6

2K 270 14
                                    

"Niko."

Kedua orang yang sedang saling merangkul dengan netra terpejam dibuat membuka mata. Di sana, Niko sudah melihat kehadiran Andri dengan Adam, menjadikan baik Niko dan Fian berdiri dari duduk.

Fian, dia memandang resah ke arah Adam. Apa yang ayahnya lakukan sekarang? Mengapa bisa ada Andri di sini?

"Niko, ayo pulang," ajak Andri. Dirinya ingin segera pergi dari sini. Sudah cukup enggan berlama-lama dengan sosok paruh baya di sebelahnya.

"Enggak." Bukan Niko, melainkan Fian yang menyahut tidak terima.

Andri terdiam. Paham betul apa yang Fian rasakan. Dipaksa berpisah dari anak sendiri adalah ujian terberat orang tua. Apalagi Andri tahu sendiri masalah apa yang menjadikan Fian diharuskan pergi menjauh dari Niko. Namun, bolehkah dia mengambil apa yang menjadi haknya? Belasan tahun lamanya Andri tidak dibiarkan dekat dengan Niko. Bertahun-tahun lamanya dirinya dicegat oleh Kaila untuk menemui sang anak. Andri menurut saat disuruh tidak lagi hadir dalam hidup Kaila ketika Niko baru berumur tiga tahun waktu itu. Waktu di mana akhirnya Andri memberanikan diri untuk menemui Kaila setelah bertahun-tahun mencegah diri sendiri agar tak berkunjung. Menampar diri sendiri dengan kenyataan bahwa Kaila sudah bahagia dengan keluarga kecilnya. Menyisihkan Andri yang masih memiliki rasa pada wanita tersebut.

"Fian!" tegur Adam. "Dia ayah kandungnya."

"Dan aku ayah yang gendong Niko waktu baru lahir. Aku yang selalu sama dia selama belasan tahun."

"Niko," panggil Andri. Menatap lekat pada sang anak yang kini ikut memfokuskan pandangan padanya. "Mau ikut Papa?"

Fian ingin menyahut tak terima, tetapi Niko malah mendahului dengan menggeleng pelan. Remaja tersebut lantas menundukkan kepala. Salahkah? Salahkah jika Niko ingin hidup dengan sosok yang begitu membuatnya nyaman? Mengingkari janjinya sendiri yang ingin memberikan dia dan Andri kesempatan hidup bersama menjadi keluarga? Terlihat begitu egoiskah dirinya?

Andri kalah hanya dengan sebuah gelengan. Penolakan kembali ditujukan padanya. Kehilangan sepertinya memang selalu sejalan dengan hidupnya.

"Maaf, Pa," gumam Niko. Tidak perduli bahwa di sini ada sosok Adam yang baru saja ia lihat memandangnya muak.

"Gak tau diri," sinis Adam. Menjadikan Niko semakin tidak berani mengangkat kepalanya.

"Kalian bisa pergi dari rumah saya," usir Fian.

"Anak saya udah dibuang sama ibu kamu setelah berhasil manfaatin. Dan sekarang kamu malah dateng buat manfaatin lagi, gak punya malu—"

"Kalian keluar!"

"Yah," tegur Niko. Langsung mencekal lengan Fian erat. "Tenang—"

Niko belum selesai bicara, tetapi Adam malah menarik tubuhnya kasar hingga lepas dari jangkauan Fian.

"Pa—"

"Dengerin saya," paksa Adam agar Niko mau memfokuskan diri padanya. "Dengerin!"

Niko terkesiap, membuatnya langsung menatap lekat ke arah kakeknya. Sedangkan Andri dan Fian yang mendengar bagaimana Niko dibentak langsung maju, sama-sama berdiri di samping Niko.

"Lepas!" seru Andri, mengambil alih lengan Niko yang Adam pegam. Membuat remaja tersebut berada lebih dekat ke sisinya dari pada Fian.

"Nak—" Fian yang ingin mendekat langsung dihalangi oleh Andri yang tiba-tiba berdiri tepat di hadapan Niko, menyembunyikan remaja tersebut dibalik tubuhnya.

"Niko ikut saya."

"Enggak," tolak Fian.

"Saya mohon," pinta Andri. Dia menatap penuh harap. "Saya sakit ngeliat dia diperlakuin kayak gini."

ARSENIK✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang