21

1.5K 239 41
                                    

Hal yang seharusnya terkendali, malah lepas. Membuat Adi langsung mengatup erat mulutnya, meski raut wajah tetaplah menunjukkan kemarahan pada Arsen.

Semuanya tidak bersuara. Heran adalah hal yang menerpa Arsen. Tidak, bukan hanya dia, tetapi juga Niko yang tidaklah tahu apa yang harus dia lakukan atau suarakan. Dirinya serasa tidak pantas bersuara walau seharusnya mengeluarkan kata sebagai bentuk tanggung jawab, sebab, awal terjadi perselisihan ini adalah karena dia.

"Maksud dari 'lebih berhak' apa?"

Suara remaja tujuh belas tahun yang menuntut atas pernyataan kakeknya barusan terdengar. Menjadikan Andri yang tadinya tersulut emosi malah beralih panik.

"Kakek salah bicara," ungkap Adi lekas sambil memijit pelipisnya keras. Dia lalu menghela napas. "Kamu terlalu mancing emosi tadi."

"Kita terlalu berlebihan," ungkap Andri melanjuti. "Mendingan kita tenangin diri dulu. Arsen, lebih baik kamu masuk kamar. Bersihin badan kamu, nanti Papa anterin makanan buat kamu."

Tidak ada tanggapan langsung dari Arsen, karena tatapan tak percaya masih diperlihatkan oleh remaja tersebut. Kakeknya bukanlah orang seceroboh itu sehingga bisa mengeluarkan kata secara 'asal'. Namun, tidak berbicara lebih lanjut hal yang dipilihnya.

Arsen pergi, meninggalkan orang-orang yang menatap lekat punggungnya.

Arsen pergi, dengan pertanyaan yang tetap melekat dalam kepalanya.

Sampai di kamar, dia melepas tas dan membuangnya asal.

Ada apa?

Secara perlahan kepalan tangan terbentuk. Netra tajam milik Arsen menatap lurus ke depan.

"Jangan pernah buat Papa kamu marah ya, Nak?"

"Papa gak pernah marah sama aku kok."

"Mama tau. Papa itu sayang banget sama kamu. Mangkanya, jangan sampek kamu buat kesalahan ya?"

Arsen memejamkan netra.

".... lebih berhak dari pada kamu ...."

Matanya kembali terbuka.

"Arsen … kamu belom mandi?" Andri berjalan masuk, dengan sepiring makanan dan segelas air yang buru-buru dirinya ambil. Bermaksud, setelah Arsen selesai mandi sang anak langsung bisa makan tanpa menunggu.

Mendengar tidak ada jawaban, Andri ikut dibuat diam. Hingga dia memaksa diri untuk menepis pikiran 'konyol' dalam kepalanya, beralih untuk meletakkan makanan tadi di atas nakas yang berada di depan Arsen.

Ketika membalikkan badan, Andri langsung berhadapan dengan Arsen yang telah menatap lekat pada dirinya.

"Kamu belum mandi?"

"Ada berapa banyak rahasia?" tanya Arsen. Pelan, tetapi menuntut.

"Maksud kamu?"

Arsen tersenyum miris. "Aku gak sebodoh itu, Pa."

"Papa gak paham---"

"Gak paham atau pura-pura?" potong Arsen. Membuat Andri semakin bungkam ditempatnya.

"Ada berapa banyak rahasia?" ulang Arsen.

ARSENIK✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang