Bab 55

44 7 4
                                    

Martina membuka pintu ruangan Adalbaro dengan kasar pada tengah malam, membuat tiga orang di dalamnya menoleh dengan spontan. Martina bisa melihat Nazreen sedang membaca buku di sofa, sedangkan Adalbaro dan Emilia berada di meja makan di dapur untuk mengekstrak ekor huldra.

"Saya tidak bermaksud kasar," Martina berusaha menjelaskan mengapa ia mendobrak pintu ruangan Adalbaro.

"Istirahatlah dulu, Martina, di mana pun kau mau," kata Adalbaro sambil terus fokus pada tetes demi tetes minyak yang menetes pada rangkaian alatnya di meja, "di sofa ruang tamu bersama Nazreen, di kursi meja makan bersama Emilia dan aku, atau di kamarku."

Martina masuk dan mendudukkan diri dengan kasar di samping Emilia. Indamira melemparkan dirinya ke sofa di seberang Nazreen. Ignacio dan Jimmy sudah terlalu lelah sehingga langsung ambruk ke lantai setelah menutup pintu.

"Di mana kulit elf telunjuknya?" Emilia langsung menagih pada Martina, yang hanya dijawab dengan gumaman tidak jelas. "Apa?" Emilia bertanya lagi.

"DI DALAM TAS INDAMIRA!" teriak Martina, kemudian terseok-seok menuju kamar Adalbaro. "Profesor, boleh saya—"

"Tidurlah di sana," jawab Adalbaro sebelum Martina sempat menyelesaikan pertanyaannya, "Indamira juga. Indamira, jangan tidur di sofa!"

Dengan terseok-seok, Indamira berjalan menuju kamar Adalbaro, tetapi melemparkan tasnya pada Emilia terlebih dahulu sebelum memasuki kamar itu.

***

"Di mana Martina?" pertanyaa Lorinda itu sontak membuat mata Viola yang tadinya hendak terpejam jadi membuka kembali, "Kenapa dia tidak tidur di sini sejak kemarin?"

"Dia mungkin pulang ke dunia non-wizard," jawab Viola, bersyukur karena otaknya masih berjalan lancar bahkan ketika mengantuk.

"Untuk apa pulang? Bukankah sebentar lagi liburan natal akan tiba?"

"Mana kutahu, aku bukan ibunya," Viola menguap lebar.

"Atau mungkin dia berkencan dengan Profesor Coldman?" tebak Lorinda.

"Ya, mung—apa?!" Viola mendelik.

"Kau tidak tahu?"

"Tahu apa? Jangan mengada-ada hal yang tidak ada!"

"Kalau kau tidak percaya, buka saja lemari pakaiannya, dan kau akan menemukan seikat tulip biru yang telah diawetkan di sana. Itu dari Profesior Coldman."

"Siapa pun bisa memberi bunga, Lori," Viola memejamkan matanya lagi, merasakan betapa hangatnya kasur Martina.

"Aku melihat Profesor membelinya, dengan mata kepalaku sendiri!"

"Itu bukan urusan kita. Sudahlah, cepat tidur! Ini sudah tengah malam!"

"Besok hari Minggu, kenapa kau begitu ingin cepat-cepat tidur?" Lorinda mendengus. "Ngomong-ngomong, mantra apa yang diucapkan oleh Emma ketika berhadapan dengan hal yang tidak bisa kita lihat tadi?"

"Oh, itu mantra kuno milik keluarga Fillion. Mantra itu diciptakan khusus oleh nenek moyang mereka karena anggota keluarga mereka sering memiliki kemampuan seperti Emma. Mantra itu sangat sulit ditiru."

***

Ketika seluruh teman-temannya yang kelelahan telah tertidur pulas laksana orang mati, Nazreen masih setia menemani Adalbaro dan Emilia yang berkutat dengan bahan ramuan. Nazreen mengembalikan ensiklopedia jamur ke rak, dan mengambil buku yang ternyata merupakan catatan Adalbaro.

"Profesor, bolehkah saya membaca buku catatan Anda tentang alergi para siswa?" Nazreen meminta izin terlebih dahulu.

"Tentu saja, bagus jika kau mau membacanya," jawab Adalbaro sambil memisahkan lemak ekor siren dari dagingnya.

SIHIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang