Segment 10. Rooftop

1.2K 104 37
                                    

"Bertanggung jawablah dengan apa yang telah diperbuat. Karena, berani berbuat juga harus berani bertanggung jawab."

>Raden<

***

Luvia terkejut tangannya di cekal kuat oleh Raden dan diseret mengikuti cowok itu pergi. Dia kewalahan mengimbangi langkah besar Raden hingga dia berlari kecil, Luvia memberontak agar cekalan itu terlepas.

Bukannya melonggar, cekalan itu semakin erat terasa sakit di daerah pergelangan tangan, ditambah bekas luka masih terasa sakit.

"Raden. Lepasin! Sakit tangan gue." Kata Luvia melepaskan cekalan dari Raden.

"Ikut!" Cetus Raden dengan tatapan lurus kedepan serta rahang yang mengeras menahan emosi.

"Lo mau bawa gue kemana?" Tanya Luvia yang tidak di jawab sama sekali.

"Gue akui gue salah. Gue tadi gak sengaja." Nihil, Raden tetap tidak menjawabnya.

"Maaf." Lanjutnya lirih. Cekalan Raden sedikit melonggar.

Raden membawa Luvia ke tempat biasa dia membolos, tempat paling aman untuk merokok dan jauh dari jangkauan Guru, yaitu Rooftop.

Dugh!

Raden membenturkan tubuh Luvia ke tembok. Cowok itu melepas kasar tangan Luvia lalu melangkahkan kakinya ke belakang.

"Kenapa lo bawa gue ke sini?" Tanya Luvia menahan rasa sakit.

"Tanggung jawab!" Raden berbalik membelakangi Luvia mencoba menetralisir emosi.

Luvia menatap punggung Raden angkuh, "Tadi 'kan gue sudah minta maaf. Lagian gue gak sengaja."

"Minta maaf saja tidak cukup. Setelah apa yang lo lakukan ke seragam gue." Raden memperlihatkan noda biru di bagian dada.

Luvia berdecik, "Cuma noda segitu lebay banget sih lo."

Raden membalikkan badan cepat, "Lebay?"

"Lo harus dikasih pelajaran." Kedua alis Luvia bertautan. Pelajaran?

Raden mendekat, perlahan tangannya melepas kancing seragam dari atas ke bawah. Luvia yang melihat gegak gerik Raden mulai panik.

"Ra-Raden. Apa yang lo lakukan?" Raden semakin dekat dan Luvia semakin berjalan mundur. Sial, langkahnya terhenti karena terbentur oleh tembok.

"Gue mau kasih lo pelajaran." Senyum miring Raden membuat Luvia semakin takut.

"Benerin gak baju lo! Lo gila?!" Melihat kancing terbuka sampai dada dan memperlihatkan kaos putih tipis yang ia kenakan. Bukannya berhenti Raden semakin dekat dan melanjutkan kegiatan membuka kancing yang tinggal dua.

Luvia semakin panik, "Berhenti di situ!"

Luvia menunjuk Raden agar berhenti di tempatnya, "Atau gak-"

"Atau gak apa?" Potong Raden tersenyum jahat.

Luvia tersentak, "Gu-gue, gue akan teriak!"

Raden berkekeh meremehkan, "Teriak saja. Sampai suara lo abis, gak ada yang berani menolong lo dari gue."

Tingkah laku Raden mengingatkan kembali pada kejadian kelam yang menimpanya sampai membuat mentalnya tergangu. Kejadian dimana dia sudah mencoba melupakan, tetap aja kejadian itu tetap hadir dipikirannya.

.
.
"Gadis yang cantik. Tapi sayang, terlalu polos." Ujar cowok berbaju hitam memakai topi mencekal dagu Luvia.

Luvia tidak bisa memberontak karena ikatan yang kuat di tangan, kaki, dan badannya.

Taruhan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang