Kuda hitam keluarga Fillion berjalan ragu-ragu menuju sebuah rumah mungil berbahan kayu dan tanaman merambat. Martina mengambil masker kain di tasnya, dan segera memakainya.
"Jangan takut Lamia," Martina berusaha menenangkan ular yang berdesis di pinggangnya. "Rambut peri ini adalah bahan jimatku."
Sesampainya di depan pintu rumah di dekat rawa itu, Martina turun, lalu mengetuk pintunya.
"Safeya, kau masih hidup?" celetuknya, membuat ular di pinggangnya terjingkat oleh caranya menyapa tuan rumah.
"Siapa di luar?" sahut suara cempreng dari dalam rumah.
"Wandless witch berambut merah burgundy gelap," jawab Martina.
"Hah?"
Martina mengembuskan napas dengan berat, lalu berkata, "Si Jubah Crimson."
"Maaf, aku tidak bisa membukakan pintu. Ada apa, Martina? Hari sudah segelap ini."
"Berikan rambutmu untuk membuat jimatku," kata Martina.
"Kenapa harus rambutku?"
"Karena aku menyayangimu!"
Sejenak kemudian, pintu terbuka sedikit, tangan mungil terjulur, memberikan helaian rambut pirang terang kepada Martina.
Martina menerima potongan rambut itu, kemudian memasukkannya ke dalam sebuah kotak. Sebagai gantinya, Martina memberikan sebuah bungkusan berisi biskuit cokelat.
"Terima kasih. Cepatlah sembuh, Safeya. Aku tidak mau asrama Abu-Abu dijaga oleh orang selain dirimu."
Setelahnya, Martina melanjutkan perjalanan kembali ke Sihira.
***
Adalbaro mendorong sebuah troli penuh makanan menuju kamar Lorinda.
"Tidak adakah obat yang lebih manjur untuk menurunkan demamnya?" Emilia langsung menodong Adalbaro dengan pertanyaan ketika melihat pria itu sudah sampai di depan pintu kamar Lorinda.
"Aku sudah menghubungi Violoncello Loka agar dia membuatkan obat rahasia keluarganya, dan mengutus Ignacio menemani Viola untuk menganbilnya setelah mereka makan malam," jawab Adalbaro. "Di mana Martina?"
"Dia pergi entah ke mana," jawab Lorinda.
"Mungkin dia berburu centaur," seloroh Emilia, tidak sepenuhnya salah meski tidak sepenuhnya benar, Adalbaro tahu itu.
"Ayo makan bersama," ajak Adalbaro.
***
Emma Fillion mengalami tremor pada kepala dan tangannya, membuat saudara dan saudarinya ketakutan setengah panik.
"Emma!" bentak Indamira, "Kau mengacaukan meja kita!"
"Kau sakit?" tanya Edgar sambil meletakkan kembali kue-kue yang keluar dari piring di tengah meja karena tersenggol oleh Emma yang mengambil salah satu kue. "Kau tremor."
"Ti-ti-ti-tidak," Emma tergagap.
"Emma? Are you okay?" Viola mulai ikut ketakutan.
"Halo, Anak-Anak," Yewberry mendekati meja mereka, "bagaimana keadaan teman kalian? Kudengar, dia belum sembuh."
"My Lord!" jerit Emma, terjengkang dari kursinya, berusaha bergerak menjauh, meskipun sangat sulit karena seluruh tubuhnya tremor. "Edgar! Edgar! Bawa aku pergi! Bawa aku pergi!" raungnya sambil mulai menangis.
Keributan itu membuat Fillion menjadi pusat perhatian semua orang. Edgar segera membawa Emma kembali ke asrama Abu-Abu. Ignacio dan Viola memutuskan untuk pergi begitu saja, meninggalkan Indamira seorang diri di meja tersebut, yang kini ditemani oleh Yewberry Darkage.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIHIRA
FantasyApa yang akan terjadi ketika seorang gadis yang biasanya hidup normal tiba-tiba harus berkecimpung dengan dunia sihir, apalagi menjadi korban? Lorinda Castillian menjadi siswi Sihira di kerajaan sihir Taika, dan akan mengalami banyak hal di luar ken...