapi, untuk lanjut ke tingkat ngejalin hubungan, aku bener-bener nolak. Maaf harus bilang ini."

"Nik--"

"Aku pindah juga bukan karena hal ini kok," potong Niko.

Dafi tersenyum miris. "Kamu cinta pertama aku."

"Kamu juga."

Dafi mengangguk-angguk kecil. Sia-sia rasanya semua yang ia lakukan agar diizinkan pergi ke Jakarta. "Kalo gini, seharusnya kamu gak usah ngerespon dari awal, daripada akhirnya sakit kayak gini."

"Um ... kamu bener. Seharusnya aku pendem aja."

Hening. Sekarang ini Niko sedang fokus memandangi Dafi yang hanya bergeming sembari balik menatapnya. Dari netra cowok di hadapannya, terpancar kekecewaan yang nyata.

ARSENIK✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang