Bab 44

46 8 0
                                    

Lorinda justru banyak bercerita pada Samsara, alih-alih pada Martina, sebab ia terlanjur tidak menyukai Martina sejak kejadian menyangkut jimat itu.

Lorinda mempercayai Samsara dan menceritakan segalanya pada wanita itu, serta menganggap Samsara sebagai ibunya di Sihira, karena Lorinda tidak bisa pulang ke dunia non-wizard sampai libur natal tiba.

"Jangan menuntut Yewberry terlalu banyak," kata Samsara. "Dia harus menjaga agar keadaan tetap seimbang. Dia tidak bisa meninggalkan Shebiba begitu saja hanya karena bertemu denganmu."

Kedatangan Martina ke asrama membuat Lorinda dan Samsara terkejut dan langsung tutup mulut. Lorinda terlihat khawatir meskipun sebenarnya Martina tidak melakukan apa-apa. Martina tidak mendobrak pintu dengan kasar ataupun berteriak. Martina masuk dengan tenang, dan menuju ke kamarnya tanpa menyapa siapa pun.

"Kenapa teman sekamarmu bersikap seperti itu?" tanya Samsara pada Lorinda yang duduk di sampingnya.

"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu," jawab Lorinda. "Satu-satunya yang kutahu hanyalah aku membencinya, karena dia berusaha memisahkanku dari Yewberry sejak awal, bahkan dia tidak tahu-menahu tentang status perkawinan Yewberry, tetapi dia berusaha menjauhkan kami."

"Menjauhkanmu? Bagaimana?"

"Dia pernah memberiku kalung yang ternyata adalah benda untuk menjauhkanku dari orang yang mencintaiku."

"Betapa jahatnya!"

***

Pada keesokan harinya, dalam perjalanan menuju Zero Mile seusai sarapan, Berna memberitahukan kenyataan tentang Yewberry kepada Martina.

"Kau sudah mengatakan hal ini kepada Profesor Coldman?" celetuk Martina, menghentikan langkahnya.

"Kau adalah orang yang pantas mengetahuinya paling awal setelah aku," Berna berkata.

"Kalau begitu, jangan membuang waktu," Martina melanjutkan perjalanan lagi. "Setelah mendapatkan pembalut, kita segera kembali. Tidak perlu mampir-mampir ke tempat yang tidak perlu."

***

Emilia kembali terbaring di sofa Adalbaro Coldman karena pendarahan pada tangannya tidak kunjung berhenti. Patrick terus menyumpal luka Emilia dengan sabar.

"Apakah sakit?" tanya Patrick dengan lembut.

"Semakin sakit kalau kau menanyakannya, Henning!" gertak Adalbaro dari dapurnya, "Lebih baik ajak dia membicarakan hal lain yang lebih menyenangkan."

"Ketika lukamu berhenti, apakah kau mau aku membeli sate babi terbang di Zero Mile?" Patrick berusaha menawarkan sesuatu untuk Emilia.

"Emilia tidak menyukai babi -apa pun jenisnya!" teriak Adalbaro, masih dari dapur, "Babi ternak, babi hutan, babi terbang, Emilia tidak menyukainya!"

"Kau mau majalah dari dunia non-wizard?" Patrick masih berusaha.

"Novel, Henning!" sahut Adalbaro lagi, diiringi dentingan sendok pada gelas, "Belikan novel di Golden Cup! Emilia akan menyukainya, terutama novel-novel klasik."

"Kau mau karangan siapa? Jane Austen?" Patrick menatap Emilia yang sudah tersenyum lebar.

"Koleksi Jane Austen milik Emilia sudah lengkap, kau bisa melihatnya di ruangannya," Adalbaro membawa tiga cangkir teh ke hadapan Emilia dan Patrick.

"Profesor, tidak bisakah Anda membiarkan Emilia sendiri yang menjawab pertanyaan-pertanyaan dari saya?" geram Patrick.

"Kenapa? Aku hanya membantu Emilia menjawabnya sesuai dengan apa yang kuketahui," cerocos Adalbaro.

SIHIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang