Gue ngejadiin lo dunia gue, sebelum lo bawa dia yang katanya anaklo.
ARSENIK; Arsen Riadi Permana
Tidak lagi tersusun rapi barang-barang di kamar itu. Semua buku, bahkan mendali juga piagam yang dibalut figura berceceran di lantai. Pecahan kaca di mana-mana. Sekarang, giliran gelas berisi air yang dilempar ke tembok.
Patah hati terbesar jika pelakunya orang tua.
Arsen merasakannya sekarang. Dia terduduk kasar, meremas sendiri rambutnya, tidak perduli lagi akan rasa sakit sebab jauh di dalam dirinya, ada luka yang mematikan indra untuk peka pada perih yang kecil.
“Dia anak Papa.”
Arsen tersenyum miris. Tiga tahun lalu dia menangisi ibunya yang pergi karena kecelakaan mobil. Ibu yang ia cari ketika baru saja kembali membuka mata, tetapi katanya sudah tiada. Tiga tahun lalu dia rasanya telah tidak mempunyai tujuan untuk hidup, sebab wanita yang begitu ia cintai, wanita yang menjadi alasan mengapa Arsen terus belajar agar nantinya bisa membuat ibu bangga, hilang sudah.
"Mama kamu udah gak ada."
Arsen menarik rambutnya, serasa berniat mencabutnya dari akar.
"Mumpung kamu sama Galang liburan semester, gimana kalo kita jalan-jalan sama Tante Fia, sama Galang juga."
"Wih ... seru kayaknya. Boleh, Ma."
"Tapi Papa gak bisa ikut, jadi cuma kita berempat. Gak pa-pa, kan?"
"Kan udah biasa, Ma. Gak pa-pa lah."
Masih diingat dengan jelas bagaimana ia yang mulai kehilangan emosi setelah pulang kembali ke rumah. Tidak ada lagi senyum yang dinampakkan, mengurung diri dalam kamar adalah hal yang dilakukan. Namun, sosok itu, sosok ayah mengulurkan tangan, merengkuh tubuhnya, menjadikan Arsen kembali bangkit. Meyakinkan diri bahwa masih ada ayah yang harus dia buat bangga.
Masih ada sosok Andri yang begitu Arsen jadikan panutan. Patokan seorang Arsen adalah Andri, laki-laki yang baginya adalah sosok terbaik. Arsen berharap dia bisa menjadi sama seperti Andri yang sangat berhasil dalam hidup.
“Dia lebih muda tujuh bulan dari kamu.”
Namun, saat ini mengapa rasanya tidak ada lagi yang bisa Arsen jadikan tujuan di dalam hidup? Siapa yang akan Arsen jadikan panutan sekarang? Sebab, ia sama sekali tidak menerima patokan yang melukai dirinya sendiri.
“Dia anak Papa.”
Arsen lagi-lagi tersenyum miris. Ia pikir selama ini, apa yang diduganya adalah salah. Ia pikir Andri memang tidak terlalu bisa menunjukkan rasanya kepada ibu. Sejak kecil itulah yang berada dalam pikiran Arsen saat melihat bagaimana kedua orangtuanya tidak seperti orangtua teman-temannya, tetapi sepertinya salah. Andri bersikap cuek kepada ibu karena ada wanita lain yang mungkin jauh lebih dicintai ayahnya. Miris.
"Kalian tidur cepetan, jangan main hp terus. Nyampeknya masih lama."
"Mama sama Tante Fia udah gak ada."
Arsen mengusap wajahnya kasar. "Arrghhhh!"
"Jangan sedih, masih ada Papa."
"Mama kamu udah tenang."
"Ada Papa, kamu gak perlu takut."
Saat itu, sosok Andri begitu memukaunya.
"Dia anak Papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSENIK✔
Teen FictionArsenik, dikenal sebagai racun mematikan. Kini, aku akan menceritakan sebuah kisah dua orang remaja laki-laki bersaudara. Mereka adalah Arsen dan Niko. Nama yang jika disatukan, malah bermakna binasa. Keduanya tidak pernah saling melihat hadir, hing...