"Kau tidak berbohong tentang alergimu?" Adalbaro membuka buku-buku yang ia miliki tentang alergi.
"Untuk apa saya berbohong?" Martina mengelap meja-meja dengan kain yang ada di tangannya. "Itu adalah informasi yang harus diketahui orang-orang agar saya tidak salah makan. Saya juga sudah memberitahu petugas dapur secara pribadi sejak awal masuk."
"Kalau begitu, aku akan mencatat segala sesuatu tentang alergi ini. Dimulai dari gejalanya."
"Tidak ada gejala, tetapi saya akan langsung mengalami diare hebat dalam kurun waktu paling singkat dua hari, dan bisa lebih dari itu."
"Apa obat untuk alergi ini?"
"Waktu."
"Apa?" Adalbaro menatap Martina dengan tajam, mengisyaratkan agar Martina mengulang jawabannya.
"Waktu, Profesor. Karena diare itu tidak bisa diobati, dan hanya waktu yang mampu membuat tubuh saya membaik kembali."
"Apakah benar-benar tidak ada penanganan yang tepat?"
"Cokelat akan membantu memperbaiki keadaan, karena saya menyukai cokelat. Atau red velvet. Tetapi, untuk penyembuhan, hanya waktu yang bisa melakukannya."
"Jadi, alergi kelapa tidak memiliki gejala awal namun akan langsung mengakibatkan diare, dan tidak dapat ditangani dengan cara apa pun. Begitu?" Adalbaro memastikan lagi catatan yang ditulisnya atas keterangan Martina.
"Ya, Profesor," Martina mengangguk sambil menata ulang buku-buku di rak di bagian belakang kelas.
"Terima kasih atas informasimu ini, Miss Riario," Adalbaro menutup jurnal alerginya, "sekarang, sebaiknya kau kembali ke asramamu, atau lakukan apa pun yang kau mau."
"Tapi, saya belum selesai membersihkan ruangan ini, Profesor," sanggah Martina.
"Anggap saja kau sudah menukar hukuman hari ini dengan secuil informasi tadi. Lagipula, itu membuat jurnal tentang alergi menjadi semakin lengkap."
"Terima kasih," Martina tersenyum.
***
Tepat seperti dugaan Ignacio, Martina akan menemukan gerombolannya di kantin. Kumpulan orang-orang tidak jelas dari seluruh asrama di sekolah itu.
"Jus meletup?" Martina duduk di tempat yang sama seperti kemarin dulu, "Kalian menyukainya?"
"Ya, setelah ditraktir oleh Blanco Galaxy kemarin," jawab Lorinda.
"Galaxy?" Shobab mengeluarkan vapor dan mengisapnya, "Keluarga Galaxy tidak pelit adalah keajaiban dunia." Kemudian ia beralih pada anak-anak lelaki, "Mau?" menawarkan vapornya.
"Rasa apa?" sahut Martina.
"Vanila," jawab Shobab, "tetapi aku membawa liquid rasa red velvet, kalau kau mau."
"Oh, tentu saja," Martina mengeluarkan vapor miliknya dari dalam saku celana roknya, "aku minta liquid rasa red velvet-nya."
Shobab mengeluarkan cairan untuk vapor dari dalam saku celana panjangnya, kemudian memberikannya pada tangan Martina yang sudah terulur.
Martina segera mengisi vapornya dengan cairan rasa red velvet tadi, kemudian mengembalikannya kepada Shobab, dan menyedot vapornya sendiri. Sedangkan Shobab menggunakan vapornya secara bergantian dengan Ignacio, Jimmy, dan Jørgen.
Di sisi lain kantin, Blanco dan Carlotta juga sedang merokok. Sihira diluar jam sekolah memang penuh warna. Bahkan, Santiago bersama gerombolannya berani minum whisky bersama-sama, padahal usia mereka belum memenuhi syarat.
"Semua ini membuat kita ingat jika penyihir juga manusia," kata Lorinda.
"Ngomong-ngomong," celetuk Jørgen, "aku mendapat sebuah ajakan kencan dari seorang gadis asrama Hitam."
"Siapa?" tanya Martina.
"Namanya Michelle Forgotten," jawab Jørgen.
"Michelle?" Jimmy mengernyit.
"Michelle?" Indamira turut mengernyit, "Dia gadis yang cukup tertutup, kurasa. Tak ada yang membicarakannya atau merasa mengenalnya."
"Kenapa tidak kita tanyakan pada Carlotta dan Blanco saja?" usul Lorinda, yang sejurus kemudian memanggil kedua orang asrama Hitam itu untuk berkumpul bersama mereka.
"Ada apa, Sayang?" tanya Carlotta tanpa basa-basi begitu bergabung dengan mereka.
"Kau mengenal Michelle Forgotten?" tanya Lorinda.
"Tidak," Carlotta menggeleng. "Bagaimana denganmu?" Carlotta menatap Blanco.
"Tidak ada yang mengenalnya," jawab Blanco sebelum mengisap rokoknya lagi. "Dan tidak ada yang mengenal keluarga Forgotten."
"Nama yang cocok untuk mereka," dengus Martina, "Yang Terlupakan."
"Memangnya kenapa kalian tiba-tiba menanyakan orang itu?" Carlotta mengembuskan asap rokoknya ke atas, berharap teman-temannya tidak terkena kepulan asap itu.
"Karena dia mengajak Jørgen berkencan," jawab Jimmy terang-terangan.
"Jangan menerimanya sampai aku memiliki informasi yang cukup," Carlotta mengetukkan rokoknya agar abu rokoknya rontok ke tanah.
"Tapi aku sudah menerimanya," kata Jørgen.
"Yeah, tidak apa-apa kalau begitu," ujar Carlotta, "lakukan saja. Dan aku akan tetap memberitahu kalian jika aku mengetahui apa pun tentangnya. Keluarga yang tidak dikenal sangatlah mencurigakan."
"Kenapa kau mau melakukan ini?" Indamira menatap tajam pada Carlotta.
"Kenapa kau mau berteman dengan Riario?" Carlotta membalikkan pertanyaan.
"Karena dia memang pantas dijadikan teman," jawab Indamira.
"Kau tahu jawabanku kalau begitu," Carlotta tersenyum. "Blanco, jangan sampai kita tertangkap malam ini," ujarnya pada Blanco sambil berjalan meninggalkan kantin.
"Wah, mereka gerak cepat," Jimmy menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dia hanya punya tujuan yang kebetulan searah, kurasa," Martina menanggapi. "Di mana Berna?"
"Masih membersihkan ruang kelas alkimia," jawab Shobab. "Tunggu. Kau tidak membersihkan ruang kelas medis?"
"Sudah selesai," Martina menyedot vapornya lagi. "Profesor Coldman berkata untuk hari ini sudah cukup sekian saja."
"Wah, prof—" Indamira tidak melanjutkan perkataannya karena orang yang akan dibicarakan tiba-tiba mendatangi kantin, dan sontak membuat banyak orang terkejut. Shobab dan Martina segera menyembunyikan vapor mereka, kendati jam sekolah telah usai.
"Untuk apa dia kemari?" bisik Indamira pada saudara kembarnya.
"Mana aku tahu!" Ignacio balik berbisik, "Aku bukan anaknya!"
"Jangankan anak!" sahut Shobab dalam bisikan juga, "Istri saja dia tak punya!"
"Lorinda Castillian!" teriak sang Guru Medis, "Jimmy Harvest! Jørgen Rasmussen! Siobhan O'Brien! Carlotta Nilda! Blanco Galaxy!"
"Mampus kau!" desis Ignacio pada Lorinda.
"Kenapa tidak berkumpul di ruanganku untuk menjalani masa penahanan?!" Adalbaro berteriak lagi.
"Ya ampun!" seru Lorinda, "Profesor, kami sungguh lupa!" pekiknya sambil berlari menghampiri gurunya itu, dan menerima pukulan tongkat pada lengannya.
"Cepat ke ruanganku!" perintah Adalbaro.
Empat orang berbeda warna rambut itu menurut saja, dan Adalbaro menyadari bahwa Carlotta dan Blanco tidak ada di sana.
"Di mana Miss Nilda dan Mr. Galaxy?" tanya Adalbaro pada siapa pun yang ada.
"Kami tidak tahu," jawab Siobhan, "mereka baru saja meninggalkan kantin."
Sesampainya di ruangan sang profesor, empat anak tadi mendapati Pietru, Viola, dan Emma sudah berada di sana. Kemudian mereka bertujuh dikunci di dalamnya, sedangkan Adalbaro Coldman pergi untuk mencari Carlotta dan Blanco.
-Ema Puspita Loka-
KAMU SEDANG MEMBACA
SIHIRA
FantasyApa yang akan terjadi ketika seorang gadis yang biasanya hidup normal tiba-tiba harus berkecimpung dengan dunia sihir, apalagi menjadi korban? Lorinda Castillian menjadi siswi Sihira di kerajaan sihir Taika, dan akan mengalami banyak hal di luar ken...