59. Mama

593 39 27
                                    

"Orangnya sangat dingin tapi tangan dan pelukannya begitu hangat."

>Luvia<

***

"Raden." Panggil Luvia tengkurap di atas ranjang menghadap Raden yang duduk di bawah.

"Hm." Jawab Raden tanpa memalingkan wajah.

Dia memilih game daripada Luvia karena babak ini adalah babak yang menjadi favorit Raden.

Gadis itu cemburu karena diacuhkan demi game, "Aku mau tanya sesuatu sama kamu, tapi kamu jangan marah."

"Hm."

Gadis itu terduduk tapi masih di atas ranjang, "Semenjak aku ke rumahmu, aku tidak pernah melihat Mama kamu. Kemana dia? Apa dia juga sibuk seperti Papamu?"

Raden terdiam mendengar pertanyaan Luvia, membuat orang yang dikendalikan dalam game oleh Raden mati dan game sudah berakhir begitu saja membuat Vino kesal namun seru.

"Ada apa Raden? Pertanyaanku salah? Maaf kalau gitu." Luvia menjadi tidak enak. Raden merasakan sakit hati menyinggung keluarganya

Raden mendongkak menatap Luvia diatasnya, "Enggak, kamu nggak salah, justru aku menunggu pertanyaan itu darimu."

Luvia tersenyum tipis, "Benarkah? Lalu dimana Mamamu? Aku ingin bertemu dengannya."

"Kamu ingin bertemu dengan mama?" Luvia mengangguk yakin.

"Mau apa kalau sudah bertemu?" Raden mulai menggoda.

Luvia kesal, "Betemu juga ketemu sudah ditanya macam-macam. Nanti kamu juga akan tahu."

"Ayolah Raden! Aku ingin bertemu. Panggil Mama kamu atau pertemukan aku dengannya. Aku mohon." Pinta Luvia dengan Poppy eyes sangat menggemaskan.

Raden memasang wajah kecewa, "Dia tidak ada di sini, di tempat lain!"

"Kalian tidak tinggal serumah? Pantesan aku tidak pernah berjumpa." Heran Luvia terobati.

"Jadi nggak ketemu sama Mama?" Tanya Radan sekali lagi.

Gadis itu bimbang, "Aku pikir ada di rumah ini, gak perlu keluar rumah."

"Kenapa?"

"Adikku gimana? Nggak mungkin kalau dia di sini sendiri." Gadis itu bimbang karena Vino.

Vino menatap kedua Kakaknya itu, "Pergilah gue nggak masalah di sini sendirian. Lagian masih seru mainnya."

"Beneran lo nggak apa apa?"

Vino menggeleng, "Gue akan baik-baik saja Kak. Pergilah!"

Raden menarik tangan Luvia, "Tunggu apa lagi!"

Mereka meninggalkan kamar meninggalkan Vino yang asik dengan gamenya. Ini adalah salah satu yang membuat Raden menyukai tipikal adik seperti Vino, bisa mengerti bagaimana perasaannya yang ingin berdua dengan Luvia.

Raden mengendarai motor ke suatu jalan yang sepi membuat Luvia bertanya-tanya. Kemana Raden akan membawanya pergi dan di mana tempat tinggal Mamanya itu? Luvia sedih kalau ternyata orang tua Raden sudah berpisah dan rumah mereka terpaut sangat jauh.

Di depan sana ada sebuah jalan bertanah yang lembab, motor yang mereka tumpangi melewati jalanan tersebut. Tidak lama berkendara bulu-bulu yang di tubuh Luvia berdiri merinding.

Dia melihat banyak sekali Batu Nisan yang tertata dengan sangat rapi berada di sebuah hamparan tanah yang luas. Raden menghentikan motornya tepat di jalan masuk pemakaman tersebut.

Taruhan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang