Bab 2

275 26 0
                                    

"Ini rahasia," ucap Lorinda kepada kedua sahabatnya di kafe yang sama dengan yang mereka datangi tadi siang, "aku akan bersekolah di Sihira."

"Baguslah," celetuk Jimmy, "itu berarti kita bisa berangkat bersama-sama, dan aku bisa menyontek tugasmu seperti biasanya."

"Mantap!" sahut Jørgen sambil tertawa.

"Tunggu!" pekik Lorinda, "Jangan bilang jika kalian tahu apa itu Sihira dan kalian juga bersekolah di sana!"

"Untungnya aku tidak perlu bersekolah di Sekolah Menengah Atas Katolik Santa Gemma Galgani," Jørgen mengedikkan bahunya.

"Bagaimana bisa?!" Lorinda memegang kepalanya.

"Ibuku seorang penyihir," jawab Jimmy.

"Ibuku malah kakak perempuan dari kepala sekolah kita nanti," ujar Jørgen.

"Menyebalkan!" gerutu Lorinda.

***

Sedikit menyebalkan memang, tetapi ada baiknya juga jika Lorinda tidak sendirian. Keesokan harinya, dengan diantarkan oleh Agni, ketiga anak itu membeli keperluan sekolah di kaki bukit Pytchaang.

Di sebuah toko magis bernama "Rollando Weezardz Nyds", mereka bisa mendapatkan semuanya. Toko itu hanya bisa dilihat dengan mudah oleh para penyihir seperti Agni Rasmussen dan Leah Harvest, sedangkan penyihir yang sudah lama memendam bakat sihirnya seperti Brenda Castillian -ibu Lorinda- mungkin akan kesulitan menemukannya.

Agni memberitahu bahwa bersekolah di Sihira Wizarding School sangat menyenangkan, meskipun mereka akan diajarkan tentang ilmu hitam juga.

"Kenapa mereka mengajarkan ilmu hitam juga?" tanya Jimmy sambil mencoba sebuah jubah berwarna emas di depan cermin besar.

"Karena kita akan lebih memahami sesuatu jika kita sudah pernah berkecimpung di dalamnya, Jim," Lorinda yang menjawab. "Ngomong-ngomong, kau mau memakai jubah seperti itu ke sekolah? Heboh benar."

"Tentu saja tidak!" Jimmy buru-buru melepaskan jubah tersebut, kemudian meraih sebuah jubah berwarna denim. "Ini lebih sesuai dengan karakterku."

"Ah, ya, tentu saja," sahut Jørgen yang menjajari Jimmy dalam balutan jubah berwarna cider, "kita sangat serasi!"

"Serasi? Kau mengatakannya seolah kalian adalah pasangan. Itu menjijikkan!" ujar Lorinda dengan ketus sambil memakai sebuah jubah berwarna merah wine.

Kemudian, menyesuaikan dengan jubah pilihan mereka, tongkat mereka diwarnai dengan warna yang sama dengan jubahnya. Sedangkan untuk dekorasi, mereka bisa mendekorasi sendiri tongkat seperti apa yang mereka inginkan.

Meniru sang ibu, Lorinda memberikan gantungan dari resin bening di pangkal tongkatnya, tetapi bukan berisikan melati, melainkan mawar merah. Begitu juga dengan Jørgen yang menggantungkan rumbai berwarna perak di pangkal tongkatnya.

Sedangkan Jimmy malah benar-benar menjiplak ibunya dengan menghiasi tongkatnya menggunakan bulu merak di seluruh permukaannya.

Setelah berbelanja, Agni menceritakan lebih banyak hal sambil menyiapkan makan siang untuk ketiga anak itu di rumahnya.

"Leah benar-benar menyebalkan," kata Agni sambil menggoreng sosis, "mungkin semenyebalkan Jimmy di mata Jørgen dan Lorinda."

Lorinda dan Jørgen bertukar pandang sambil tertawa karena Agni mengakui bahwa Jimmy menyebalkan. Ketiga anak itu sudau bersahabat sejak masih balita, sehingga para ibu itu juga tahu seperti apa sifat masing-masing dari mereka.

"Kami masih saling terkejut bagaimana mungkin Edmond bisa suka pada Leah," cerocos Agni, "dan bagaimana mungkin Kristoff juga menyukaiku."

"Menyenangkan sekali, kalian bersama-sama, kecuali ibuku," Lorinda menyela.

"Siapa bilang?" Agni berbalik. "Ibumu memang bukan siswi Sihira, tetapi dia sering berkunjung ke sana. Dia punya wewenang, karena dia adalah bagian dari keluarga van der Bilt, seperti Leah yang bagian dari keluarga Baszak, dan aku yang bagian dari keluarga Kuncoro. Ibumu sering datang hanya untuk sekedar membawakan makanan dari dunia non-wizard untuk kami. Tetapi aksesnya dibekukan setelah dia memilih menikah dengan ayahmu karena ayahmu anti penyihir. Padahal, keluarga Castillian juga dihormati, meskipun tidak sementereng keluarga Baszak. Ayahmu seperti seorang pengkhianat. Mengkhianati nenek moyangnya sendiri."

"Lalu, apa lagi yang menyenangkan di sana, Bu?" tanya Jørgen, mengalihkan pembicaraan yang mulai tidak enak karena ayah Lorinda adalah anti penyihir.

"Kalian hanya akan belajar sebanyak empat hari dalam sepekan," Agni memeriksa roti yang dipanggangnya, belum matang.

"Itu akan sangat menyenangkan!" Jimmy berseru riang.

"Anak ini benar-benar sama persis dengab Leah ternyata," Agni tertawa terbahak-bahak.

"Bagaimana dengan guru-gurunya?" tanya Lorinda.

"Kurasa, guru-guruku sudah tidak mengajar di sana. Kabar terbaru yang kudapatkan dari Satya adalah guru-guru di sana sekarang terdiri dari para anak muda yang masih segar, atau setidaknya seumuran denganku, tidak ada yang lebih tua," kini Agni menggoreng telur.

"Kenapa menanyakan guru?" celetuk Jimmy sambil menatap Lorinda, "Mau mengencani salah satu dari mereka?" godanya.

"Gila!" sembur Lorinda.

"Mengaku saja!" Jimmy mengacak-acak rambut cokelat Lorinda dengab gemas.

-Ema Puspita Loka-

Kita lihat warna-warna lagi yuk...

Denim.

Warna jubah Jimmy Harvest

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warna jubah Jimmy Harvest.
.
.

Cider.

Warna jubah Jørgen Rasmussen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warna jubah Jørgen Rasmussen.
.
.

Merah wine.

Warna jubah Lorinda Castillian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warna jubah Lorinda Castillian.
.
.

SIHIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang